Part 7

8.5K 633 56
                                    

Happy Reading💗

Nevan memasuki ruang makan dimana kedua orang tuanya yang sudah ada disana, pria itu lantas tersenyum tipis melihatnya.

"Mama!" panggil Nevan, pada Rosa.

Mendengar itu Rosa menoleh lantas tersenyum kala anaknya berhamburan ke pelukannya.

"Gimana kabar Mama dan Papa?" tanya Nevan setelah melepaskan pelukan itu.

"Baik Sayang, kamu sendiri gimana kabarnya?" tanya balik Rosa.

"Nevan juga baik Ma!"

"Istri kamu?" sahut James dengan datar.

Sedangkan Nevan hanya terdiam tak mampu untuk menjawab pertanyaan itu.

"Iya, menantu mama bagaimana keadaannya. Kamu memperlakukan dia dengan baik kan Van?" timpal Rosa, menuntut jawaban.

"Senandung juga baik Ma!" sahut Sena, membuat semuanya yang ada disitu sontak terkejut. Mereka menoleh ke asal suara.

Deg

Semuanya yang ada disitu sontak tertegun, kala melihat Sena yang memakai dres berwana biru langit seatas lutut, dengan rambut yang dibiarkan tergerai indah serta wajahnya yang kini sangat nampak cantik. Berbeda dari sebelumnya yang mereka lihat.

"Mantu Mama!" Pekik Rosa yang sudah tersadar dari keterkejutannya, ia berdiri dengan cepat langsung menunju ke arah Sena.

"Yaampun sayang ini benar-benar kamu, betul kan apa yang mama bilang kalau kamu itu sebenarnya sangat cantik. Dari dulu Mama bahkan udah bujuk kamu agar ikut mama ke salon dan memperbaiki penampilan kamu, tapi kamu selalu nolak dengan alasan udah nyaman, tapi sekarang Mama lega karena kamu udah mau berubah untuk memperhatikan penampilan kamu sendiri!" ucap Rosa panjang blak-blakkan.

Sedangkan Sena yang mendengar itu tersenyum tipis, "Sena sudah sadar Ma, selama ini Sena kurang memperhatikan diri Sena sendiri. Jadi mulai saat ini Sena akan berubah menjadi yang lebih baik!" sahut Sena.

James dan Rosa yang mendengar itu tersenyum.

"Udah-udah sekarang makan dulu, ngobrolnya lanjut nanti!" kata James, membuat Rosa sontak menarik pelan tangan Sena agar duduk disebelahnya.

"Mau makan apa?" tanya Sena inisiatif berniat untuk mengambilkan makanan suaminya.

Sedangkan Nevan yang mendengar itu sontak tersadar dari keterdiamannya, pria itu yang sedari tadi menatap Sena tanpa kedip pun kini mengerjapkan matanya pelan, "Hmm, terserah," gugup Nevan.

Sena pun sontak mengambilkan makanan yang menurutnya Nevan akan suka. Setelah itu kini mereka makan dengan khidmat tanpa ada suara apapun, karena memang itu etika dalam keluarga ini.

Beberapa menit kemudian semuanya telah selesai sarapan, Nevan pun bangkit dari duduknya, "Nevan pamit dulu mau ke kantor Ma, Pa!" ujarnya pada kedua orang tuanya.

"Libur dulu hari ini, karena ada yang mau Papa dan Mama bicarakan sama kamu!" kata James menatap anaknya penuh arti.

Tanpa membantah Nevan menganggukkan kepalanya menurut. "Baik pah!"

"Sekarang kita keruang keluarga, dan Sena, kamu juga ikut papa!" ujar James, membaut Sena mengernyit.

"Tapi Sena mau beresin piring-piring ini dulu Pa."

"Itu bukan tugas kamu Sena, apa gunanya pelayan yang dibayar disini jika hal seperti ini saja kamu yang masih harus mengurusinya!" kata James cukup tinggi, sehingga membuat semua pelayan yang tak jauh dari tempat mereka bergetar hebat, dengan cepat mereka sontak bergegas membersihkan semuanya.

"Sudah ayok kita ke ruang keluarga!" ucap Rosa menarik pelan tangan menantunya itu.

*************

Markisa menatap cemas pada layar ponselnya lantaran Nevan juga sama sekali tidak membalas pesannya. Sebenarnya ada apa dengan pria itu, kenapa sekarang mengabaikan dirinya. Pikir Markisa khawatir.

Wanita itu juga takut jika penyebab Nevan mengabaikannya itu karena kemarin melihat sisi dirinya yang agresif seperti wanita tidak punya malu. Sehingga pria itu ilfiel terhadapnya dan berniat untuk menjauhinya.

Sumpah demi apapun Markisa sangat takut, ia juga tidak akan membiarkan Nevan menjauhinya. Jika memang karena hal itu, Markisa akan berusaha semaksimal mungkin memperbaiki apa kesalahannya.

"Hey Markisa!" panggil seorang rekan kerjanya, yang bertugas juga sebagai office girl.

Markisa sontak menoleh, "Iya Dinda, ada apa?"

"Pakek nanya lagi, enak banget yang kamu sedari tadi kerjaannya main ponsel mulu disini!" ketus wanita yang bernama Dinda itu.

Mendengar itu Markisa menghela nafas pelan, "Maaf Din, aku tadi hanya sekedar mengirim pesan kepada bibiku," sahut Markisa dengan tenang. Dirinya memang yatim piatu, namun Markisa masih mempunyai seorang bibi dari ayahnya.

"Alah alasan aja kamu, cepat sana keruang manager karena beliau ingin dibuatkan kopi!" tutur Dinda mendorong-dorong tubuh Markisa agar beranjak menjalankan tugas.

"Dinda, kamu jangan kasar-kasar bisa!" sahut seroang pria yang berkerja sebagai office boy saat melihat kejadian itu.

Dinda sontak menatap pria itu dengan memutar bola matanya malas, "Dia sedari tadi enak-enakan disini, dan aku cuma memperingati dirinya agar kembali bekerja!"

"Tapi tidak juga dengan cara kasar seperti itu. Markisa kamu tidak apa-apa kan?"

Markisa menggeleng pelan, "Tidak apa-apa kok Kak, sudah biasa juga!" sahut Markisa tersenyum tipis.

Membuat pria itu menghela nafas lega, "Yasudah kamu segera berkerja kembali saja, dan jangan dekat-dekat dengan Dinda lagi!" kata pria itu yang diangguki oleh Markisa. Kemudian wanita itu pamit segera menjalankan tugas.

"Aryo kenapa sih kamu selalu bela wanita itu!" kesal Dinda, pada pria yang di panggil Aryo itu.

"Karena Markisa tidak salah!"

"Ck, selalu itu yang kamu ucapkan. Padahal kamu tidak tau yang sebenarnya," dengus Dinda.

"Sudahlah aku akan kembali berkerja." kata Aryo, malas jika harus berdebat dengan Dinda.

"Sekali lagi kamu bela wanita itu, hubungan kita akan berakhir!" ucap Dinda, yang membuat pergerakan Aryo yang tadinya mau pergi lantas terhenti.

Pria itu menoleh dan menatap datar Dinda, "Jangan kekanak-kanakan bisa, kita itu sudah menjalin hubungan selama empat tahun Din, dan aku juga udah ketemu keluarga kamu dan berjanji jika tahun depan aku akan menikahimu." setelah mengatakan itu Aryo lantas meninggalkan Dinda yang sekarang mengepalkan kedua tangannya erat.

"Persetan dengan hubungan empat tahun kita, kalau dia tetap membela wanita jalang itu sekali lagi aku akan memutuskan hubungan ini!" gumam Dinda menatap kepergian Aryo marah.

Dia sungguh muak melihat kekasihnya yang selalu baik terhadap Markisa dan membela wanita itu. Sebenarnya Dinda heran mengapa banyak sekali yang mudah tertipu oleh tampang sok lembut dan polos wajah Markisa, karena disini banyak juga pria yang terjerat dan melakukan hal apa saja untuk wanita itu.

Dinda sangat benci terhadap Markisa, bukan karena ia iri pada wanita itu yang disukai banyak pria. Hanya saja Dinda tau jika wanita itu munafik, karena sudah beberapa kali juga Dinda selalu disalahkan saat ada kejadian yang berkaitan terhadap Markisa. Seperti pertama kalinya wanita itu berkerja disini, Markisa sempat tak sengaja menumpahkan kopi ke tangannya, dan tentu saja itu membuat Dinda marah karena tangannya sampai memerah. Namun bukannya meminta maaf, wanita itu malah menangis dan membuat semua orang berspekulasi bahwa dirinya seperti menindas wanita itu. Sehingga banyak beberapa pria yang melihat itu memarahi dirinya begitupun juga kekasihnya sendiri.

_________________

Bersambung


SENANDUNG Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang