( FOLLOW SEBELUM MEMBACA, JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN)
TERIMA KASIH *HAPPY READING, SEMOGA KALIAN SUKA*
---
Aksa dan Retta"Credit foto: @netflixkr (Instagram).”
---2017
Di sebuah kafe kecil yang tenang. Suasana di luar kafe terlihat ramai, tetapi di dalam, hanya ada suara tawa dan percakapan ringan di antara Retta dan Aksa. Mereka duduk di sudut ruangan, menikmati sore yang cerah sambil menyeruput minuman favorit mereka. Namun, ada ketegangan di udara.
"Aku mau nanya, kamu udah mikir rencana kamu setelah lulus?" Aksa membuka percakapan, sedikit gugup.
Retta menunduk, merenung sejenak sebelum menjawab. "Iya, aku udah pikirin. Aku pengen fokus ngejar karir di dunia seni, jadi artis," katanya dengan semangat, meski ada kegelisahan di wajahnya.
Aksa mengerutkan dahi. "Tapi... kamu yakin mau ninggalin semua ini? Kita?" Dia mencoba terdengar santai, tetapi nada suaranya menunjukkan betapa berat pertanyaan itu.
"Aku tahu ini sulit, Aksa. Tapi ini kesempatan yang nggak bisa aku lewatin," Retta menjawab, berusaha terlihat tegar. "Kamu pasti tahu betapa aku pengen ini dari dulu."
"Aku ngerti, tapi gimana sama kita? Kamu tahu kan, dunia hiburan itu keras," Aksa menatap Retta dengan serius, merasakan ada yang tidak beres.
Retta menarik napas dalam-dalam, menatap mata Aksa. "Justru itu, Aksa. Aku nggak mau kamu terbebani sama keputusan ini. Kamu harus fokus ke mimpi kamu juga. Jadi fotografer profesional, kan?" ujarnya, suaranya lembut tetapi tegas.
"Kamu pikir aku bisa tanpa kamu? Kita udah bareng dari lama," Aksa membalas, mencoba menahan emosi. "Kita bisa cari cara buat jalanin bareng, kan?"
"Aku rasa... kita harus putus," Retta mengatakan kalimat yang mengguncang.
Aksa terdiam, matanya melebar. "Hah? Kamu serius? Kenapa, Rett?" suaranya mulai bergetar, terkejut dengan keputusan mendadak itu.
"Karena ini yang terbaik buat kita. Aku mau kamu sukses, dan untuk itu, aku nggak bisa ada di jalan kamu," Retta berkata, berusaha menahan air mata.
"Jadi semua yang kita lalui, semua kenangan itu, kamu buang gitu aja?" Aksa bertanya, suaranya terasa penuh kesedihan.
"Aku bukan buang kenangan kita, Aksa. Semua itu berharga buat aku. Tapi kita harus realistis. Dengan karir yang aku kejar, sulit untuk kita tetap bersama," Retta menjelaskan, air matanya mulai menggenang.
"Kamu yakin kamu mau ngelakuin ini? Aku bisa bantu kamu, kita bisa atur semuanya," Aksa berkata, harapannya mulai memudar.
"Aku tahu ini berat, dan bukan karena aku nggak sayang sama kamu. Justru karena aku sayang. Aku nggak mau ngerusak mimpi kamu juga," Retta menjelaskan, berusaha terlihat tegar.
Aksa menggelengkan kepala, merasa dikhianati. "Aku nggak percaya ini. Kita udah berjuang sama-sama. Kenapa harus berakhir?" Ia merasa hatinya hancur.
"Karena aku tahu kamu bisa lebih baik tanpa beban dari hubungan ini. Kamu harus fokus ke apa yang kamu impikan," Retta berusaha meyakinkan.
"Apa kamu yakin ini keputusan yang kamu mau?" Aksa bertanya dengan nada putus asa, berusaha memahami.
"Aku yakin. Ini yang terbaik untuk kita," Retta menjawab, air mata mulai mengalir di pipinya.
Dengan perasaan campur aduk, Aksa berdiri dari kursinya. "Aku rasa... aku harus pulang," katanya dengan suara pelan. Dia tidak bisa lagi menahan rasa sakit yang menyelimutinya.
"Aksa..." Retta berusaha meraih tangan Aksa, tetapi dia menarik tangannya menjauh.
"Aku nggak bisa," Aksa menjawab, tatapannya kosong. "Aku cuma bisa pulang dan mencerna semua ini."
Retta merasakan kepedihan di hatinya saat melihat Aksa berjalan pergi. Ia ingin mengucapkan lebih banyak, ingin merayu agar semuanya tidak berakhir seperti ini, tetapi kata-kata itu terhenti di tenggorokannya. Ia hanya bisa menatap punggung Aksa yang menjauh, perasaannya campur aduk antara rindu dan penyesalan.
Begitu Aksa keluar dari kafe, ia merasa seolah dunia sekitarnya mulai runtuh. Ia berjalan tanpa tujuan, pikirannya dipenuhi oleh kenangan indah mereka berdua. Di luar kafe, Aksa berhenti sejenak, menatap langit senja yang mulai gelap, seolah warna-warna itu mencerminkan hatinya yang kelabu.
"Kenapa harus begini?" gumamnya pada diri sendiri, merasa hampa.
Di dalam kafe, Retta duduk terpaku, air matanya akhirnya menetes. Ia merasa kehilangan yang dalam, tetapi di sisi lain, ia tahu bahwa ini adalah keputusan yang harus diambil. Keputusan yang sulit, tetapi Retta percaya, untuk masa depan mereka berdua, ini adalah jalan yang tepat.
---
2024
Setelah kejadian tak terduga, Aksa melihat kaki Retta terluka akibat batu karang. Dengan cepat, ia pergi ke toko terdekat untuk membeli obat. Sesampainya di sana, Aksa langsung mengoleskan salep ke luka Retta yang masih berdenyut.
"Gimana rasanya? Sakit banget?" tanya Aksa sambil berusaha hati-hati.
"Enggak, cuman perih dikit. Nggak apa-apa kok," jawab Retta, meski wajahnya menunjukkan rasa nyeri.
Mereka masih basah kuyup, dan suasana canggung menggantung di antara mereka. Aksa tiba-tiba teringat pada masa lalu. "Eh, Rett. Lo masih inget kenapa kita putus, kan?"
Retta merasakan ketegangan. "Aksa, itu udah lama. Ngga usah bahas itu lagi."
Kenapa?, terus selama 7 tahun lo ngga pernah hubungin gue, itu karena apa?" Tanya aksa dengan nada sedikit tinggi.
Retta merasakan ketegangan dan kebingungan. "Aksa, gue lagi nggak mau bahas itu, gue lagi pusing sama keadaan gue sekarang."
"Oke, mending kita pulang aja," Menarik tangan Retta mengajak pulang, walaupun ada sedikit kekecewaan dari wajah Aksa.
Setelah beberapa saat, mereka berdua berjalan menuju mobil Retta. Namun, saat mencoba menyalakan mesin, mobilnya mogok.
"Duh, mobil gue! Kenapa sih harus sekarang?" Retta berkata frustrasi.
"Gue bisa bantu, apanya yang ngga bisa?" Aksa menanyakan dengan khawatir.
"Tolongin, deh," Retta mencoba memutar kunci lagi tanpa hasil.
Tiba-tiba, Arga muncul dari arah parkir. "Ada apa, guys?" tanyanya dengan nada ramah.
"Mobil Retta mogok," Aksa menjelaskan.
"Gue bisa bantu. Mau tumpangan?" Arga menawarkan.
Retta melirik Aksa yang terlihat ragu. "Eh, ya, boleh Kak. Thanks, Kak Arga," ujarnya.
Aksa menahan rasa cemburu dan berkata, "Gue bisa nganterin lo, Rett."
"Gak usah, Aksa. Kak Arga udah nawarin," Retta menjawab, berusaha menghindari situasi yang lebih rumit.
"Yakin?" tanya Aksa, tetap tidak yakin.
"Yakin. Lagipula, lo juga capek," Retta menegaskan.
Retta pun masuk ke mobil Arga. Retta melihat ke belakang, ia melihat Aksa masih berdiri di tempat yang sama, wajahnya menunjukkan campuran antara cemburu dan kesedihan. Momen itu membuatnya merasa berat, tetapi ia tahu, ini adalah langkah yang harus diambil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Welcome to Hometown (ON GOING)
RomansaRetta Agatha, aktris ternama dengan segudang penghargaan, tiba-tiba harus menghadapi kehancuran hidupnya saat ia dituduh sebagai tersangka dalam pembunuhan pacarnya. Dalam sekejap, karier gemilangnya runtuh, penggemar berbalik meninggalkannya, dan m...