Volume 4: Chapter 4

2 2 0
                                    

🌟🌟🌟
**Volume 4, Chapter 4**


Kiko berlari melewati bukit-bukit pasir yang tak berujung, meninggalkan serigala-serigala bayangan yang terus mengikutinya. Gurun Mardura, dengan segala kekejamannya, memperlihatkan kekuatan alam dan kegelapan yang seolah bekerja sama untuk menghancurkan siapa pun yang berani memasuki wilayahnya. Angin kencang menghempaskan butiran pasir ke wajah Kiko, tetapi Cahaya Tertinggi yang masih bersinar di sisinya tetap memberikan panduan dan kehangatan di tengah badai pasir yang ganas.

Setelah berlari tanpa henti, Kiko akhirnya mencapai sebuah dataran luas di tengah gurun. Di depannya, tersembunyi di balik kabut pasir yang terus bergulung-gulung, berdiri sebuah reruntuhan besar yang tenggelam sebagian ke dalam pasir. Pilar-pilar batu menjulang dari tanah seperti jari-jari raksasa yang mencoba meraih langit, sementara sebagian besar bangunan kuno terkubur jauh di bawah permukaan pasir.

"Ini dia," bisik Kiko pada dirinya sendiri, napasnya masih terengah-engah. Kota yang terkubur di Gurun Mardura. Di sinilah kegelapan besar yang ia cari menunggu, tersembunyi di dalam reruntuhan yang telah lama ditinggalkan.

Namun, meskipun Kiko telah mencapai tujuan awalnya, ia merasakan sesuatu yang aneh di udara. Kegelapan di tempat ini jauh lebih kuat daripada yang pernah ia rasakan sebelumnya, bahkan lebih pekat daripada yang ada di Gunung Argen. Ada sesuatu di bawah kota ini—sesuatu yang sangat kuat, sesuatu yang menunggu untuk bangkit.

Kiko mendekati reruntuhan dengan hati-hati, setiap langkahnya terasa berat. Bayangan yang bergerak di sekitar kota terasa lebih hidup, seolah-olah kegelapan itu memiliki kesadaran dan sedang mengawasinya. Ia menggenggam Cahaya Tertinggi lebih erat, memastikan bahwa ia siap menghadapi apa pun yang muncul dari balik bayangan.

Saat ia memasuki reruntuhan kota, suara samar-samar mulai terdengar, seperti bisikan-bisikan dari bayang-bayang. Suara itu tampak berasal dari jauh di bawah tanah, mungkin dari dalam gua atau terowongan yang terkubur di bawah reruntuhan. Kiko memutuskan untuk mengikuti suara itu, yakin bahwa di sanalah pusat kegelapan yang harus ia hancurkan.

Setelah berjalan di antara reruntuhan selama beberapa saat, Kiko menemukan sebuah pintu batu besar yang setengah tertutup oleh pasir. Ukiran-ukiran kuno menghiasi pintu itu, menggambarkan sosok-sosok gelap yang seolah-olah menguasai dunia. Kiko bisa merasakan energi kuat yang mengalir dari balik pintu itu—energi yang penuh dengan kegelapan dan kejahatan.

Dengan hati-hati, Kiko menyingkirkan pasir yang menutupi pintu dan mendorongnya terbuka. Pintu itu berderit keras, dan di baliknya, sebuah terowongan gelap terbentang menuju bawah tanah. Kiko menarik napas dalam-dalam sebelum melangkah masuk ke dalam terowongan.

Terowongan itu panjang dan berkelok-kelok, dengan dinding-dinding batu yang penuh dengan lumut dan ukiran-ukiran kuno yang semakin jelas. Cahaya Tertinggi bersinar terang, menerangi jalan di depannya. Setiap langkah yang ia ambil membuat suara bisikan itu semakin keras, seperti suara-suara hantu dari masa lalu yang sedang menunggu kebangkitan mereka.

Saat Kiko semakin dalam, ia mulai merasakan kegelapan itu menggerogoti pikirannya, seolah-olah mencoba menariknya ke dalam kegelapan abadi. Tapi Kiko tidak gentar. Ia tahu bahwa ini adalah ujian lain dari kegelapan—mencoba memecahkan mentalnya sebelum ia bisa mencapai inti dari kekuatan jahat ini.

Setelah berjalan selama beberapa waktu, Kiko tiba di sebuah ruangan besar yang berada jauh di bawah tanah. Di tengah ruangan itu, ada sebuah altar batu besar, dengan sebuah bola gelap yang melayang di atasnya. Bola itu tampak berputar perlahan, memancarkan cahaya hitam yang seolah-olah menghisap semua cahaya di sekitarnya. Itu adalah pusat dari kegelapan di tempat ini—Inti Bayangan.

Namun, saat Kiko melangkah lebih dekat, sosok bayangan muncul dari balik altar. Sosok itu tinggi dan besar, dengan jubah hitam yang menyatu dengan kegelapan di sekitarnya. Mata sosok itu bersinar merah, penuh kebencian dan kekuatan. Kiko segera mengenali sosok ini sebagai Penjaga Bayangan, pelindung dari Inti Bayangan yang terkutuk.

"Siapa kau yang berani menginjakkan kaki di tempat suci ini?" suara Penjaga Bayangan bergema di seluruh ruangan, membuat dinding-dinding bergetar. "Kegelapan di sini telah ada sejak zaman dahulu, dan kau tidak akan menghancurkannya."

Kiko berdiri tegak, mengangkat Cahaya Tertinggi di tangannya. "Namaku Kiko. Aku datang untuk menghentikan kegelapan yang kau jaga. Dunia ini tidak akan jatuh ke dalam kekuatan gelap yang kau lindungi."

Penjaga Bayangan tertawa dingin, suaranya penuh dengan kebencian. "Kau pikir hanya karena kau memiliki cahaya, kau bisa mengalahkan kegelapan yang sudah ada selama ribuan tahun? Banyak yang mencoba, dan semua berakhir menjadi bagian dari bayangan ini. Kau tidak akan berbeda."

Tanpa peringatan, Penjaga Bayangan melancarkan serangan. Dari ujung jubah hitamnya, bayangan-bayangan yang menyerupai makhluk-makhluk kelam meluncur ke arah Kiko dengan kecepatan luar biasa. Kiko segera bereaksi, mengangkat Cahaya Tertinggi dan menciptakan perisai cahaya untuk melindungi dirinya dari serangan pertama.

Cahaya dan kegelapan bertabrakan dengan kekuatan besar, menciptakan ledakan energi yang mengguncang ruangan. Kiko tahu bahwa pertempuran ini tidak akan mudah. Penjaga Bayangan bukanlah musuh biasa—ia memiliki kekuatan yang berasal langsung dari Inti Bayangan, membuatnya lebih kuat daripada makhluk bayangan biasa yang pernah ia hadapi.

Kiko bergerak cepat, menggunakan kecepatan dan teknik yang telah ia pelajari dari Master Raiko. Setiap serangan yang ia lancarkan diiringi dengan kilauan cahaya, tetapi Penjaga Bayangan terus menghindar dengan gerakan yang halus dan cepat, tubuhnya seolah menyatu dengan bayangan di sekitarnya.

"Kau tidak bisa menyentuhku, anak muda," ejek Penjaga Bayangan, suaranya menggema di seluruh ruangan. "Kegelapan ini adalah rumahku, dan aku mengendalikannya dengan sempurna."

Namun, Kiko tidak menyerah. Ia tahu bahwa musuh ini tidak bisa dikalahkan hanya dengan kekuatan fisik. Ia harus menghancurkan sumber kekuatannya—Inti Bayangan yang melayang di atas altar. Selama inti itu masih ada, Penjaga Bayangan akan terus mendapatkan kekuatannya dari kegelapan di sekitarnya.

Dengan pemikiran itu, Kiko mengubah strateginya. Alih-alih menyerang Penjaga Bayangan secara langsung, ia mulai bergerak menuju altar di tengah ruangan. Setiap langkahnya diiringi dengan serangan dari bayangan, tetapi Cahaya Tertinggi terus bersinar terang, menghalau setiap serangan yang mendekat.

Penjaga Bayangan segera menyadari niat Kiko dan melancarkan serangan yang lebih ganas. "Kau tidak akan menyentuh Inti Bayangan ini!" teriaknya dengan kemarahan yang membara.

Namun, Kiko tetap fokus. Dengan gerakan yang cepat, ia melompat ke atas altar, langsung menuju Inti Bayangan yang melayang di udara. Cahaya Tertinggi di tangannya mulai bersinar lebih terang, menyilaukan seluruh ruangan.

Saat Kiko mendekati Inti Bayangan, ia merasakan kekuatan gelap itu berusaha melawannya, mencoba menariknya ke dalam kegelapan yang tak berujung. Namun, Kiko tidak goyah. Dengan seluruh kekuatan yang ia miliki, ia mengangkat Cahaya Tertinggi dan menyerangnya langsung ke pusat Inti Bayangan.

Begitu Cahaya Tertinggi menyentuh Inti Bayangan, terjadi ledakan besar. Cahaya dan kegelapan bertabrakan, menciptakan ledakan energi yang mengguncang seluruh reruntuhan. Ruangan itu dipenuhi dengan cahaya terang yang menyilaukan, memecahkan kegelapan yang melingkupi tempat itu selama ribuan tahun.

Penjaga Bayangan berteriak dengan suara yang menggetarkan tanah, tubuhnya mulai memudar seiring dengan hancurnya Inti Bayangan. "Tidak... ini tidak mungkin... kau menghancurkan semuanya..." jeritnya sebelum tubuhnya hancur menjadi abu, lenyap dalam kegelapan yang runtuh.


**Akhir Chapter 4.4**
🌟🌟🌟

Rabbit And The Legend Of Orange Fur Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang