Volume 6: Chapter 5

1 1 0
                                    

🌟🌟🌟
**Chapter 6.5**

Setelah berhasil memperkuat segel yang menahan Sang Penunggang Kegelapan di Lembah Purba, Kiko merasakan kelegaan yang sangat besar. Namun, meski tugas besar itu telah diselesaikan, ia sadar bahwa dunia ini masih memiliki banyak rahasia yang belum terungkap. Kegelapan yang ia hadapi di kuil kuno bukanlah akhir dari perjalanannya, melainkan awal dari sesuatu yang lebih besar. Keseimbangan telah dipertahankan, tapi kekuatan yang mengancam dunia tidak pernah benar-benar hilang.

Kiko dan Soraya meninggalkan kuil kuno di Lembah Purba dengan langkah yang tenang, tetapi hati Kiko masih dipenuhi dengan banyak pertanyaan. Dia merasa ada sesuatu yang masih tersembunyi, sesuatu yang lebih besar dari sekadar menjaga keseimbangan antara cahaya dan kegelapan.

“Perjalanan ini semakin terasa berat,” Kiko berkata sambil menatap langit yang mulai berubah jingga menjelang senja. “Segel itu memang telah diperkuat, tapi aku merasakan ada kekuatan lain yang bergerak di balik semua ini. Sesuatu yang lebih dari Sang Penunggang Kegelapan.”

Soraya berjalan di sampingnya, matanya tertuju ke kejauhan. “Kau tidak salah, Kiko. Dunia ini tidak pernah benar-benar aman, bahkan ketika keseimbangan tampak stabil. Selalu ada kekuatan yang menunggu kesempatan untuk mengganggu harmoni yang kita ciptakan.”

Kiko terdiam sejenak, merenungkan kata-kata Soraya. Sejak dia menjadi Penjaga Cahaya, dia telah belajar bahwa tugas ini bukanlah tentang menghancurkan kegelapan sepenuhnya, tetapi tentang memastikan keseimbangan antara dua kekuatan besar—cahaya dan kegelapan. Namun, semakin jauh dia melangkah, semakin jelas baginya bahwa tugas ini jauh lebih rumit daripada yang pernah ia bayangkan.

Saat malam mulai turun, Kiko dan Soraya memutuskan untuk beristirahat di sebuah perbukitan yang menghadap lembah. Di bawah cahaya bintang, Kiko duduk termenung, merenungi langkah-langkah berikutnya. Soraya, yang duduk di dekatnya, akhirnya memecah keheningan.

“Kiko,” panggilnya lembut, “ada satu hal yang belum kuberitahukan padamu. Setelah bertahun-tahun menjaga keseimbangan di dunia ini, aku mulai melihat bahwa kegelapan dan cahaya tidak selalu datang dari luar. Terkadang, ancaman terbesar datang dari dalam diri kita sendiri.”

Kiko menoleh, menatap Soraya dengan mata penuh rasa ingin tahu. “Maksudmu dari dalam diriku? Aku tidak mengerti.”

Soraya mengangguk pelan, wajahnya tampak penuh kebijaksanaan. “Cahaya Tertinggi yang kau bawa adalah kekuatan luar biasa, tapi itu juga bisa menjadi beban besar. Semakin besar kekuatan yang kau miliki, semakin besar bayangan yang ditinggalkannya. Ini adalah hukum alam yang tidak bisa dihindari.”

“Bayangan?” Kiko bertanya, sedikit bingung. “Apa maksudmu? Apakah ini tentang ketakutanku atau kelemahanku?”

Soraya tersenyum tipis. “Tidak hanya tentang ketakutan atau kelemahanmu. Setiap Penjaga Cahaya memiliki bayangan—sisi gelap dari dirinya sendiri. Selama ini kau telah bertarung melawan kegelapan di luar, tapi pada titik tertentu, kau akan dihadapkan pada kegelapan yang ada di dalam dirimu sendiri.”

Kiko merasakan bulu kuduknya meremang. “Kegelapan dalam diriku? Aku tidak pernah menyadari bahwa ada kegelapan di dalam diriku. Aku selalu berpikir bahwa Cahaya Tertinggi adalah sesuatu yang murni.”

Soraya menggeleng. “Tidak ada yang benar-benar murni, Kiko. Bahkan Cahaya Tertinggi, yang merupakan sumber cahaya paling suci, memiliki bayangannya sendiri. Untuk benar-benar menguasai kekuatanmu, kau harus mengenali bayangan itu, dan tidak melawannya, tetapi menerimanya.”

Kiko terdiam, pikirannya penuh dengan keraguan dan ketidakpastian. Dia tahu Soraya tidak berbicara sembarangan, tetapi menerima bahwa ada kegelapan dalam dirinya adalah hal yang sulit untuk diterima.

“Bagaimana aku bisa menghadapi sesuatu yang tidak pernah aku sadari ada?” tanya Kiko, suaranya pelan namun dipenuhi dengan kekhawatiran.

Soraya menatapnya dengan lembut. “Kau tidak perlu mencari bayangan itu, Kiko. Ia akan datang padamu saat waktunya tiba. Yang perlu kau lakukan sekarang adalah tetap tenang dan terus menjaga keseimbangan di dalam dirimu. Ketika saatnya tiba, kau akan tahu apa yang harus dilakukan.”

Kiko menghela napas panjang, mencoba meresapi kata-kata Soraya. Selama ini, dia telah berfokus pada kekuatan yang dia hadapi dari luar, tetapi sekarang, dia menyadari bahwa mungkin ancaman terbesar justru berasal dari dalam dirinya sendiri. Jika ada kegelapan di dalam dirinya, maka itu adalah tantangan yang harus dia hadapi, tidak hanya sebagai Penjaga Cahaya, tetapi juga sebagai seseorang yang mencari keseimbangan dalam dirinya.

Malam itu, Kiko terjaga cukup lama, merenungi apa yang telah Soraya katakan. Cahaya bintang di langit yang biasanya menenangkan kini terasa sedikit berbeda—seperti ada pesan tersembunyi di dalamnya yang mencoba berbicara padanya. Bayangan dalam diriku, pikir Kiko. Bagaimana mungkin aku bisa melawannya jika aku bahkan tidak tahu apa itu?

Keesokan paginya, Kiko dan Soraya melanjutkan perjalanan mereka. Mereka masih belum memiliki tujuan yang pasti, tetapi Soraya tampaknya tahu ke mana mereka harus pergi. “Ada sebuah tempat,” kata Soraya, “di mana kau bisa memulai perjalanan untuk menghadapi bayanganmu. Tempat itu dikenal sebagai Kuil Refleksi, dan di sana, banyak penjaga sebelum dirimu telah menghadapi ujian yang sama.”

Kiko memandang Soraya, penuh rasa ingin tahu. “Kuil Refleksi? Apa yang akan aku hadapi di sana?”

“Kuil Refleksi adalah tempat di mana kau akan melihat diri sejati. Apa pun yang kau sembunyikan di dalam dirimu, ketakutan, keraguan, atau bahkan ambisi tersembunyi, akan muncul di sana. Ujian itu bukan tentang melawan musuh, tetapi tentang menghadapi kebenaran tentang dirimu sendiri.”

Kiko merasa dadanya sesak mendengar penjelasan Soraya. “Dan jika aku gagal menghadapi bayangan itu?”

Soraya menatap Kiko dengan serius. “Kegagalan bukan berarti kau akan kehilangan kekuatanmu. Namun, jika kau gagal menerima bayanganmu, kau tidak akan pernah benar-benar menguasai Cahaya Tertinggi. Kau akan selalu berada di bawah bayanganmu sendiri, terperangkap dalam keraguan dan ketakutan.”

Kiko menelan ludah, menyadari betapa beratnya ujian yang menantinya. Tapi di balik rasa takut itu, dia juga merasa tekad yang semakin kuat tumbuh dalam dirinya. Jika ini adalah bagian dari perjalanannya, maka dia harus melaluinya, apa pun risikonya.

Beberapa hari kemudian, mereka tiba di Kuil Refleksi, sebuah tempat yang terletak di tengah hutan yang sunyi. Kuil itu terlihat sangat tua, dengan batu-batu besar yang dipenuhi lumut, dan sebuah danau yang berkilau di depan pintu masuknya. Air di danau itu begitu tenang, seolah-olah tidak pernah tersentuh oleh angin, memantulkan bayangan kuil dan pepohonan di sekitarnya.

Soraya berdiri di tepi danau dan menatap Kiko. “Di sinilah perjalananmu yang sebenarnya dimulai, Kiko. Setelah kau masuk, aku tidak bisa ikut bersamamu. Ujian ini adalah ujian pribadi, dan hanya kau yang bisa melewatinya.”

Kiko merasa cemas, tetapi dia mengangguk dengan tegas. “Aku siap. Apa pun yang menantiku di dalam, aku akan menghadapinya.”

Soraya tersenyum penuh harapan. “Kau lebih siap dari yang kau kira, Kiko. Percayalah pada kekuatan dan hati nuranimu. Di dalam dirimu ada cahaya yang lebih besar dari yang pernah kau bayangkan.”

Dengan langkah mantap, Kiko berjalan menuju pintu masuk Kuil Refleksi. Pintu batu besar itu terbuka dengan sendirinya, mengeluarkan suara berat saat Kiko mendekat. Cahaya dari dalam kuil tampak hangat, namun di balik cahaya itu, Kiko bisa merasakan kehadiran sesuatu yang lebih dalam dan gelap.

Tanpa ragu, Kiko melangkah masuk ke dalam kuil, siap untuk menghadapi bayangan dirinya sendiri—dan menemukan kebenaran yang tersembunyi di dalam jiwanya.

**Akhir Chapter 6.5**
🌟🌟🌟

Rabbit And The Legend Of Orange Fur Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang