Volume 2: Chapter 6

9 3 0
                                    

🌟🌟🌟
**Chapter 2.6**

Pagi berikutnya, Kiko terbangun dengan perasaan yang lebih tenang. Setelah menemukan prasasti di Gua Kenangan dan membaca legenda tentang "Penjaga Cahaya," ia merasa bahwa meskipun banyak hal yang masih belum jelas, ia setidaknya memiliki petunjuk tentang siapa dirinya dan mengapa Batu Cahaya merespons dirinya dengan cara yang begitu aneh. Namun, ketenangan itu tidak berlangsung lama—ia tahu bahwa tantangan besar masih menanti.

Ketika Kiko keluar dari rumahnya, ia menemukan Lala, Tito, Bobo, dan Auri sudah berkumpul di bawah Pohon Besar. Mereka semua tampak lebih siap daripada biasanya, seolah-olah mereka tahu bahwa hari ini akan menjadi hari yang penting.

“Kiko, bagaimana perasaanmu?” tanya Lala dengan penuh perhatian.

Kiko tersenyum tipis. “Aku merasa sedikit lebih tenang, tapi juga lebih waspada. Aku merasa seperti ada sesuatu yang mendekat, sesuatu yang harus kita hadapi segera.”

Auri, yang hinggap di dahan rendah, mengangguk setuju. “Aku merasakan hal yang sama. Kegelapan yang kita hadapi di gua dan bayangan besar yang menyerang kita bukanlah kebetulan. Mereka mungkin tanda bahwa kekuatan gelap yang kita khawatirkan semakin dekat.”

Tito, yang biasanya penuh energi, tampak sedikit gugup. “Jadi, apa yang harus kita lakukan sekarang? Apakah kita akan mencari Batu Cahaya berikutnya, atau kita harus mempersiapkan diri untuk menghadapi bayangan itu lagi?”

Bobo, yang biasanya paling santai, kali ini tampak serius. “Kita perlu mencari batu berikutnya, tapi kita juga harus berhati-hati. Bayangan itu tidak akan berhenti sampai mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan, dan aku yakin mereka mengincar Batu Cahaya.”

Kiko mengangguk, merasa beban tanggung jawab yang besar di pundaknya. “Kita harus menemukan Batu Cahaya berikutnya secepat mungkin. Jika kita bisa mengumpulkan semuanya, mungkin kita bisa menghentikan kekuatan gelap itu sebelum mereka mendapatkan lebih banyak kekuatan.”

Lala, yang biasanya selalu berpikir dengan tenang, memandang Kiko dengan penuh keyakinan. “Kiko, Batu Cahaya ini meresponsmu dengan cara yang berbeda. Mungkin kamu bisa mencoba berkomunikasi dengan mereka, mencari tahu di mana batu berikutnya berada.”

Kiko memandang Batu Cahaya yang kini berada di tangannya. Batu itu bersinar dengan lembut, seolah-olah memahami percakapan mereka. Kiko memejamkan mata, mencoba merasakan energi yang mengalir dari batu tersebut. Ia mencoba berkonsentrasi, berharap bisa merasakan petunjuk tentang di mana Batu Cahaya berikutnya berada.

Perlahan, Kiko mulai merasakan getaran halus dari Batu Cahaya itu. Sebuah gambaran mulai terbentuk di dalam pikirannya—sebuah tempat yang dikelilingi oleh pohon-pohon besar dan air terjun yang mengalir deras. Tempat itu tampak damai, tetapi juga penuh dengan kekuatan yang tersembunyi.

“Aku melihatnya,” bisik Kiko, membuka matanya dengan cepat. “Tempat itu ada di dekat air terjun di ujung selatan hutan. Batu Cahaya berikutnya ada di sana.”

Tito tersenyum lebar, merasa bersemangat dengan petualangan baru ini. “Kalau begitu, ayo kita pergi ke sana sekarang! Mungkin kita bisa menemukan batu itu sebelum bayangan-bayangan itu datang lagi.”

Namun, Auri tampak lebih waspada. “Kita harus hati-hati, Tito. Tempat itu mungkin terlihat damai, tapi kita tidak tahu apa yang menunggu kita di sana. Kegelapan bisa bersembunyi di mana saja.”

Mereka semua setuju bahwa perjalanan ini harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian. Setelah mempersiapkan diri dengan baik, mereka segera berangkat menuju air terjun di ujung selatan Hutan Lembayung. Perjalanan itu cukup jauh, tetapi mereka tetap melangkah dengan mantap, mengikuti insting Kiko dan petunjuk yang diberikan oleh Batu Cahaya.

Rabbit And The Legend Of Orange Fur Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang