Volume 3: Chapter 1

7 3 0
                                    

🌟🌟🌟
**Chapter 3.1**


Matahari baru saja terbit, dan sinarnya yang lembut menyinari dedaunan hijau yang masih basah oleh embun pagi. Di tengah-tengah hutan yang tenang ini, Kiko, Lala, Tito, dan Auri memulai hari baru mereka dengan semangat yang segar, meskipun hati mereka masih dipenuhi kenangan tentang Bobo.

Kiko bangun lebih awal dari biasanya. Ia duduk di bawah Pohon Besar, memandang ke arah matahari terbit dengan perasaan damai yang mulai ia rasakan kembali setelah kehilangan Bobo. Sejak malam itu di tepi Sungai Emas, ketika ia merasakan kehadiran Bobo melalui Batu Cahaya, Kiko mulai menemukan kekuatan baru di dalam dirinya. Ia tahu bahwa perjalanannya belum berakhir—dan mungkin baru saja dimulai.

Lala, yang selalu menjadi yang kedua bangun, segera menyusul Kiko. Ia duduk di samping Kiko, menghirup udara pagi yang segar. "Kiko, kamu tampak lebih baik hari ini," kata Lala dengan senyum lembut.

Kiko tersenyum kecil, meskipun ada kerinduan di matanya. "Aku merasa lebih baik, Lala. Aku masih merindukan Bobo, tapi aku tahu dia ingin kita melanjutkan. Ada banyak hal yang harus kita lakukan untuk menjaga hutan ini tetap aman."

Lala mengangguk setuju, merasa lega melihat Kiko perlahan-lahan kembali menemukan semangatnya. "Kamu benar. Kita punya tugas besar di depan kita, dan Bobo akan selalu menjadi bagian dari kita dalam setiap langkah yang kita ambil."

Tak lama kemudian, Tito dan Auri bergabung dengan mereka. Tito membawa beberapa buah beri segar yang ia kumpulkan di pagi hari, sementara Auri, seperti biasa, terbang rendah di sekitar mereka, matanya yang tajam mengamati segala sesuatu di sekeliling.

"Kalian siap untuk hari ini?" tanya Tito, menawarkan buah beri kepada Kiko dan Lala. "Aku pikir kita bisa memulai dengan berkeliling hutan, memastikan semuanya dalam keadaan baik."

Kiko mengangguk setuju, mengambil sebutir buah beri dari tangan Tito. "Itu ide yang bagus, Tito. Kita perlu memastikan bahwa tidak ada sisa-sisa kegelapan yang tersisa setelah pertempuran terakhir. Dan mungkin kita bisa berbicara lagi dengan makhluk-makhluk hutan, melihat apakah mereka membutuhkan bantuan kita."

Setelah sarapan ringan, mereka semua berangkat menuju bagian-bagian hutan yang jarang mereka kunjungi sebelumnya. Mereka berjalan melewati padang rumput yang luas, hutan pinus yang sejuk, dan lembah-lembah yang dalam, di mana suara gemericik air terjun dan kicauan burung menyambut mereka dengan riang.

Namun, di balik semua keindahan itu, Kiko tidak bisa menghilangkan perasaan aneh yang mulai tumbuh di dalam dirinya. Sesuatu tampak tidak benar, seolah-olah ada bayangan yang mengintai di balik semua cahaya yang mereka temui. Ia mencoba mengabaikan perasaan itu, tetapi seiring perjalanan mereka, perasaan itu semakin kuat.

"Kiko, apa kamu baik-baik saja?" tanya Tito tiba-tiba, memperhatikan bahwa Kiko tampak lebih pendiam dari biasanya.

Kiko menggelengkan kepalanya, mencoba menenangkan diri. "Aku... aku baik-baik saja, Tito. Hanya saja, aku merasa ada sesuatu yang tidak beres di hutan ini. Seperti ada yang mengintai kita."

Lala menatap Kiko dengan cemas. "Kamu pikir kegelapan itu kembali?"

Auri, yang mendengarkan dengan seksama, terbang lebih dekat dan berbicara dengan nada yang serius. "Kiko mungkin benar. Meskipun kita sudah mengalahkan bayangan besar itu, kekuatan gelap tidak mudah hilang begitu saja. Mungkin ada sesuatu yang tertinggal, sesuatu yang menunggu saat yang tepat untuk muncul kembali."

Mendengar itu, Kiko merasakan kegelisahan di dalam hatinya semakin kuat. "Kita harus berhati-hati. Mungkin ini hanya perasaanku, tapi kita tidak boleh mengabaikannya."

Mereka melanjutkan perjalanan dengan lebih waspada. Setiap suara di hutan, setiap gerakan di antara dedaunan, membuat mereka lebih siaga. Namun, meskipun mereka tidak menemukan tanda-tanda nyata dari ancaman, perasaan gelisah Kiko tidak kunjung hilang.

Saat mereka tiba di sebuah lembah yang luas, di mana bunga-bunga liar tumbuh dengan indah dan lebah-lebah sibuk mengumpulkan nektar, Kiko berhenti sejenak, mencoba memahami perasaannya.

"Aku merasa sesuatu sedang terjadi di sini," kata Kiko pelan, hampir tidak terdengar oleh yang lain.

Tito mendekat, menatap lembah dengan seksama. "Apa yang kamu rasakan, Kiko? Semuanya tampak baik-baik saja di sini."

Kiko menggeleng, masih mencoba memproses perasaannya. "Aku tidak tahu, Tito. Tapi ada sesuatu yang salah, aku bisa merasakannya."

Mereka semua berdiri diam, merasakan angin lembut yang bertiup melalui lembah, tetapi tidak ada yang aneh di sekitar mereka. Lala mendekati Kiko, meletakkan tangannya di pundak Kiko. "Kiko, mungkin kamu masih merasa tertekan setelah semua yang terjadi. Kita semua merasakan kehilangan itu."

Kiko mengangguk, mengerti apa yang Lala maksud, tetapi perasaan itu tetap ada. "Mungkin kamu benar, Lala. Tapi aku tetap merasa kita harus lebih waspada."

Setelah beberapa saat, mereka memutuskan untuk melanjutkan perjalanan kembali ke Pohon Besar. Namun, sepanjang perjalanan pulang, Kiko terus memikirkan perasaan aneh itu—perasaan bahwa ada sesuatu yang lebih besar dan lebih gelap yang bersembunyi di balik semua ketenangan ini. Ia tidak bisa mengabaikan perasaan itu, meskipun tidak ada bukti nyata yang mendukungnya.

Ketika mereka akhirnya tiba di Pohon Besar, hari sudah beranjak sore. Mereka duduk bersama di bawah pohon, mencoba merenungkan apa yang telah mereka temukan hari itu. Meskipun mereka tidak menemukan ancaman langsung, kegelisahan yang dirasakan Kiko mulai meresap ke dalam pikiran teman-temannya.

"Apa pun itu, kita harus tetap waspada," kata Kiko akhirnya, memecah keheningan. "Kita tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tetapi kita harus siap."

Lala dan Tito mengangguk setuju, meskipun ada ketegangan di wajah mereka. Auri, yang sejak tadi diam, akhirnya berbicara. "Kiko, perasaanmu mungkin benar. Kekuatan gelap tidak mudah hilang begitu saja. Tapi kita tidak akan sendirian. Kita akan menghadapinya bersama."

Malam itu, Kiko berbaring di tempat tidurnya, memandang langit yang dipenuhi bintang-bintang. Meskipun teman-temannya ada di sampingnya, ia merasa seolah-olah sedang berdiri di ambang sesuatu yang besar—sesuatu yang bisa mengubah segalanya. Bayangan dari pertempuran sebelumnya masih menghantuinya, dan ia tahu bahwa perjalanannya sebagai Penjaga Cahaya belum selesai.

"Apapun yang terjadi," bisik Kiko kepada dirinya sendiri, "aku harus siap."

Dan dengan itu, Kiko menutup matanya, mencoba untuk tidur, meskipun bayangan dari hari yang baru saja berlalu terus menghantui pikirannya. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi besok, tetapi ia tahu satu hal pasti, petualangannya baru saja dimulai.


**Akhir Chapter 3.1**
🌟🌟🌟

Rabbit And The Legend Of Orange Fur Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang