Volume 4: Chapter 2

4 2 0
                                    

🌟🌟🌟
**Chapter 4.2**

Langit di atas Gunung Argen gelap dan suram. Kabut tebal yang menyelimuti puncak gunung itu tampak bergerak seperti makhluk hidup, menghalangi cahaya matahari dan menebarkan hawa dingin yang menusuk. Kiko, yang kini berada di lereng gunung, merasakan kekuatan kegelapan yang semakin kuat di sekelilingnya. Setiap langkah yang ia ambil terasa lebih berat, seolah-olah tanah di bawahnya dipenuhi oleh kegelapan yang mencoba menariknya ke bawah.

Cahaya Tertinggi di tangannya terus bersinar lembut, memberikan kehangatan dan perlindungan dari bayangan yang ada di sekitarnya. Namun, Kiko tahu bahwa di puncak gunung ini ada musuh besar yang menunggunya—Raja Bayangan, penguasa kegelapan di Gunung Argen. Jika Kiko berhasil mengalahkannya, ini bisa menjadi langkah besar dalam misinya untuk menumpas kegelapan yang mengancam dunia.

Selama perjalanan naik gunung, pikiran Kiko dipenuhi dengan kenangan tentang teman-temannya. Tito, Lala, dan Auri, yang telah memberikan hidup mereka demi Hutan Lembayung, selalu hadir dalam ingatannya. Kiko merasakan keheningan di dalam hatinya, kekosongan yang tidak bisa diisi dengan mudah. Tetapi ia juga tahu bahwa pengorbanan mereka tidak boleh sia-sia. Mereka mungkin tidak ada lagi di sisinya, tetapi semangat mereka tetap hidup dalam setiap langkah yang ia ambil.

Langkah demi langkah, Kiko semakin mendekati puncak. Hawa dingin semakin intens, dan bayangan-bayangan aneh mulai bergerak di antara pepohonan yang tumbuh jarang di lereng gunung. Bayangan ini berbeda dari apa yang pernah ia hadapi sebelumnya—mereka tampak seperti bagian dari gunung itu sendiri, menyatu dengan tanah dan bebatuan.

Saat Kiko mendekati tebing curam yang menandai pintu masuk menuju puncak gunung, sebuah suara yang dalam dan mengerikan menggema dari balik kabut.

"**Siapa yang berani mendekati wilayahku?**" suara itu terdengar seolah-olah berasal dari dalam gunung itu sendiri, penuh dengan kekuatan dan kemarahan.

Kiko tidak gentar. Ia menggenggam Cahaya Tertinggi dengan lebih erat, cahayanya berpendar lebih terang. "Namaku Kiko," jawabnya dengan tegas, meski angin dingin terus berhembus kencang di sekitarnya. "Aku datang untuk menghentikan kegelapanmu. Kau sudah cukup lama menguasai tempat ini."

Dari balik kabut yang tebal, bayangan besar mulai muncul. Sosok itu tampak sangat tinggi, jauh lebih besar dari makhluk-makhluk kegelapan yang pernah Kiko hadapi sebelumnya. **Raja Bayangan** berdiri di sana dengan tubuh yang hampir sepenuhnya terdiri dari kabut dan kegelapan pekat, dengan mata merah menyala yang penuh dengan kebencian dan kekuatan jahat.

"Kau pikir bisa menghentikanku, anak kecil?" tanya Raja Bayangan, suaranya bergema seperti guntur. "Aku adalah kegelapan yang telah ada di dunia ini jauh sebelum kau lahir. Cahaya kecilmu tidak bisa memadamkan kegelapan abadi seperti aku."

Kiko menatap sosok raksasa itu tanpa rasa takut. "Kegelapanmu mungkin sudah ada selama ribuan tahun," katanya dengan tenang, "tapi aku tahu satu hal: kegelapan tidak pernah bisa sepenuhnya menang. Selalu ada cahaya, bahkan di tengah kegelapan paling pekat."

Raja Bayangan hanya tertawa dingin. "Kau terlalu percaya diri untuk seorang anak yang sendirian. Teman-temanmu telah binasa, dan kau tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk melawan kegelapan sepertiku."

Kiko merasakan amarah muncul di dalam dirinya, tetapi ia berusaha untuk tetap tenang. "Teman-temanku mungkin sudah tiada, tapi mereka masih bersamaku," katanya, memandang Cahaya Tertinggi di tangannya. "Pengorbanan mereka akan memberiku kekuatan untuk melawanmu."

Dengan satu gerakan cepat, Raja Bayangan meluncurkan serangan pertama. Bayangan hitam yang pekat melesat dari tubuhnya, menyerang Kiko seperti gelombang badai. Kiko segera mengangkat Cahaya Tertinggi, menciptakan perisai cahaya yang melindunginya dari serangan kegelapan itu. Cahaya dan kegelapan bertabrakan dengan kekuatan dahsyat, menyebabkan ledakan energi yang membuat tanah di sekitar mereka bergetar.

Namun, Kiko tahu bahwa ia tidak bisa hanya bertahan. Ia harus menyerang balik. Dengan cepat, ia melompat ke depan, menggunakan kekuatan yang telah ia pelajari dari Master Raiko untuk bergerak dengan kecepatan luar biasa. Setiap gerakan dipenuhi dengan presisi dan kekuatan, dan setiap pukulan yang ia lakukan diiringi dengan cahaya yang menyilaukan.

Tapi Raja Bayangan bukanlah musuh biasa. Setiap kali Kiko menyerang, tubuh Raja Bayangan seolah-olah menghilang menjadi kabut, hanya untuk muncul kembali di tempat lain. Setiap kali Kiko berhasil memukulnya, kegelapan itu menyebar, namun segera bersatu kembali seperti air yang tak terbendung.

"Kau tidak akan pernah bisa menyentuhku, Kiko!" teriak Raja Bayangan, sambil meluncurkan serangan bayangan yang lebih kuat lagi.

Kiko terus bertarung, namun serangan Raja Bayangan semakin sulit dihadapi. Kegelapan yang melingkupi puncak gunung semakin pekat, membuat Kiko sulit untuk melihat. Kabut yang menutupi segalanya membuat pergerakan Raja Bayangan menjadi lebih sulit diprediksi. Setiap kali ia mendekati Kiko, serangan bayangan itu semakin cepat dan ganas.

Merasa terpojok, Kiko berusaha memusatkan energinya. Cahaya Tertinggi di tangannya mulai bersinar lebih terang, memancarkan cahaya yang cukup kuat untuk menembus kabut tebal di sekelilingnya. Namun, meskipun cahaya itu kuat, Raja Bayangan terus menerus menyerang, mengirimkan gelombang kegelapan yang seolah tak pernah habis.

Kiko mundur selangkah, napasnya berat. Ia tahu bahwa ini bukan sekadar pertarungan kekuatan fisik. Raja Bayangan tidak hanya menggunakan kekuatan gelapnya, tetapi juga memanfaatkan ketakutan dan keraguan yang ada dalam diri Kiko.

"Jadi ini kekuatan yang dia andalkan," pikir Kiko. "Dia tidak hanya kuat secara fisik, tetapi juga berusaha menghancurkan keyakinanku."

Kiko tahu bahwa ia tidak bisa membiarkan Raja Bayangan menguasai pikirannya. Jika ia membiarkan ketakutannya mengambil alih, kegelapan akan menang. Ia harus melawan, bukan hanya dengan kekuatan Cahaya Tertinggi, tetapi dengan tekadnya sendiri.

Dengan napas yang lebih tenang, Kiko memejamkan matanya sejenak, merasakan kehadiran Tito, Lala, dan Auri di dalam hatinya. "Aku tidak sendirian," bisik Kiko pada dirinya sendiri. "Mereka ada di sini, bersama denganku."

Saat Kiko membuka matanya kembali, ada api baru yang menyala di dalam dirinya. Ia melangkah maju, menghadapi Raja Bayangan dengan tekad yang lebih kuat. Kali ini, serangan kegelapan yang dilancarkan Raja Bayangan tidak membuatnya gentar. Kiko menghindar dengan gerakan cepat, setiap langkahnya dipenuhi dengan kepercayaan diri yang baru ditemukan.

"Aku akan melindungi dunia ini," kata Kiko dengan suara tegas, sambil melancarkan serangan yang lebih kuat dari sebelumnya. Cahaya Tertinggi bersinar dengan kekuatan yang belum pernah ia gunakan sebelumnya, mengeluarkan ledakan cahaya yang menggetarkan tanah di bawahnya.

Raja Bayangan terhuyung mundur, tubuhnya yang terdiri dari kabut mulai terurai. Untuk pertama kalinya, Kiko melihat ketakutan di mata merahnya yang menyala.

"Ini... tidak mungkin..." bisik Raja Bayangan, suaranya terdengar lebih lemah. "Kau... kau tidak seharusnya bisa mengalahkanku..."

Kiko tidak berhenti. Ia terus maju, mengayunkan Cahaya Tertinggi dengan kekuatan penuh, menyerang langsung ke pusat kegelapan di tubuh Raja Bayangan. Dengan satu serangan terakhir yang dahsyat, cahaya itu menembus jantung kegelapan, menciptakan ledakan yang memekakkan telinga.

Raja Bayangan mengeluarkan jeritan panjang sebelum tubuhnya mulai hancur menjadi serpihan bayangan, perlahan-lahan menghilang di udara. Kabut tebal yang menyelimuti puncak gunung itu mulai memudar, digantikan oleh cahaya matahari pagi yang perlahan muncul di balik awan.

**Akhir Chapter 4.2**
🌟🌟🌟

Rabbit And The Legend Of Orange Fur Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang