Part 17

5.8K 892 105
                                    

Tandai typo!

Happy reading🐸

Pagi ini Sena memasak untuk sarapan dengan dibantu beberapa pelayan di mansionnya.

Semua pelayan di mansion ini pun sudah menghormati Sena dan perlahan-lahan malah sebaliknya kini mengidolakan nyonya mudanya itu. Karena bagi mereka Sena itu terlihat seperti malaikat yang sangat baik, walaupun mereka dulu pernah mengabaikan dan acuh padanya pun tapi Nyonya nya itu tidak mengungkit-ungkit yang dulu-dulu.

Bahkan Sena kemarin membantu Bi Rama dari Tuannya yang akan memecat wanita paruh baya itu. Para pelayan kini sekarang berbalik membenci Bi Rama.

Mereka kini mendoakan Sena agar wanita baik dan cantik itu bahagia, dan semoga Tuannya segera mencintai nona sebaik Senandung.

"Akhirnya, terimakasih ya sudah membantuku," kata Sena sembari tersenyum. Yang membuat semuanya tertegun, padahal seharusnya Nyonya nya itu tidak perlu mengucapkan kata terimakasih seperti itu.

Para pelayan sontak menunduk, "Itu sudah menjadi tugas kami Nyonya." sahut salah satu pelayan.

Sena mengangguk, ia lantas kembali menuju kamarnya untuk membersihkan diri.

"Nevan sudah bangun belum ya?" gumam nya penasaran sembari terkekeh kecil. Ia benar-benar tidak sabar untuk melihat nanti sikap Nevan seperti apa.

Sena harap Nevan tak melupakan kejadian semalam, sehingga pria itu pasti akan memikirkan dirinya setelah ini.

Sedangkan Nevan kini sudah kembali ke kamarnya, karena dia harus mandi untuk segera berangkat ke kantor.

Setelah merasa sudah siap pun Nevan ingin membuka pintu kamarnya untuk keluar, namun ia urungkan karena tiba-tiba jantungnya berdebar kencang mengingat hal semalam yang ia lakukan pada Sena.

Namun mengingat waktunya yang mepet pun, pria itu menghela nafas pelan mencoba baik-baik saja. Lalu tangannya meraih kenop pintu untuk membukanya.

Memasang wajah datarnya, kini Nevan segera menunju ke ruang makan. Beberapa pelayan yang melihat Nevan pun menunduk hormat.

Setelah sampai di sana mata Nevan mengernyit heran karena tidak melihat keberadaan Sena. Apakah wanita itu marah padanya? Jika iya ntah mengapa itu membuat hati Nevan gelisah.

Ia melamun.

"Selamat pagi," suara lembut wanita yang Nevan kenali pun sontak membuat pria itu sadar.

Nevan menetralkan wajahnya untuk berusaha datar di depan Sena. Padahal pria itu telinganya sudah memerah, ntah saat melihat Sena, ingatannya yang semalam langsung muncul.

"Hmm," Nevan hanya berdehem membalas ucapan Sena.

Sena tersenyum, ia duduk di samping Nevan. Tangannya terulur untuk mengambil piring, "Mau makan apa?" tanyanya pada pria itu.

"Terserah," mendengar itu sontak Sena menghela nafas pelan, kemudian mengambilkan nasi dan beberapa lauk seperti kemarin untuk pria itu.

Mereka pun makan dengan khidmat, namun tidak dengan Nevan yang gelisah tak berani menatap wajah Sena.

Setelah selesai Nevan lantas berdiri, dia menoleh pada Sena sekilas, "Aku berangkat dulu." katanya kemudian pergi tanpa mendengar jawaban dari Sena.

Senyum terbit di bibir Sena. Melihat sikap Nevan seperti itu jelas sudah di pastikan jika pria itu mengingat perbuatannya semalam.

Memastikan Nevan sudah pergi kini Sena melihat Bi Rama, ia pun menyeringai, "Bi Rama!" panggilnya ramah.

Membuat Bi Rama sontak menghentikan langkahnya yang berniat untuk ke toilet yang dekat dapur.

Bi Rama pun dengan segera menghampiri wanita itu, "Bi tolong bantu mereka beresin meja makan ya, sedari tadi soalnya mereka udah bantu aku masak," kata Sena lembut.

Mendengar itu Bi Rama mengepalkan kedua tangannya erat, padahal dia baru saja ditugaskan untuk membersihkan kolam renang oleh Sena tadi, dan kini baru selesai. Namun lagi-lagi ia harus tersenyum paksa dan menganggukkan kepalanya, "Baik nyonya." sahutnya patuh.

Sena tersenyum, "Terimakasih Bi, kalau sudah selesai tolong segera ke pasar juga ya, karena aku lihat semua bahan makanan sudah mulai menipis." kata Sena, kemudian berlalu pergi seraya meninggalkan beberapa lembar uang merah kepada Bi Rama.

Mata Bi Rama menyorot tajam kepergian Sena, "Bi Rama seharusnya kamu bersyukur Nyonya masih baik padamu. Bukan malah menatapnya tidak suka seperti itu," sahut salah satu pelayan yang melihat Bi Rama menatap tajam Nyonyanya.

Bi Rama mendengus kasar tak menjawab, ia berniat pergi namun ia urungkan ketika mendengar ucapan salah satu pelayan lagi.

"Dasar tidak tau malu, sudah disuruh nyonya buat bantuin kita malah pergi gitu aja. Aku laporin tuan biar tau rasa dia!"

"Sial" kesal Bi Rama, dengan perasaan dongkol ia membantu beberapa pelayan.

Gara-gara wanita itu kini dirinya di turunkan pangkatnya dan tidak bisa mengatur lagi para pelayan yang kurang ajar ini.

Bi Rama, bertekad akan membalas semua ini. Dan ia akan pastikan jika wanita itu segera di tendang dari mansion ini, karena ponakannya yang akan menggantikan sebagai nyonya muda Mahardika.

Mimpi.

Mungkin jika Sena mendengar batin dan pikiran Bi Rama akan tertawa mengejek.

******************

Sedangkan di sisi Nevan yang baru sampai di ruangannya pun kini menghela nafas kasar karena disana sudah ada Markisa, yang sepertinya memang menunggu dirinya.

"Nevan, aku merindukanmu" kata wanita itu yang langsung memeluk tubuh Nevan.

Ntah mengapa mendapat pelukan dari wanita itu Nevan sangat risih, ia lantas melepaskan pelukan Markisa dengan paksa. Membuat wanita itu mencebikkan bibirnya kesal, berusaha memasang wajah imut di depan pria itu.

"Kenapa di lepas, padahal aku masih merindukanmu." sikap Markisa yang seperti itu jelas membuat Nevan heran dan risih. Karena wanita itu berbeda dari sebulan yang lalu saat Markisa yang bersikap jual mahal dan tak berani bertindak lebih dulu kepadanya.

Sangat berbeda dengan Markisa yang sekarang, agresif dan seperti murahan.

Mengingat bahwa wanita ini pernah mengangkang lebar di depannya, meminta di masukin pun sebenarnya Nevan waktu itu sudah risih dan pola pikiran yang menganggap Markisa wanita terhormat susah di dapat pun seketika hilang.

Jelas beda dengan Sena, bahkan Nevan semalam mengingat jelas kala Sena yang menolak disentuh. Padahal mereka sudah bersuami istri.

"Aku sedang sibuk sebaiknya kau pergi dari ruanganku!" kata Nevan datar, kemudian menuju kursinya. Mengabaikan Markisa.

"Kenapa sikapmu berubah kepadaku, aku salah apa hiks. Apa kamu tidak ingat tentang aku yang sudah menyelamatkan nyawamu waktu itu!" kata Markisa, yang sudah terisak.

Mendengar perkataan dan isakan wanita itupun membuat kedua tangan Nevan mengepal erat.

Pria itu memejamkan matanya sebentar, kemudian menatap Markisa dengan tatapan sedikit iba, "Maaf." sahutnya lirih, namun masih terdengar di telinga Markisa.

Markisa diam-diam sontak menyeringai mendengar itu. Ia yakin sikap Nevan akan kembali seperti semula.

Namun seketika haluan Markisa buyar saat melihat Nevan mengeluarkan uang satu tas serta menyerah satu kartu di meja.

Pria itu mendorong uang tersebut dan kartu itu ke depan agar lebih dekat dengan Markisa.

"Saya harap ini bisa menebus pertolonganmu waktu itu. Dan mulai sekarang kita tidak ada hubungan apa-apa lagi, jadi tolong kerja samanya. Jangan ganggu saya lagi mulai sekarang." kata Nevan datar, bahkan pria itu mulai berbicara formal pada Markisa.

BERSAMBUNG

__________________________

Ramaikan komentar!!

SENANDUNG Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang