Volume 4: Chapter 7

2 2 0
                                    

🌟🌟🌟
**Chapter 4.7**

Di tepi pantai yang diterjang ombak besar, Kiko menatap Lautan Hitam yang luas dan gelap. Angin kencang berhembus, membawa serta bau asin dari laut yang seolah menyembunyikan rahasia kelam. Jauh di depan, menara hitam yang ia lihat dalam penglihatan tampak samar, muncul dari kabut pekat yang melayang di atas air.

Lautan ini bukanlah lautan biasa. Ini adalah tempat di mana kegelapan purba berkumpul, dan di dalam kedalamannya, makhluk-makhluk jahat yang belum pernah dilihat oleh mata manusia menunggu, menanti kebangkitan mereka. Di jantung lautan ini, musuh terbesar Kiko menunggu—seorang raja kegelapan yang kekuatannya mungkin lebih dahsyat daripada yang pernah ia hadapi.

Cahaya Tertinggi di tangannya berpendar lembut, memberikan ketenangan di tengah badai yang mulai bergemuruh. Kiko tahu bahwa perjalanan ini akan berbeda. Tidak ada jalan kembali. Dunia ini terlalu berharga untuk jatuh ke tangan kegelapan, dan ia satu-satunya yang bisa menghentikan ancaman ini.

Namun, satu hal yang belum jelas bagi Kiko adalah bagaimana ia akan menyeberangi lautan ini. Perahu-perahu yang biasa digunakan oleh penduduk setempat tidak akan cukup kuat untuk menahan badai dan kekuatan gelap di laut ini. Selain itu, kegelapan di laut ini tampaknya hidup—bergerak dengan kesadaran yang menakutkan.

Saat Kiko merenungkan langkah berikutnya, suara gemerisik halus terdengar dari balik bebatuan di pantai. Kiko menoleh dan melihat seorang pria tua berpakaian lusuh, membawa tongkat kayu dan berjalan tertatih-tatih ke arahnya. Mata pria itu memancarkan kebijaksanaan, seolah-olah ia telah melihat banyak hal yang tidak bisa dipahami oleh manusia biasa.

"Apakah kau benar-benar berniat menyeberangi Lautan Hitam, anak muda?" tanya pria tua itu dengan suara serak namun lembut. "Tak ada yang pernah kembali dari sana."

Kiko mengangguk tanpa ragu. "Aku harus pergi ke menara hitam itu. Ada kekuatan besar yang mengancam dunia, dan aku harus menghentikannya."

Pria tua itu mendekat, memandangi Cahaya Tertinggi yang berpendar di tangan Kiko. "Cahaya yang kau bawa sangat kuat, mungkin lebih kuat daripada yang pernah kulihat. Tapi di lautan itu, cahaya saja tidak cukup. Kegelapan di sana lebih pekat dari malam tanpa bintang. Hanya mereka yang bisa mengendalikan kedua kekuatan—cahaya dan kegelapan—yang bisa bertahan di Lautan Hitam."

Kiko terdiam mendengar kata-kata pria tua itu. **Mengendalikan kegelapan?** Ini adalah sesuatu yang belum pernah ia pertimbangkan. Selama ini, ia selalu percaya bahwa cahaya adalah satu-satunya jalan untuk mengalahkan kegelapan. Namun, setelah apa yang ia alami di Gunung Argen dan Gurun Mardura, ia mulai memahami bahwa mungkin kegelapan juga memiliki peran dalam menjaga keseimbangan dunia.

"Aku tidak takut pada kegelapan," kata Kiko, meskipun di dalam hatinya, ia masih merasa cemas.

Pria tua itu tersenyum tipis, lalu menatap ke arah laut yang bergejolak. "Jika itu yang kau yakini, maka aku bisa membantumu. Ada perahu di ujung pantai, tersembunyi di balik karang. Perahu itu bukan perahu biasa. Ia akan membawamu menembus badai, tetapi hanya jika kau tahu bagaimana menjaga keseimbangan antara cahaya dan kegelapan."

Kiko merasa ada harapan baru dengan informasi ini. Ia mengikuti pria tua itu menyusuri pantai menuju tempat yang dimaksud. Di balik karang yang besar, sebuah perahu kayu tua tergeletak, tampak seolah sudah bertahun-tahun tidak digunakan. Meskipun perahu itu terlihat sederhana, Kiko merasakan ada sesuatu yang istimewa dari kayunya, seolah-olah perahu itu menyimpan kekuatan tersembunyi.

"Ini adalah perahu yang dibangun oleh leluhur kami," jelas pria tua itu. "Dibuat dengan kayu yang diambil dari hutan purba, tempat di mana cahaya dan kegelapan hidup berdampingan. Perahu ini bisa menahan badai di Lautan Hitam, tetapi kau harus ingat satu hal: Jangan biarkan kegelapan menguasaimu. Keseimbangan adalah kunci."

Kiko mengangguk dan bersiap untuk berangkat. Ia mengucapkan terima kasih kepada pria tua itu sebelum melangkah masuk ke dalam perahu. Dengan Cahaya Tertinggi di sisinya, ia mulai mengayuh perahu itu menuju lautan yang luas, menuju kabut pekat dan gelap yang menutupi cakrawala.

Begitu Kiko mendayung lebih jauh dari pantai, ombak besar mulai menghempas perahu kecilnya, mengguncangnya dengan keras. Angin bertiup kencang, dan badai mulai mengamuk. Cahaya Tertinggi di tangannya bersinar lebih terang, tetapi meskipun begitu, kegelapan di sekitarnya tampak semakin kuat, seolah-olah mencoba menghisap cahaya itu.

Saat Kiko semakin jauh ke tengah lautan, suara-suara mulai terdengar dari kedalaman laut. Suara itu seperti bisikan-bisikan dari makhluk-makhluk tak terlihat, yang mencoba mempengaruhi pikirannya. "Kembalilah... tidak ada yang bisa kau lakukan... kegelapan akan selalu menang..." suara-suara itu berbisik, semakin jelas setiap kali Kiko mendayung lebih jauh.

Namun, Kiko menolak untuk terpengaruh. Ia mengingat peringatan pria tua itu—bahwa ia harus menjaga keseimbangan. Ia tidak boleh membiarkan rasa takutnya menguasai dirinya, tetapi juga tidak boleh hanya mengandalkan cahaya. Untuk menghadapi kegelapan di Lautan Hitam, ia harus memahami bahwa kegelapan juga merupakan bagian dari dunia ini.

Tiba-tiba, dari kedalaman lautan, sesuatu yang besar bergerak. Ombak semakin besar, dan perahu Kiko terguncang keras. Dari balik kabut dan ombak, makhluk raksasa muncul—seekor monster laut dengan tubuh yang terbuat dari kegelapan pekat. Mata merah menyala milik makhluk itu menatap langsung ke arah Kiko, penuh dengan kebencian dan ancaman.

Makhluk itu mengeluarkan suara raungan yang memekakkan telinga, membuat air di sekitarnya bergetar. Dengan cepat, monster itu menyerang, mencoba menghancurkan perahu Kiko dengan satu pukulan besar dari ekornya.

Kiko segera bereaksi, mengangkat Cahaya Tertinggi untuk membentuk perisai cahaya di sekeliling perahunya. Serangan dari monster itu menghantam perisai tersebut dengan keras, tetapi Cahaya Tertinggi berhasil menahan kekuatan serangan itu, meskipun perahu terguncang hebat.

Namun, Kiko tahu bahwa ia tidak bisa terus bertahan seperti ini. Monster laut itu jauh lebih besar dan kuat daripada yang bisa ditahan oleh perahu kecilnya. Ia harus menemukan cara untuk mengalahkan makhluk itu, tetapi bagaimana?

Di tengah badai dan ombak, Kiko memejamkan matanya, mencoba mencari kedamaian di tengah kekacauan. Ia mengingat kata-kata pria tua itu: **Keseimbangan adalah kunci.**

"Jika aku hanya mengandalkan cahaya," pikir Kiko, "kegelapan ini akan terus menyerang tanpa henti. Tapi mungkin... jika aku bisa mengendalikan kegelapan juga, aku bisa menemukan cara untuk menenangkan lautan ini."

Dengan keberanian yang baru, Kiko mulai menurunkan Cahaya Tertinggi, membiarkannya bersinar lebih redup. Ia menarik napas dalam-dalam dan membuka dirinya pada kegelapan di sekelilingnya, bukan sebagai musuh, tetapi sebagai bagian dari keseimbangan yang ia butuhkan.

Ketika cahaya dan kegelapan mulai seimbang, sesuatu yang ajaib terjadi. Ombak yang sebelumnya mengamuk mulai mereda, dan monster laut yang tadinya mengamuk mulai melambat. Mata merahnya yang penuh kebencian perlahan-lahan kehilangan intensitasnya, dan tubuh besar monster itu mulai mereda, menjadi kabut yang akhirnya menghilang di udara.

Kiko membuka matanya, merasakan ketenangan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ia telah berhasil menyeimbangkan cahaya dan kegelapan, dan untuk pertama kalinya, Lautan Hitam tampak lebih damai, meskipun badai masih berkumpul di kejauhan.

Perahunya bergerak lebih tenang sekarang, didorong oleh angin yang lebih lembut. Di kejauhan, menara hitam yang menjadi tujuannya kini tampak lebih jelas, menjulang di atas lautan yang luas. Musuh yang lebih besar menunggunya di sana, tetapi Kiko merasa bahwa ia telah belajar sesuatu yang sangat penting—bahwa kekuatan sejati tidak hanya berasal dari cahaya, tetapi juga dari memahami kegelapan.

Dengan Cahaya Tertinggi yang kini bersinar lebih harmonis, Kiko melanjutkan perjalanannya menuju menara hitam, siap menghadapi musuh terbesar yang pernah ia temui.

**Akhir Chapter 4.7**
🌟🌟🌟

Rabbit And The Legend Of Orange Fur Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang