Volume 4: Chapter 3

4 2 0
                                    

🌟🌟🌟
**Chapter 4.3**

Kiko berdiri di puncak Gunung Argen, menyaksikan sisa-sisa kegelapan dari Raja Bayangan yang menghilang di udara. Udara dingin di puncak gunung kini mulai menghangat saat sinar matahari perlahan muncul dari balik awan. Kemenangannya terasa seperti kelegaan singkat, namun jauh di dalam dirinya, Kiko tahu bahwa ini hanyalah awal dari perjalanan yang lebih panjang dan lebih berbahaya.

Kegelapan di Gunung Argen telah dikalahkan, tetapi perasaan aneh masih menggelayuti pikirannya. Raja Bayangan memang kuat, tetapi ia bukanlah kekuatan terbesar di dunia ini. Kiko bisa merasakannya. Ada musuh-musuh lain, mungkin lebih berbahaya, yang masih menunggu di luar sana, siap menghancurkan dunia jika tidak dihentikan.

Dengan napas yang teratur, Kiko mulai melangkah turun dari puncak gunung. Ia tahu bahwa perjalanan ini tidak akan mudah. Dunia ini luas, dan kegelapan yang ia hadapi mungkin lebih kuat dari yang pernah ia bayangkan. Tapi ia tidak akan berhenti. Demi teman-temannya yang telah tiada—Tito, Lala, dan Auri—ia harus terus maju.

Saat Kiko mencapai kaki Gunung Argen, desa yang sebelumnya tampak kosong kini mulai hidup kembali. Penduduk yang bersembunyi kini perlahan keluar dari tempat persembunyian mereka, melihat dengan mata terkejut dan penuh harapan bahwa kegelapan yang selama ini mengancam mereka telah sirna.

Lelaki tua yang ditemui Kiko sebelumnya berlari mendekat dengan wajah penuh syukur. "Kau melakukannya," katanya dengan suara gemetar. "Kau mengalahkan mereka. Gunung itu kini bebas dari kegelapan. Terima kasih, Kiko."

Kiko tersenyum tipis, meskipun ada kelelahan di balik senyumnya. "Kegelapan di gunung ini sudah berakhir, tetapi dunia masih dalam bahaya. Ada lebih banyak musuh di luar sana."

Lelaki tua itu mengangguk dengan raut serius. "Aku pernah mendengar cerita dari pengelana yang lewat. Di setiap sudut dunia ini, ada tempat-tempat yang dikuasai oleh kegelapan serupa. Beberapa mengatakan bahwa makhluk yang lebih besar dari Raja Bayangan bersembunyi di tempat-tempat itu, menunggu saat yang tepat untuk bangkit."

Kiko meresapi kata-kata itu. "Di mana tempat-tempat itu?" tanyanya.

Lelaki tua itu berpikir sejenak sebelum menjawab. "Salah satu tempat yang pernah kudengar adalah Gurun Mardura, jauh di selatan sini. Di tengah gurun itu, ada sebuah kota kuno yang tenggelam dalam pasir. Konon katanya, kegelapan besar tinggal di sana, mengendalikan makhluk-makhluk yang merampas kehidupan orang-orang yang berani masuk."

"Gurun Mardura..." Kiko mengulang kata itu dalam benaknya. Itu akan menjadi tujuan berikutnya.

"Berhati-hatilah," lanjut lelaki tua itu. "Perjalanan ke sana panjang dan berbahaya. Tapi jika ada yang bisa menghentikan kegelapan di sana, aku percaya itu adalah kau."

Kiko mengangguk, rasa tanggung jawab yang berat kembali terasa di pundaknya. "Terima kasih atas informasinya. Aku akan berangkat ke sana segera."

Setelah memastikan bahwa desa di kaki Gunung Argen aman dari ancaman, Kiko memulai perjalanan panjangnya menuju Gurun Mardura. Ia menyiapkan perbekalannya, mengetahui bahwa perjalanan ini akan menguji kekuatan fisik dan mentalnya. Gurun Mardura terkenal dengan panas yang tak kenal ampun dan badai pasir yang mematikan, tetapi itu bukan yang paling ditakuti—kegelapan yang bersembunyi di bawah pasir itulah yang merupakan ancaman terbesar.

Selama berhari-hari, Kiko berjalan melintasi padang rumput, sungai-sungai, dan hutan-hutan kecil menuju selatan. Setiap malam, ia mendirikan tenda kecil dan duduk di bawah bintang-bintang, merasakan kehadiran teman-temannya yang hilang. Cahaya Tertinggi masih bersinar lembut di sisinya, memberikan kekuatan dan penghiburan saat ia menghadapi malam yang sunyi.

Pikiran tentang Tito, Lala, dan Auri selalu ada di benaknya. Mereka telah tiada, tetapi semangat mereka hidup di dalam hatinya. Kiko berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan terus melanjutkan perjuangan ini, tidak hanya untuk melindungi dunia, tetapi juga untuk menghormati pengorbanan teman-temannya.

Setelah berminggu-minggu perjalanan, Kiko akhirnya tiba di perbatasan Gurun Mardura. Saat ia memandang ke depan, ia melihat hamparan pasir yang tampak tak berujung, diterpa oleh angin yang kencang dan badai pasir yang berkeliaran di kejauhan. Gurun itu penuh dengan bahaya, tetapi Kiko tahu bahwa kegelapan di sana harus dihentikan.

Langkahnya semakin mantap saat ia melangkah masuk ke gurun itu. Setiap butir pasir yang ditiup angin terasa seperti bayangan yang berusaha menyembunyikan rahasia gelap dari kota kuno yang terkubur di bawahnya. Kiko berjalan dengan Cahaya Tertinggi yang terus bersinar, menuntunnya melewati badai pasir yang mematikan.

Selama perjalanan di gurun, Kiko menyadari bahwa kegelapan di tempat ini berbeda dari yang ada di Gunung Argen. Di sini, kegelapan tampak lebih terorganisir, lebih cerdas. Seolah-olah ada kekuatan besar yang mengendalikan setiap gerakan pasir dan setiap makhluk yang bersembunyi di bawahnya.

Saat malam tiba, Kiko menemukan tempat perlindungan di balik bukit pasir kecil. Ia duduk dan menatap langit malam yang penuh dengan bintang-bintang yang bercahaya. Meskipun gurun ini penuh dengan ancaman, ada kedamaian aneh di langit yang cerah itu.

Namun, kedamaian itu tidak berlangsung lama. Saat Kiko bersiap untuk beristirahat, ia mendengar suara gerakan dari balik pasir. Suara itu pelan, tetapi jelas, seperti sesuatu yang sedang mendekatinya dengan cepat. Ia segera berdiri, menggenggam Cahaya Tertinggi dan bersiap menghadapi apa pun yang mendekat.

Dari balik kegelapan gurun, makhluk-makhluk bayangan mulai muncul. Mereka berbentuk seperti serigala pasir, namun tubuh mereka terbuat dari kegelapan yang padat, dengan mata merah yang bersinar mengerikan. Jumlah mereka banyak, dan mereka mengelilingi Kiko dari segala arah.

Kiko tahu bahwa ini adalah salah satu ujian pertama dari perjalanan ini. Makhluk-makhluk ini dikendalikan oleh kekuatan yang lebih besar, dan mereka dikirim untuk menghalanginya sebelum ia bisa mencapai kota kuno yang tersembunyi di bawah pasir.

Dengan napas yang tenang, Kiko mengangkat Cahaya Tertinggi, memfokuskan energinya pada perisai cahaya yang melingkupi dirinya. Cahaya dari batu itu menyebar, mengusir kegelapan di sekitarnya dan memaksa makhluk-makhluk bayangan itu untuk mundur.

Namun, serigala-serigala bayangan itu tidak menyerah. Mereka melompat maju dengan cepat, menyerang Kiko dari segala arah. Kiko menghindar dengan gerakan lincah, menggunakan kecepatan dan keterampilan yang diajarkan oleh Master Raiko untuk melawan mereka.

Setiap pukulan yang dilancarkan Kiko diiringi dengan cahaya yang memancar dari Cahaya Tertinggi, menghancurkan makhluk-makhluk itu satu per satu. Namun, meskipun Kiko berhasil mengalahkan beberapa dari mereka, jumlahnya terus bertambah, seolah-olah kegelapan itu tidak ada habisnya.

Kiko menyadari bahwa ia tidak bisa terus bertarung seperti ini. Kegelapan di gurun ini lebih kuat daripada yang terlihat. Ia harus menemukan pusat kekuatan kegelapan ini—kota kuno yang terkubur di bawah pasir—dan menghancurkannya.

Dengan tekad baru, Kiko melarikan diri dari kepungan serigala-serigala bayangan, melompat melewati bukit pasir dan berlari menuju pusat gurun. Di dalam hatinya, ia tahu bahwa pertempuran terbesar belum datang. Namun, Kiko siap menghadapi apa pun yang menunggunya di bawah pasir.


**Akhir Chapter 4.3**
🌟🌟🌟

Rabbit And The Legend Of Orange Fur Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang