Volume 4: Chapter 6

2 2 0
                                    

🌟🌟🌟
**Volume 4, Chapter 6**

Setelah pertemuannya dengan Maru, Kiko merasa sebuah tekad baru bangkit di dalam dirinya. Gurun Mardura telah ditinggalkan dengan kegelapan yang telah sirna, tetapi tujuan berikutnya jauh lebih berbahaya: **Lautan Hitam**—sebuah tempat yang menurut legenda tersembunyi di timur, penuh dengan makhluk-makhluk kegelapan purba yang belum pernah disentuh oleh cahaya.

Kiko memutuskan untuk tidak membuang waktu lagi. Perjalanan menuju Lautan Hitam akan menjadi panjang dan penuh bahaya. Dia harus melewati daratan-daratan asing dan lautan yang tak bersahabat, dan hanya ada sedikit informasi yang dia miliki tentang apa yang menunggunya di sana. Namun, satu hal yang pasti: kegelapan yang lebih besar sedang berkumpul, dan Kiko tahu bahwa misinya sekarang lebih penting dari sebelumnya.

Dengan Cahaya Tertinggi di tangannya, Kiko meninggalkan oasis kecil di tepi gurun dan mulai melangkah ke arah timur. Matahari terbit di atas horizon, memancarkan kehangatan yang kontras dengan rasa dingin yang masih menggelayuti hatinya. Meskipun kegelapan yang ia hadapi di masa lalu telah sirna, Kiko tahu bahwa kehadiran kegelapan tidak pernah benar-benar hilang.

Hari-hari berlalu dengan cepat saat Kiko berjalan melalui padang pasir, menyusuri jalan-jalan berdebu dan desa-desa yang mulai jarang ia temui. Setiap tempat yang ia lewati tampak seperti sebuah dunia yang baru, dengan penduduk yang hidup dengan cara berbeda. Namun, Kiko tidak punya waktu untuk berhenti lama-lama. Misi yang ia emban terlalu mendesak, dan Lautan Hitam semakin dekat.

Suatu malam, setelah berjalan sepanjang hari, Kiko mendirikan tenda di sebuah bukit yang menghadap ke daratan yang luas. Angin malam bertiup lembut, dan bintang-bintang bersinar terang di atasnya. Ia duduk di samping api kecil yang dibuatnya, merenungkan perjalanan yang sudah ia tempuh sejauh ini. Dalam keheningan malam, pikirannya kembali ke masa lalu—masa-masa ketika Tito, Lala, dan Auri masih berada di sampingnya.

Meskipun teman-temannya telah tiada, Kiko merasa bahwa mereka masih bersamanya dalam semangat. Cahaya Tertinggi yang berpendar lembut di sisinya menjadi pengingat bahwa ia tidak benar-benar sendirian. Namun, di saat yang sama, rasa kehilangan itu tetap menyengat di hatinya. Kiko tahu bahwa tidak ada yang bisa menggantikan mereka, tetapi ia harus melanjutkan hidup, harus melanjutkan perjuangan ini demi dunia yang mereka cintai.

Saat Kiko hampir terlelap, suara gemerisik terdengar dari balik pepohonan yang berada tidak jauh dari perkemahannya. Ia segera bangkit, siap siaga dengan Cahaya Tertinggi di tangannya. Matanya menyipit, mencoba menembus kegelapan yang kini menyelimuti sekelilingnya.

Dari balik bayang-bayang, sesosok bayangan kecil muncul, namun Kiko segera menyadari bahwa itu bukanlah ancaman. Seekor rubah kecil dengan bulu perak melompat keluar dari pepohonan, matanya yang bercahaya memantulkan cahaya api yang redup.

"Rubah perak," bisik Kiko, sedikit terkejut. Menurut cerita rakyat yang pernah didengarnya, rubah perak adalah makhluk yang membawa pesan dari para roh alam atau peringatan dari masa depan.

Rubah itu memandang Kiko dengan mata yang dalam, seolah-olah mengerti segala yang telah ia alami. Ia tidak mengeluarkan suara apa pun, hanya berdiri di sana, menatap Kiko dengan intensitas yang aneh. Kiko, yang selalu percaya pada tanda-tanda alam, merasa bahwa rubah itu membawa pesan penting.

"Apakah kau datang untuk memperingatkanku tentang sesuatu?" tanya Kiko, berharap makhluk itu bisa memberikan jawaban. Tapi rubah itu hanya berbalik, berjalan perlahan menjauh, lalu berhenti di tepi hutan, menoleh ke arah Kiko seolah-olah mengajaknya mengikuti.

Kiko merasakan dorongan kuat untuk mengikuti rubah itu. Dengan hati-hati, ia mengemasi barang-barangnya dan memadamkan api sebelum berjalan di belakang rubah tersebut. Hewan kecil itu membimbingnya melewati jalan setapak yang tersembunyi di balik pepohonan, menyusuri hutan yang semakin lebat dan gelap. Meskipun perjalanan itu penuh dengan bayang-bayang, Cahaya Tertinggi di tangannya terus bersinar, memberikan rasa aman di tengah kegelapan.

Setelah beberapa waktu, rubah itu membawanya ke sebuah tempat terbuka, sebuah lembah kecil yang dipenuhi dengan cahaya bulan. Di tengah lembah itu, terdapat sebuah danau kecil yang airnya jernih, memantulkan bintang-bintang yang berkelap-kelip di langit. Di sekeliling danau, terdapat batu-batu kuno yang diukir dengan simbol-simbol aneh yang Kiko belum pernah lihat sebelumnya.

Rubah perak itu berhenti di tepi danau, menundukkan kepalanya sebelum menghilang dengan perlahan di balik kabut yang tiba-tiba muncul. Kiko mendekati danau itu, merasa ada sesuatu yang sangat kuat di tempat ini. Cahaya Tertinggi di tangannya tampak bersinar lebih terang, merespons energi yang ada di lembah ini.

Kiko berlutut di tepi air, melihat ke dalam danau yang tenang. Tiba-tiba, bayangan di dalam air bergerak, dan seolah-olah permukaan danau itu berubah menjadi cermin, memperlihatkan sebuah pemandangan dari masa depan. Di dalam air, Kiko melihat Lautan Hitam—gelap dan dalam, penuh dengan makhluk-makhluk yang tak terbayangkan. Ombak-ombak laut itu memukul keras ke pantai, membawa serta bayangan-bayangan yang tampak hidup. Di kejauhan, sebuah menara hitam menjulang dari laut, dikelilingi oleh kabut pekat dan badai yang tak pernah berhenti.

Di dalam menara itu, Kiko melihat sosok bayangan lain—sosok yang besar, lebih gelap dari semua makhluk yang pernah ia temui. Sosok itu memegang sebuah tongkat yang memancarkan energi kegelapan, dan di sekelilingnya, ada pasukan bayangan yang siap menghancurkan apa pun yang menghalangi jalan mereka.

Kiko mundur, napasnya tertahan. "Ini... ini adalah musuh yang akan kutemui di Lautan Hitam," pikirnya. Sosok yang ia lihat jelas bukan musuh biasa. Itu adalah kekuatan kegelapan yang jauh lebih kuat daripada Penjaga Bayangan yang telah ia kalahkan. Sosok itu tampak seperti raja kegelapan yang memerintah dari kedalaman Lautan Hitam.

Kiko tahu bahwa ini adalah peringatan—peringatan bahwa ia harus lebih kuat dan lebih siap untuk menghadapi musuh yang akan datang. Dengan hati yang semakin mantap, Kiko berdiri dari tepi danau. Ia memandang ke arah tempat rubah perak menghilang dan berterima kasih dalam hati untuk peringatan yang diberikan.

Keesokan paginya, Kiko melanjutkan perjalanannya dengan langkah yang lebih tegas. Ia tahu bahwa Lautan Hitam menantinya, dan musuh yang berada di sana tidak akan mudah dikalahkan. Tapi kali ini, Kiko tidak merasa takut. Meskipun ancaman itu lebih besar dari yang pernah ia hadapi, ia percaya pada Cahaya Tertinggi dan tekad yang ia miliki.

Perjalanan menuju Lautan Hitam terus berlanjut selama beberapa minggu. Daratan yang ia lewati mulai berubah dari gurun yang panas menjadi hutan lebat, dan akhirnya, ia tiba di pantai timur. Dari kejauhan, ia bisa melihat Lautan Hitam yang luas dan suram, tampak seperti cermin gelap yang tak terhingga. Ombak besar memukul pantai dengan keras, dan di atasnya, awan gelap berkumpul, menciptakan suasana yang mengerikan.

Kiko berdiri di tepi pantai, menatap laut yang bergejolak. Di kejauhan, bayangan menara hitam yang ia lihat di danau mulai tampak samar di tengah kabut. Ini adalah tempat di mana kegelapan terkuat berkumpul, dan di sanalah musuh terbesarnya menunggu.

Dengan napas panjang, Kiko bersiap untuk menghadapi tantangan terbesar dalam perjalanannya. Cahaya Tertinggi di tangannya bersinar lebih terang, seolah-olah merespons tekad yang ada di hatinya.

"Aku siap," kata Kiko, suaranya penuh dengan keberanian.

Lautan Hitam mungkin tampak tak terhingga, penuh dengan kegelapan yang mengancam, tetapi Kiko tidak akan mundur. Perjalanannya baru saja mencapai babak baru, dan ia akan menghadapi apa pun yang datang untuk melindungi dunia ini dari kehancuran.


**Akhir Chapter 4.6**
🌟🌟🌟

Rabbit And The Legend Of Orange Fur Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang