Volume 1: Chapter 4

16 3 0
                                    

🌟🌟🌟
**Chapter 1.4**

Dengan Lumia terbang di depan mereka, Kiko dan teman-temannya memasuki hutan ungu yang tampak misterius. Pepohonan di sini tinggi dan lebat, dengan dedaunan berwarna ungu gelap yang menutupi langit. Cahaya yang masuk ke dalam hutan terasa aneh, seolah-olah bercampur dengan kilauan emas dari Sungai Emas yang mereka tinggalkan.

"Lumia, apa yang sebenarnya kita hadapi di sini?" tanya Bobo, suaranya sedikit bergetar. Meski biasanya ia yang paling berani mencoba hal baru, suasana hutan ini membuatnya gugup.

Lumia menoleh ke belakang dan menenangkan mereka dengan senyumnya yang lembut. "Hutan ungu ini penuh dengan keajaiban, tetapi juga tantangan. Kalian mungkin akan bertemu dengan makhluk-makhluk aneh dan menghadapi rintangan yang menguji kecerdikan serta keberanian kalian. Namun ingat, kalian tidak sendiri. Aku di sini untuk membantu, dan yang paling penting, kalian memiliki satu sama lain."

Kiko menelan ludah, mencoba meredakan kegugupan yang mulai merayap di dalam dirinya. Ia tahu bahwa mereka harus tetap tenang dan bersatu jika ingin melewati hutan ini dengan selamat. "Ayo kita terus berjalan. Semakin cepat kita menemukan Ignis, semakin cepat kita bisa mengembalikan keseimbangan dunia ini."

Mereka melanjutkan perjalanan dengan hati-hati. Semakin jauh mereka masuk ke dalam hutan, semakin aneh suasananya. Terdengar bisikan lembut di antara pepohonan, seolah-olah hutan itu sendiri sedang berbicara kepada mereka. Kadang-kadang, bayangan bergerak cepat di sudut mata mereka, membuat mereka merasa diawasi.

Tiba-tiba, mereka tiba di sebuah area terbuka kecil di tengah hutan, di mana sebuah jembatan gantung terentang di atas jurang yang dalam. Jurang itu begitu dalam hingga mereka tidak bisa melihat dasarnya, hanya kegelapan yang pekat di bawah mereka.

"Kita harus menyeberangi jembatan itu?" tanya Lala dengan ragu. "Jembatan ini terlihat rapuh. Bagaimana kalau kita jatuh?"

Kiko mendekati tepi jembatan dan mengamatinya. Jembatan itu memang terlihat tua, dengan beberapa papan kayu yang mulai lapuk. Namun, ini adalah satu-satunya jalan yang tampaknya bisa membawa mereka lebih dekat pada tujuan mereka.

"Kita tidak punya pilihan lain," kata Kiko dengan mantap. "Kita harus menyeberang, tapi kita harus berhati-hati. Kita bisa menyeberang satu per satu agar jembatan tidak terlalu berat."

Tito, yang paling ringan di antara mereka, menawarkan diri untuk menyeberang lebih dulu. Ia melompat dengan gesit dari papan ke papan, memastikan setiap langkahnya stabil. Setelah Tito berhasil menyeberang, ia melambai pada teman-temannya, memberi isyarat bahwa aman untuk melanjutkan.

Bobo menyusul, dan meskipun jembatan berayun sedikit lebih keras karena bobotnya, ia berhasil sampai ke sisi lain tanpa masalah. Lala adalah yang berikutnya, dan meskipun ia tampak gugup, ia juga berhasil menyeberang dengan selamat.

Sekarang giliran Kiko. Ia melangkah hati-hati di atas papan-papan kayu itu, merasakan setiap derit dan goyangan. Namun, saat ia mencapai titik tengah jembatan, tiba-tiba angin kencang bertiup, menyebabkan jembatan berayun hebat. Kiko hampir kehilangan keseimbangan, dan rasa takut mulai menguasainya.

"Kiko, jangan takut! Kamu bisa melakukannya!" teriak Tito dari seberang, suaranya penuh dengan dorongan semangat.

Mendengar suara teman-temannya, Kiko menguatkan tekadnya. Ia menarik napas dalam-dalam, menenangkan dirinya, dan melangkah maju lagi. Satu langkah demi satu, dengan hati-hati, hingga akhirnya ia berhasil menyeberang dan sampai di sisi lain.

Begitu Kiko menyentuh tanah yang aman, teman-temannya langsung mengelilinginya. "Kamu hebat, Kiko!" seru Bobo dengan gembira.

Namun, kegembiraan mereka tidak berlangsung lama. Begitu mereka semua berada di sisi lain jembatan, sebuah suara aneh mulai terdengar dari balik pepohonan. Suara itu terdengar seperti raungan rendah yang bergema di seluruh hutan, membuat mereka semua terdiam dan waspada.

"Lumia, suara apa itu?" tanya Lala dengan suara yang hampir berbisik.

Lumia tampak cemas untuk pertama kalinya. "Itu mungkin makhluk yang menjaga hutan ini... Kita harus berhati-hati."

Mereka semua berdiri dalam ketegangan, mendengarkan dengan cermat saat suara raungan itu semakin mendekat. Tiba-tiba, dari balik pepohonan, muncul seekor makhluk besar dengan kulit bersisik dan mata merah menyala. Makhluk itu tampak seperti kadal raksasa, dengan cakar tajam dan ekor panjang yang mematikan.

"Kita harus lari!" seru Tito, siap untuk melompat dan kabur.

Namun, sebelum mereka sempat melarikan diri, Lumia melayang di depan mereka. "Tunggu! Jangan lari. Makhluk ini bisa lebih cepat dari kalian. Kita harus menggunakan kecerdikan."

Kiko menatap makhluk besar itu, otaknya bekerja cepat mencari cara untuk mengatasi situasi ini. Kemudian, ia teringat sesuatu—makhluk-makhluk besar sering kali memiliki kelemahan: mereka tidak begitu gesit dan kadang-kadang mudah terkecoh.

"Kita harus bekerja sama," kata Kiko dengan tegas. "Tito, kamu yang paling cepat, coba berlari mengitari makhluk itu untuk mengalihkan perhatiannya. Lala dan Bobo, kalian bisa gunakan apa pun yang ada di sekitar untuk menghalangi jalannya. Sementara itu, aku dan Lumia akan mencari cara untuk menjatuhkannya."

Tanpa ragu, Tito mulai berlari dengan cepat mengitari makhluk besar itu, membuatnya bingung dan berputar-putar di tempat. Sementara itu, Lala dan Bobo menggunakan batu dan dahan yang mereka temukan di sekitar mereka untuk melempari kaki makhluk itu, membuatnya tersandung dan kehilangan keseimbangan.

Di sisi lain, Kiko melihat sebuah dahan besar yang menjulur di atas makhluk itu. Ia memberi isyarat pada Lumia. "Bisakah kamu membantuku memotong dahan itu?"

Lumia mengangguk dan dengan cepat melayang ke dahan tersebut. Dengan menggunakan sedikit sihirnya, ia memotong dahan itu, membuatnya jatuh tepat di atas makhluk besar yang sedang kebingungan itu. Dahan besar tersebut mengenai kepala makhluk itu dengan keras, membuatnya jatuh ke tanah dengan suara gedebuk keras.

Makhluk besar itu tampak bingung dan pusing, lalu dengan raungan terakhir yang lemah, ia berbalik dan kabur ke dalam hutan, meninggalkan Kiko dan teman-temannya yang lega.

"Kita berhasil!" seru Bobo, penuh dengan kegembiraan.

Kiko tersenyum, merasakan kelegaan yang luar biasa. "Ini berkat kerja sama kita. Kita semua punya peran penting dalam mengatasi masalah ini."

Lumia melayang mendekat, matanya yang kecil bersinar dengan bangga. "Kalian melakukan pekerjaan yang hebat. Ini hanya awal dari petualangan kalian, tapi kalian sudah menunjukkan keberanian dan kecerdikan yang luar biasa."

Dengan semangat baru, mereka melanjutkan perjalanan mereka lebih dalam ke hutan ungu, siap untuk menghadapi tantangan berikutnya dan semakin yakin bahwa mereka bisa menemukan Ignis dan memulihkan keseimbangan dunia.

**Akhir Chapter 1.4**
🌟🌟🌟

Rabbit And The Legend Of Orange Fur Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang