BAB 1: Drama di Lokasi Syuting

155 109 12
                                    

( FOLLOW SEBELUM MEMBACA, JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN)  

TERIMA KASIH *HAPPY READING, SEMOGA KALIAN SUKA*  

---

Hari itu cerah dan penuh semangat saat Retta melangkah menuju lokasi syuting dengan mengenakan busana keren ala tahun 1999: crop top putih yang dipadukan dengan celana denim berpinggang tinggi. Ia mengenakan sepatu kets klasik yang membuat penampilannya semakin menarik. Di sampingnya, Gea, manajernya yang setia, tampak sibuk dengan tablet yang selalu terhubung ke internet.

"Lo siap, kan? Kita bakal syuting adegan tegang yang bikin jantung berdebar," tanya Gea sambil mencatat di tablet.

"Siap, dong! Yang penting jangan sampai ada masalah lagi kayak kemarin," jawab Retta, mengingat insiden yang bikin mereka semua puyeng.

Begitu mereka tiba di lokasi, suasana sudah ramai. Kru dan para aktor lain tampak sibuk mempersiapkan set. Retta melambai ke beberapa rekan kerjanya dan langsung mencari tempatnya. Saat itu, di depan kamera, ada Miko, sutradara yang terkenal sedikit galak dan sering membuat frustrasi.

"Eh, Miko!" teriak Retta sambil menghampiri.

Miko menoleh, wajahnya tampak serius. "Retta, lo udah siap untuk syuting? Ini bukan waktu buat main-main, ya!" ucapnya dengan nada tegas.

"Siap, kok! Nggak sabar deh," Retta menjawab sambil berusaha menampilkan senyum terbaiknya. Di dalam hati, ia berharap Miko sedikit lebih santai hari ini.

Setelah persiapan selesai, syuting dimulai. Retta berdiri di depan kamera, berusaha fokus. Namun, saat adegan pertama dimulai, masalah mulai muncul.

"Cut! Retta, lo harus lebih ekspresif! Gue butuh emosi di sini, bukan wajah batu!" Miko berteriak dari belakang kamera, dan beberapa orang di sekitar menahan tawa.

Retta merasa wajahnya memanas. "Gue udah berusaha, Miko! Karakter ini kan lagi terjebak dalam dilema!"

"Beneran? Gue lihat lebih banyak keraguan daripada dilema!" Miko menyahut, membuat semua orang di lokasi tertawa. Retta, meski agak kesal, gak bisa menahan senyumnya.

"Ya udah, coba sekali lagi, ya. Ini adegan penting!" Miko menambahkan, berusaha mengekspresikan keseriusannya.

Saat syuting dilanjutkan, Retta berusaha keras untuk masuk ke dalam karakter. Ia melakukan semua yang bisa dilakukan, meskipun Miko terus mengeluarkan komentar-komentar yang membuatnya kesal.

"Cut! Retta, lo harus lebih menatap lawan main lo. Jangan sampai ia ngerasa kayak lagi ngobrol sama patung!" Miko lagi-lagi berteriak, membuat suasana menjadi lebih lucu.

"Wah, patung ya? Berarti gue harus pakai cat putih dan jadi bintang film horor, nih!" Retta menjawab dengan nada bercanda, dan semua kru tertawa.

"Gue saranin lo jangan berubah jadi patung, deh. Mendingan tetep jadi Retta yang kita kenal," sahut Miko, berusaha menahan senyum.

Setelah beberapa kali pengambilan gambar yang membuat frustasi, akhirnya mereka berhasil mendapatkan adegan yang disetujui oleh Miko."Akhirnya! Itu yang gue mau! Lo bisa melakukannya, Retta!" Miko memberi pujian, meski nada suaranya tetap terdengar tegas.

Retta merasa lega dan berterima kasih kepada tim. "Thanks, guys! Kalian memang tim terbaik," ucapnya sambil melirik ke Gea, yang selalu ada di sampingnya.

Setelah beberapa jam syuting, mereka istirahat. Retta dan Gea duduk di bangku dekat set, sambil meminum air mineral. "Gimana? Gila, ya? Miko itu emang bikin stress," Retta mengeluh sambil menyeruput airnya.

"Gue udah bilang sama lo, Rett. Dia emang gitu, namanya juga sutradara muda. Tapi lo tau kan, semua demi peran," Gea menjawab sambil tersenyum.

"Semoga aja peran yang ini nggak bikin gue stres berlebihan. Pengen deh sekali-sekali syuting sama sutradara yang lebih chill," Retta berbalas.

"Kayaknya lo bisa jadi sutradara sendiri deh, Rett! Kaya pacar lo itu," Gea menggoda, dan mereka berdua tertawa.

Setelah istirahat, syuting dilanjutkan. Retta kembali ke set, kali ini dengan semangat baru. Ia merasa lebih percaya diri dan siap untuk menghadapi apapun yang akan terjadi.

"Retta, lo udah siap? Kita lanjut syuting!" Miko memanggil.

"Siap, Miko! Cuma jangan sampe ada yang panggil gue patung lagi, ya!" Retta menjawab dengan senyum lebar.

Syuting berlanjut dan kali ini, Retta berhasil menunjukkan semua emosinya. Ia merasakan dukungan dari tim di sekelilingnya, dan meskipun Miko sering mengeluarkan komentar pedas, ia tahu bahwa itu semua demi kebaikan film.

"Bagus, Retta! Akhirnya lo dapat, deh!" Miko berteriak dari belakang kamera, terlihat puas. "Kita bisa lanjut ke adegan berikutnya!"

Akhirnya, setelah seharian bekerja keras, syuting selesai. Retta merasa senang dan puas. "Gue rasa hari ini seru! Walaupun banyak drama, tapi kita berhasil!" ucapnya sambil tertawa dengan Gea.

"Bener! Lo udah bisa ngadepin Miko dengan keren, Rett. Itu prestasi!" Gea menjawab dengan semangat.

Ketika mereka bersiap untuk pulang, Retta melihat langit yang mulai gelap. Ia merasa lega dan bahagia. Meskipun hari itu penuh tantangan, ia tahu bahwa setiap momen adalah bagian dari perjalanan kariernya yang semakin gemilang.

"Eh, Retta! Lo mau kemana?" tanya Miko yang tiba-tiba muncul di belakang mereka.

"Pulang, dong. Gak sabar pengen istirahat," jawab Retta sambil tersenyum.

"Jangan lupa, besok kita syuting lagi, ya! Semoga aja lo bawa mood bagus lagi!" Miko menyahut, terlihat lebih bersahabat daripada sebelumnya.

"Siap! Jangan khawatir, Miko. Mood gue siap tempur!" Retta menjawab, berusaha untuk menjaga semangat.

Dengan perasaan senang dan lega, Retta melangkah pergi, tahu bahwa besok adalah hari baru dan tantangan baru di depan. Dan saat ia meninggalkan lokasi syuting, ia merasakan semangat dan antusiasme untuk terus berjuang di dunia yang penuh drama dan tawa ini.

Welcome to Hometown (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang