BAB 3: Kenyataan Pahit

112 92 8
                                    

( FOLLOW SEBELUM MEMBACA, JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN)  

TERIMA KASIH *HAPPY READING, SEMOGA KALIAN SUKA*

---

Setelah kematian Rey, suasana di sekitar Retta terasa kelam. Ia belum bisa menerima kenyataan pahit bahwa pacarnya, orang yang selalu ada untuknya, sudah tiada. Hari-hari berlalu dengan hampa, diisi oleh kesedihan yang mendalam dan kerinduan yang tak tertahankan. Penyelidikan kematian Rey pun dimulai, di mana pihak kepolisian melakukan autopsi terhadap tubuhnya untuk mencari tahu penyebab pasti dari tragedi tersebut.

Retta tidak bisa berbuat banyak. Ia hanya bisa menunggu kabar dari polisi sambil berusaha untuk tetap fokus pada pekerjaannya. Saat itu, ia berada di lokasi syuting film yang sudah lama dinantinya. Namun, semangatnya seolah sirna seiring dengan bayang-bayang kematian Rey yang terus menghantuinya. Ia berusaha untuk tampil profesional, tetapi setiap kali ada yang membicarakan Rey, hatinya terasa hancur.

Hari itu, Retta syuting adegan emosional, dan meskipun ia sudah berusaha menguasai perasaannya, air mata tetap mengalir di pipinya. Ia menenangkan diri dan berusaha mengingat kata-kata Rey, “Jangan pernah menyerah, Ret!” Namun, meskipun ia berusaha, tetap saja hatinya tidak bisa berpura-pura baik-baik saja. Setiap detak jantungnya mengingatkan pada sosok Rey yang kini hilang.

Setelah syuting selesai, Retta duduk di sudut ruangan, memikirkan Rey. “Gimana ya kabar Rey di sana?” gumamnya pelan. Semua kenangan indah yang mereka lalui bersama berputar dalam benaknya, mulai dari momen-momen lucu saat mereka bercanda hingga saat-saat paling berharga ketika Rey mendukungnya dalam setiap langkah kariernya.

Sementara itu, di tempat lain, hasil autopsi Rey telah keluar. Polisi menemukan beberapa petunjuk yang menunjukkan bahwa Rey telah diserang secara brutal sebelum kematiannya. Penyebab kematiannya adalah luka tusukan yang dalam, dan polisi mulai mengumpulkan informasi dari orang-orang terdekat Rey untuk menemukan siapa yang mungkin memiliki motif untuk menghabisi nyawanya.

---

Selama beberapa hari, Retta terus berdoa agar pihak kepolisian dapat segera menemukan pelaku dan memberikan keadilan untuk Rey. Namun, saat ia tiba di lokasi syuting lagi setelah beberapa hari, suasana terasa semakin menegangkan. Ia merasakan ada yang aneh di sekitar. Para kru sepertinya memperhatikannya dengan tatapan yang penuh rasa kasihan, dan Retta merasa semakin tidak nyaman. Setiap bisikan dan tatapan membuatnya merasa semakin terasing di antara orang-orang yang seharusnya menjadi teman dan pendukungnya.

Tanpa disangka, saat Retta sedang mempersiapkan diri untuk syuting, suasana tiba-tiba berubah. Polisi datang ke lokasi syuting dengan wajah serius, menggeledah area sekitar dan memanggil nama Retta. “Retta Agatha!” teriak salah satu petugas.

Jantung Retta berdegup kencang. Ia merasa ada yang tidak beres. “Ya, saya di sini!” sahutnya, berusaha terlihat tenang meski hati mulai bergetar. Pertanyaan demi pertanyaan berkecamuk dalam pikirannya. “Kenapa polisi ada di sini? Ada apa dengan Rey?”

“Apakah Anda bisa ikut dengan kami sebentar? Kami perlu bertanya beberapa hal,” kata petugas tersebut dengan nada yang tegas.

“Untuk apa?” tanya Retta, merasakan keraguan dalam suaranya. “Apa ini tentang Rey?”

“Ini bukan waktu untuk banyak bertanya. Mohon ikut kami,” jawab polisi dengan tegas.

Retta merasa semakin panik. Dengan ragu, ia mengikuti petugas itu ke luar lokasi syuting, diiringi tatapan bingung dari teman-teman dan kru film yang tidak tahu apa yang terjadi. Kakinya terasa berat, seolah setiap langkah menuju ketidakpastian yang menakutkan.

Di luar, suasana semakin ramai. Retta melihat mobil polisi terparkir dan beberapa wartawan berkumpul, mengambil gambar dan bertanya-tanya tentang kejadian yang sedang berlangsung. Ia merasakan jantungnya berdegup kencang. “Apa yang terjadi? Kenapa gue dipanggil?” pikirnya, berusaha mengingat semua hal baik yang pernah ia lakukan.

Setelah tiba di mobil polisi, Retta melihat dua petugas lain menunggu di dalam. Mereka memintanya untuk duduk. “Kami harus memberitahu Anda bahwa ada dugaan keterlibatan Anda dalam kematian Rey,” kata petugas dengan nada datar.

“Dugaan apa? Saya tidak mengerti!” Retta hampir berteriak. “Saya tidak pernah melakukan apa-apa pada Rey! Dia pacar saya!”

“Fakta bahwa Anda adalah pacar korban dan berada di sekitar Rey saat kejadian menjadi perhatian kami,” jawab petugas. “Kami perlu menginterogasi Anda lebih lanjut.”

Retta merasa seolah dunia runtuh di sekelilingnya. Semua orang di sekitarnya membicarakan ia. Ia tidak bisa mempercayai apa yang didengarnya. “Ini semua salah paham! Anda harus percaya saya! Saya mencintai Rey!” serunya, berusaha menahan air mata yang ingin mengalir. Setiap kata terasa berat, seperti batu yang menghempas di dadanya.

“Ini bukan tentang perasaan Anda,” kata petugas lain, “Kami hanya mengikuti prosedur. Jika Anda tidak terlibat, Anda harus bisa menjelaskan posisi Anda saat kejadian.”

Retta merasa terjebak dalam mimpi buruk. Ia hanya ingin menjerit dan mengungkapkan semua yang dirasakannya, tetapi suaranya tertahan. Retta tahu bahwa penyelidikan adalah bagian dari proses, tetapi bagaimana mungkin Retta bisa dianggap sebagai tersangka dalam kasus kematian Rey? Tidak ada yang lebih jauh dari kebenaran!

---

Setelah interogasi yang panjang dan melelahkan, Retta akhirnya diperbolehkan pergi. Namun, perasaan tertekan dan cemas tidak kunjung reda. Kabar tentang penangkapannya segera menyebar, dan berita tentang keterlibatannya dalam kematian Rey membuatnya semakin terpuruk. Di media sosial, berbagai rumor beredar, menyudutkan Retta seolah ia adalah pelaku utama. Komentar-komentar negatif bertebaran, dan ia merasa terasing, bahkan dari orang-orang terdekatnya.

Dengan rasa duka yang mendalam dan kemarahan yang membara, Retta bertekad untuk membersihkan namanya. Ia mulai mencari informasi lebih lanjut tentang penyelidikan yang sedang berlangsung. Retta berbicara dengan Gea dan beberapa teman dekatnya, berusaha menemukan siapa yang bisa menjadi pelaku sebenarnya. “Kita harus mencari tahu siapa yang benci sama Rey,” ujarnya kepada Gea, suaranya bergetar penuh tekad.

Malam itu, Retta terjaga, tidak bisa tidur, memikirkan semua kenangan indah yang mereka buat bersama. Ia teringat semua kata-kata Rey yang selalu mendukungnya. “Kita tidak bisa menyerah, Rett. Kita akan melalui ini bersama,” katanya seolah-olah mengingatkan dirinya untuk tetap kuat.

Setiap detik berlalu terasa seperti selamanya, dan Retta berusaha untuk tidak terjerumus dalam rasa putus asa. Ia tahu Rey akan menginginkan yang terbaik untuknya. Ia berjanji kepada dirinya sendiri untuk menemukan kebenaran, apa pun yang terjadi. Ia tidak akan membiarkan kematian Rey terabaikan dan namanya tercemar tanpa alasan yang jelas.

Dengan tekad yang semakin kuat, Retta memutuskan untuk menyelidiki sendiri. Ia mulai mengumpulkan bukti dan mencari informasi tentang siapa yang mungkin ingin menyakiti Rey. Ia menyusuri jejak-jejak yang ditinggalkan, berharap bisa menemukan petunjuk yang mengarah pada pelaku sebenarnya. Di saat-saat tersulit, ia merasakan kehadiran Rey di sampingnya, memberi semangat untuk terus berjuang. Karena baginya, cinta tidak akan pernah mati, meskipun Rey sudah pergi.

Dengan langkah pasti, Retta berjanji untuk tidak hanya membela dirinya, tetapi juga untuk memberi keadilan bagi Rey yang dicintainya. Ia siap menghadapi segala tantangan demi kebenaran yang hakiki. Tanpa Rey di sampingnya, Retta merasa kehilangan, tetapi rasa cintanya membuatnya berjuang lebih keras, karena ia tahu bahwa keadilan harus ditegakkan untuk orang yang dicintainya. Ia melangkah dengan semangat yang baru, siap menghadapi setiap rintangan yang ada di depannya.

Welcome to Hometown (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang