Volume 5: Chapter 3

1 1 0
                                    

🌟🌟🌟
**Chapter 5.3**

Setelah meninggalkan Pulau Kabut, Kiko berlayar di lautan yang tenang selama beberapa hari. Meskipun perjalanannya penuh dengan tantangan, ia merasakan kedamaian yang baru. Pertarungan di Pulau Kabut telah memperkuat keyakinannya bahwa dunia ini tidak selalu tentang menang atau kalah, tetapi tentang menjaga keseimbangan. Keseimbangan antara cahaya dan kegelapan menjadi tujuan utamanya sekarang.

Ketika Kiko akhirnya mencapai daratan, ia tiba di sebuah pelabuhan kecil yang dikelilingi oleh perbukitan hijau dan hutan yang lebat. Desa di tepi pantai tampak damai dari kejauhan, tetapi begitu ia melangkah masuk, suasana aneh mulai terasa. Wajah-wajah penduduk desa tampak cemas dan penuh kekhawatiran, dan tidak ada tawa atau suara riang yang biasanya memenuhi tempat seperti ini. Sesuatu yang lebih gelap tampaknya sedang terjadi di bawah permukaan ketenangan desa itu.

Kiko turun dari perahunya dan mulai berjalan menyusuri jalanan desa. Meskipun penduduk menatapnya dengan penuh rasa ingin tahu, tidak ada yang mendekatinya. Kiko merasakan bahwa desa ini terancam oleh sesuatu yang tidak terlihat. Dengan langkah hati-hati, ia mendekati seorang lelaki tua yang duduk di dekat pasar kecil, matanya memandang laut dengan hampa.

"Maaf, Pak," sapa Kiko dengan lembut. "Ada yang aneh di sini. Apa yang terjadi?"

Lelaki tua itu menoleh dengan lambat, tampak seperti seseorang yang telah kehilangan harapan. "Kau orang asing," katanya dengan suara pelan namun dalam. "Kalau kau tahu apa yang baik untukmu, kau sebaiknya pergi sebelum malam tiba."

Kiko merasa ada sesuatu yang sangat salah. "Mengapa? Apa yang terjadi di desa ini?"

Lelaki tua itu terdiam sejenak sebelum melanjutkan. "Orang-orang di desa mulai menghilang. Pertama-tama hanya satu atau dua orang, lalu lebih banyak lagi. Mereka yang pergi ke hutan... tidak pernah kembali. Hutan itu... ada sesuatu di dalamnya, sesuatu yang mengambil orang-orang kami."

Kiko menatap ke arah perbukitan dan hutan lebat di belakang desa. "Apakah ada yang tahu apa yang ada di dalam hutan?"

"Beberapa penduduk desa yang berani mencoba mencari mereka yang hilang, tetapi tidak ada yang pernah kembali," jawab lelaki tua itu dengan suara berat. "Hutan itu menjadi tempat terkutuk. Tidak ada yang tahu pasti apa yang ada di sana. Beberapa bilang itu adalah roh-roh jahat, yang lain percaya itu kutukan kuno."

Kiko memandangi hutan yang tampak gelap meskipun matahari masih bersinar di langit. "Aku akan masuk ke sana," kata Kiko dengan tegas. "Aku harus mencari tahu apa yang menyebabkan semua ini."

Lelaki tua itu tampak terkejut. "Kau... kau tidak takut? Kau akan hilang seperti yang lain."

Kiko tersenyum tipis, meskipun di dalam dirinya ia tahu bahaya yang mungkin menantinya. "Aku telah menghadapi kegelapan sebelumnya. Jika ada sesuatu di sana yang mengancam desa ini, aku harus menghentikannya."

Lelaki tua itu menatap Kiko dengan rasa hormat yang bercampur khawatir. "Kalau begitu, semoga keberuntungan menyertaimu, anak muda. Hutan itu... bisa menjadi akhir bagi banyak orang."

Dengan tekad yang kuat, Kiko mulai berjalan menuju hutan yang terletak di perbukitan. Langkahnya mantap meskipun ia tahu bahwa hutan ini mungkin lebih berbahaya daripada yang terlihat. Cahaya Tertinggi yang ia bawa bersinar lembut di sisinya, memberikan kehangatan dan rasa aman di tengah ketidakpastian.

Saat ia mendekati tepi hutan, angin yang tadinya tenang berubah menjadi dingin, dan suasana yang dulunya damai berubah menjadi tegang. Pohon-pohon tinggi dan tua menjulang di sekelilingnya, ranting-ranting mereka seperti tangan yang menjulur ke langit, dan kabut tipis mulai muncul di antara pepohonan. Hutan ini memiliki aura yang gelap, seolah-olah ada sesuatu yang tersembunyi di dalamnya, menunggu untuk menyerang siapa pun yang berani masuk.

Kiko melangkah lebih dalam ke dalam hutan, memperhatikan sekeliling dengan waspada. Setiap langkahnya terasa berat, seolah-olah tanah di bawah kakinya dipenuhi dengan energi gelap yang mencoba menariknya ke bawah. Suara-suara samar mulai terdengar dari kejauhan—seperti bisikan-bisikan yang tak jelas dari makhluk yang tak terlihat. Kiko tahu bahwa sesuatu sedang mengawasinya.

"Ini pasti sumber kegelapan," pikir Kiko sambil terus melangkah. Cahaya Tertinggi di tangannya bersinar lebih terang saat ia masuk lebih dalam, mengusir sebagian kegelapan di sekitarnya. Namun, setiap kali cahaya itu menyebar, kegelapan di sekitar tampak semakin padat, seolah-olah melawan kehadirannya.

Tiba-tiba, Kiko mendengar suara langkah kaki berat di belakangnya. Ia segera berbalik, bersiap menghadapi apa pun yang datang. Dari balik pepohonan, muncul sosok besar dan gelap. Tubuhnya diselimuti oleh bayangan yang bergerak seperti kabut, dengan mata merah yang bersinar dari dalam kegelapan.

Sosok itu tampak seperti penjaga hutan yang sudah lama hilang, tetapi kini tubuhnya telah berubah menjadi makhluk yang penuh dengan kegelapan. Dengan langkah perlahan, makhluk itu mendekati Kiko, matanya memancarkan kebencian dan rasa lapar.

Kiko menggenggam Cahaya Tertinggi lebih erat, mengangkatnya ke arah makhluk itu. "Siapa kau?" serunya. "Apa yang terjadi padamu?"

Makhluk itu tidak menjawab, hanya mengeluarkan raungan rendah yang terdengar seperti gabungan antara kemarahan dan penderitaan. Ia meluncur maju dengan kecepatan luar biasa, menyerang Kiko dengan kekuatan yang mengejutkan.

Kiko menghindar dengan cepat, menggunakan kecepatan dan kelincahannya untuk menghindari serangan mematikan dari makhluk itu. Setiap kali makhluk itu menyerang, bayangan di sekelilingnya tampak semakin kuat, seolah-olah kegelapan di hutan ini adalah sumber kekuatannya.

Kiko menyadari bahwa ia tidak bisa hanya bertahan. Ia harus menyerang, tetapi serangan yang langsung menggunakan Cahaya Tertinggi bisa memperkuat kegelapan makhluk itu, seperti yang ia pelajari di pertempuran sebelumnya. Ia harus menemukan cara untuk mengimbangi kekuatan gelap yang menguasai hutan ini.

Dengan napas yang teratur, Kiko mulai menurunkan intensitas Cahaya Tertinggi, membiarkannya bersinar lembut seperti yang ia lakukan di Pulau Kabut. Ia menyadari bahwa melawan kegelapan di sini bukan tentang menghancurkan, tetapi tentang menyelaraskan.

Saat Cahaya Tertinggi mulai bersinar lebih lembut, makhluk itu tampak ragu. Serangan-serangannya menjadi lebih lambat, dan bayangan yang menyelimuti tubuhnya mulai terlihat lebih tipis.

Kiko memanfaatkan momen ini untuk mendekati makhluk itu dengan hati-hati. "Kau tidak harus terjebak dalam kegelapan ini," katanya dengan suara lembut. "Biarkan aku membantumu menemukan kembali dirimu."

Makhluk itu terhenti, tubuhnya yang besar tampak gemetar, seolah-olah ada konflik yang terjadi di dalam dirinya. Cahaya Tertinggi di tangan Kiko semakin bersinar lembut, memberikan energi yang menenangkan, bukan agresif.

Dengan perlahan, bayangan di sekitar makhluk itu mulai memudar, memperlihatkan sosok manusia yang dulu ada di dalamnya. Mata merahnya perlahan berubah menjadi normal, dan tubuhnya yang penuh kegelapan mulai kembali ke bentuk aslinya.

Makhluk itu kini terlihat seperti seorang pria, wajahnya penuh dengan kelelahan dan kesedihan. "Aku... aku tersesat dalam kegelapan," katanya dengan suara serak. "Hutan ini... merenggut jiwaku."

Kiko mengangguk, merasa iba pada pria itu. "Kegelapan bukan untuk dihancurkan, tetapi untuk diselaraskan. Kau bisa kembali."

Pria itu tersenyum tipis, dan tubuhnya perlahan-lahan menghilang menjadi debu cahaya, membebaskan dirinya dari kutukan kegelapan yang telah menguasainya. Hutan di sekitar Kiko tampak lebih terang sekarang, meskipun masih ada kegelapan yang tersisa.

Kiko tahu bahwa ini hanyalah awal dari apa yang tersembunyi di hutan ini. Kegelapan yang lebih besar masih menunggu, dan ia harus melanjutkan perjalanannya untuk menemukan sumber sejati dari ancaman yang menghantui desa ini.

Dengan tekad yang lebih kuat, Kiko melangkah lebih dalam ke dalam hutan, siap untuk menghadapi kegelapan yang tersisa.

**Akhir Chapter 5.3**
🌟🌟🌟

Rabbit And The Legend Of Orange Fur Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang