Pergi untuk selamanya

149 4 0
                                    

Happy Reading....

***

Setelah mendapatkan izin dari petugas, cahaya menemani embun yang sudah tidak bernyawa sampai kerumah sakit. Ia tersenyum kecut melihat mata bening embun tertutup rapat, tidak ada lagi mata yang ia sukai lagi di dunia ini.

"Lo tau mata siapa paling gua suka didunia ini? " Tanya cahaya pada embun sedang mendengarkan cerita cahaya di gazebo rumahnya.

"Mata mama, papa... " Tebak embun yang mendapat gelengan dari cahaya.

"Mata lo.  Lo tau, setiap liat mata lo, gua selalu terpesona, dan gua juga selalu ngerasa adem. " Jujur cahaya yang mendapatkan timpukan bantal dari embun yang tidak percaya dengan perkataan cahaya.

Cahaya menghapus air mata yang luruh kembali setelah mengingat kebersamaannya dengan embun. Sekarang ia punya tugas yang lebih penting dari pada menangisi kepergian saudara sepupunya.

Ia harus secepatnya mencari pelaku dari kepergiannya embun. Siapa yang berpotensi melakukan ini semua pada embun?.

Ia harus memberitahu keluarganya, jika dirinya bertemu dengan embun di rumah sakit. Supaya kedua orangtuanya segera datang dan menyelesaikan masalah embun, dan ia akan mencari tahu dengan caranya sendiri.

Sesampainya di rumah sakit, embun langsung di bawa ke ruang autopsi yang akan memberikan penjelasan apa penyebab kematian embun.

"Ca... "

Cahaya menoleh kearah salju dan kedua pria yang punya kekuasaan tinggi di organisasi colombe. Mereka mengikutinya sampai rumah sakit, meninggalkan lokasi kejadian yang sedang di selidiki pihak kepolisian. Para siswa-siswi juga di liburkan untuk beberapa hari ini untuk kegiatan penyelidikan.

"You okey.. " Tanya salju yang sedikit khawatir dengan keadaan sahabatnya yang terlihat pucat.

"I'am oke. "Balas cahaya yang sedikit membuat salju lega mendengar keadaan cahaya.

" Kata polisi apa? "

"Untuk saat ini pihak kepolisian masih menyelidiki penyebabnya.  Tapi, mereka nemuin handphone dan kalung yang ada liontin cery di rooftop. " Jawab salju yang di benarkan oleh samudera dan xabiru yang ikut serta menunggu hasil autopsi embun.

Liontin cery.
Cahaya sedikit terkejut mendengar penjelasan salju, terlintas di kepalanya siapa dalang dari ini semua. Tapi, sepertinya tidak mungkin, diantara salah satu dari mereka melakukan perbuatan keji.

Cahaya mengamati leher salju yang masih terpampang indah kalung dengan liontin cery. Liontin cery hanya dimiliki empat orang termasuk dirinya dan salju, kemungkinan besar kedua temannya terlibat. Karena, liontin cery merupakan simbol persahabatan mereka.

"Kalung lo sama gua masih ada. Hari ini, lo ada liat Salsa? " Selidik cahaya berusaha mencari benang merahnya.

Salju terdiam sejenak, mengingat siapa saja yang ada di colombe pagi tadi. "Ada, tapi gua gak ngeh sama kalungnya. " Jujur salju yang terlihat bersalah karena tidak mengamati dengan baik, dan tidak bisa memberikan informasi untuk cahaya.

"Ya udah, gak papa. " Putus cahaya yang sudah tidak berlarut dalam kesedihan, ia semakin bersemangat untuk mencari pelakunya.

Walaupun begitu, cahaya juga merasakan kehilangan sosok penyemangat hidupnya. Sosok embun sangat penting dalam hidupnya.

"Cahaya,,, " Seru dua sosok paruh baya yang berbeda jenis kelamin, yang datang secara tergesa-gesa mendekatinya.

"Dimana embun? " Tanya april, wanita paruh baya yang masih terlihat awet muda, dan mempesona itu terlihat panik.

Setelah mendapatkan kabar dari putrinya tentang keadaan keponakannya, april dan suaminya langsung ke rumah sakit menyusul cahaya yang sudah berada di tempat pengobatan itu.

"Embun... "

Cahaya bingung mau menjawab apa. Ditengah kebingungannya, seorang dokter muda datang menemuinya memberikan kabar autopsi yang sudah dilakukan.

"Kapan hasilnya keluar dok? " Tanya cahaya yang membiarkan kedua orang tuanya bingung.

"Dua hari lagi, hasilnya akan keluar. "
Setelah memberikan informasi yang dibutuhkan cahaya, dokter muda itu pamit undur diri.

"Ca, sebenarnya ada apa?, dimana embun? " Tanya areksa yang sudah tidak bisa menunggu kabar darinya.

Cahaya menunduk, kemudian menampilkan senyum cerah untuk menutupi luka dihatinya saat ini. "Mama sama papa, nanti bisa liat sendiri. " Ucap cahaya mengajak kedua orangtuanya menuju ruangan yang tentunya ada embun didalamnya.

Kamar Mayat

"Sayang, kenapa kita kesini? " Tanya April yang memperhatikan ruangan yang akan mereka tuju.

"Iya, kita kan mau ketemu embun. " Timpal areksa yang terlihat khawatir terhadap embun.

Cahaya tersenyum kecut melihat kedua orangtuanya yang sangat khawatir pada embun, jika dirinya diposisi embun. Kemungkinan besar, areksa tidak akan sekhawatir ini.

"Embun ada didalam. " Jawab cahaya sembari membuka pintu kamar mayat, yang didalamnya dipenuhi gundukan yang ditutup rapat oleh selimut.

"Kamu jangan kurang ajar, embun gak mungkin ada di dalam.. " Tekan areksa yang menahan suara tingginya mengingat keberadaan mereka di rumah sakit.

Cahaya mengedarkan pandangan kearah lain, untuk menghalau airmata yg akan kembali luruh.

"Jenazah embun ada di sudut sana. " Beritahu pria yang bertugas menjaga ruangan mayat.

Mendengar perkataan pria yang menjaga kamar mayat, membuat areksa menggeram marah. Ia tidak Terima embun dikatakan sudah meninggal. Walau begitu areksa tetap mendekati ranjang sudut ruangan untuk membuktikan apa yang dikatakan mereka semua itu omong kosong.

Dengan sekali hentakan, selimut yang menutupi tubuh embun terbuka sempurna membuat areksa dan april membulat sempurna. Tubuh areksa maupun april seketika lemas, menatap nanar kearah embun yang terbaring tak bernyawa didepannya.

"Embuunn... Engga, kamu gak ninggalin mama kan? " Seru april yang sudah meraung mendekap embun.

Sedangkan areksa mengeraskan rahangnya menahan amarah, ia tidak Terima embun yang sudah dianggap sebagai putrinya meninggalkan dirinya lebih dulu. Ia menghapus air matanya, berusaha tegar.

"Mas, embun.. " Lirih april yang dikuasai kesedihan.

"Kamu gak boleh ninggalin mama. Kalau gak ada kamu, siapa yang perhatian sama mama lagi?, siapa yang mau jadi teman curhat mama, sayang?... " Ujar april yang menyuarakan hatinya.

Cahaya terdiam sejenak, menghalau airmatanya. Ia bisa melihat bagaimana orangtuanya sangat menyayangi embun, mereka benar-benar kehilangan embun yang selalu membuat mereka bahagia.

Karena, hanya cuma embun yang bisa membuat orangtuanya bangga, cuma embun yang bisa mencairkan suasana dirumah ketika keluarganya bersitegang karena dirinya, hanya embun yang bisa diajak berbagi cerita.

Bukan hanya kedua orangtuanya yang begitu kehilangan embun, tapi dirinya juga. Sebab, apapun yang pernah terjadi padanya, hanya embun yang mengetahuinya. Embun tempat curhat nya, embun adalah rumahnya. Kini, rumahnya telah pergi meninggalkan luka yang butuh perlindungan.

***

RedflegTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang