( FOLLOW SEBELUM MEMBACA, JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN)
TERIMA KASIH *HAPPY READING, SEMOGA KALIAN SUKA*
---
Setelah pemotretan pertama yang penuh emosi, Retta, Aksa, Vino, dan Leo pulang bersama. Suasana ceria dan hangat menyelimuti perjalanan mereka, dipenuhi dengan candaan dan obrolan ringan yang membuat Retta merasa lebih baik. “Gue senang banget hari ini, lo semua bikin gue lebih percaya diri,” ucap Retta, sambil tersenyum lebar.
“Lo layak dapat semua pujian, Rett! Lo bener-bener bersinar,” balas Vino, dengan semangat yang terlihat. “Foto-foto lo pasti keren!”
“Bener banget! Dan lo berhasil ngelakuin pose yang tricky itu,” Leo menambahkan. “Gue bahkan ngira lo udah jadi model professional selama ini.”
“Kalau gitu, gue harus sering-sering foto bareng kalian!” jawab Retta sambil tertawa, merasa semangatnya meningkat. Dia menikmati momen kebersamaan ini, merasakan dukungan yang tulus dari teman-temannya, membuatnya sadar betapa pentingnya mereka dalam perjalanan kembalinya ke dunia hiburan.
Setelah Vino dan Leo pamit untuk pulang, hanya tersisa Retta dan Aksa. Mereka melanjutkan perjalanan, berbincang santai dan berbagi cerita tentang harapan dan kekhawatiran. “Gue harap proyek ini bener-bener bisa bikin gue bangkit lagi,” kata Retta, matanya berbinar.
“Lo pasti bisa, Rett. Lo udah berjuang keras,” Aksa memberi semangat. “Jangan biarkan masa lalu menghalangi lo.”
Namun, suasana ceria mereka tiba-tiba berubah ketika seorang pria mendekati mereka. Retta merasakan jantungnya berdegup kencang saat melihat sosok itu. “Retta?” panggil pria itu, suara yang dikenalnya. Dia tidak ingin berhadapan dengan Martin, mantan pacarnya yang hanya bertahan selama tiga bulan.
Retta menoleh, dan jantungnya serasa terhenti. Martin berdiri di depan mereka, dengan penampilan yang tampak lebih matang dan berkarisma. Dia adalah aktor yang dikenal luas, namun kenangan akan perselingkuhannya masih membekas di hati Retta.
“Retta? Lo di sini?” Martin, mantan pacarnya, berdiri di hadapannya dengan ekspresi terkejut.
Retta menatapnya, mencoba menahan perasaannya yang bergejolak. “Martin,” jawabnya datar, berusaha menjaga nada suaranya tetap tenang meski hatinya berdegup kencang.
Martin terlihat tidak percaya. “Gue nggak nyangka bisa ketemu lo di sini. Lama banget kita nggak ngobrol.”
“Iya, udah lama.” Retta mengalihkan pandangannya, berusaha menghindari tatapan Martin yang terlalu intens. “Gimana kabar lo?”
“Baik. Gue lagi syuting film baru. Lo pasti udah denger tentang itu,” jawab Martin, bangga dengan pencapaian terbarunya.
Retta mengerutkan alis, pura-pura tidak tertarik. “Gue belum denger.”
“Oh, ya? Gue kira semua orang tahu.” Martin terlihat sedikit kecewa, tetapi berusaha untuk tidak menunjukkannya. “Anyway, lo sendiri gimana? Masih aktif di dunia hiburan?”
“Masih, tapi…” Retta terdiam sejenak, ingat bagaimana kehidupannya hancur seketika saat Martin berselingkuh. “Sekarang gue fokus ke diri sendiri.”
Martin mengangguk, tampak penasaran. “Fokus ke diri sendiri? Gimana maksudnya?”
“Ya, lo tahu. Hidup kadang perlu jeda. Lagipula, ada banyak hal yang harus dihadapi,” jawab Retta, berusaha mengalihkan perhatian dari masa lalu yang pahit.
“Gue paham. Kita semua butuh waktu untuk diri sendiri. Maaf, by the way, atas semua yang terjadi di antara kita,” ujar Martin dengan nada tulus.
Retta menatapnya tajam. “Itu sudah berlalu, Martin.”
Saat suasana mulai canggung, Aksa, yang berdiri di samping Retta, mencoba mencairkan ketegangan. “Oh, jadi lo Martin yang terkenal itu?"
“Iya, gue Martin. Nice to meet you,” jawab Martin sambil tersenyum, berusaha mengalihkan perhatian dari Retta.
Retta merasakan ketidaknyamanan semakin menumpuk di dadanya. “Aksa, kita harus pergi sekarang,” ujarnya, tegas, berharap Aksa menangkap sinyalnya.
“Oh, baiklah. Semoga kita bisa ngobrol lagi lain waktu, Retta,” Martin mencoba tersenyum, meski Retta sudah berbalik, tidak ingin melihat wajahnya lebih lama.
Martin berdiri terpaku, menatap punggung Retta yang menjauh. Dalam hati, ia berharap bisa mengubah masa lalu mereka, namun semua terasa sia-sia.
---
Retta dan Aksa berjalan menjauh dari Martin, dan suasana jadi hening sejenak. Aksa kemudian melirik Retta, paham betul kalau dia pasti merasa nggak nyaman setelah pertemuan tadi.
Mereka berdua masuk ke mobil Aksa, dan Aksa segera menyalakan mesin. Di dalam mobil, suasana masih canggung, namun Aksa mencoba mencairkan dengan nada santai. "Eh, siapa sih Martin itu? Keliatan akrab banget sama lo."
Retta, yang duduk di kursi penumpang, menghela napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Dia mantan gue," jawabnya singkat sambil menatap lurus ke jalanan.
Aksa menaikkan alis, penasaran. "Mantan? Yang mana? Mantan pertama, kedua, atau ketiga?" tanya Aksa dengan nada bercanda, mencoba mencairkan suasana.
"Mantan kedua," Retta menjawab sambil memandang ke luar jendela, suaranya datar tapi ada sedikit kekesalan yang tersirat.
Aksa melirik Retta sekilas sebelum kembali fokus pada jalan. "Oh, jadi lo pacaran sama dia setelah kita putus?"
"Iya, sebentar sih. Cuma tiga bulan," jawab Retta sambil memainkan ujung rambutnya, mencoba terlihat tenang. "Sementara mantan pertama ya lo."
Aksa terkekeh, merasa sedikit geli dengan situasi ini. "Oh, jadi gue mantan pertama? Gue jadi yang terlama?"
"Iya, sampai sekarang," jawab Retta sambil tersenyum kecil. "Eh, tapi kalo mau ngitung, Rey itu yang terlama. Dia pacar kelima, dan kita bertahan dua tahun."
Aksa menoleh sebentar, terkejut. "Bisa-bisanya lo punya mantan lima, sedangkan gue cuma lo doang."
Retta menahan tawa. "Ya, gitu deh. Hidup gue penuh warna, lo tahu!"
"Seriously? Lima?" Aksa melanjutkan, matanya melotot sedikit. "Gue baru mantan satu, dan itu lo. Gimana bisa sih gue nggak dapet pacar lagi setelah tujuh tahun?"
Retta tertawa kecil, “Makanya, move on dari gue.”
Aksa tertawa sambil geleng-geleng kepala. "Gue ngga bisa soalnya lo cinta pertama gue, dan gua ngga bisa lupain lo." Suaranya serius meski ada nada bercanda di baliknya.
Retta merasa canggung, wajahnya memerah. Dia menunduk sedikit sambil menatap tangan di pangkuannya. "Aksa, itu masa lalu. Kita udah move on, kan?"
“Iya, iya. Cuma susah, Rett. Kenangan sama lo ngga pernah hilang,” Aksa menjawab, senyumnya samar tapi ada rasa sedih yang nggak bisa disembunyikan dari sorot matanya.
Retta mendesah pelan, mencoba mengalihkan topik. “Udahlah, kita fokus sama proyek ini, ya?”
“Setuju! Kita bikin proyek ini sukses. Lagipula, masa lalu ya sudah lewat. Yang penting sekarang,” Aksa berkata, suaranya kembali ceria, berusaha membuang jauh suasana canggung tadi.
Retta tersenyum lega, merasa beban di hatinya berkurang sedikit. “Iya, bener. Mari kita buat masa kini lebih berwarna!”
Mereka terus mengobrol ringan sepanjang perjalanan, menikmati momen kebersamaan yang selama ini jarang mereka rasakan. Meskipun pertemuan dengan Martin tadi menyisakan rasa campur aduk di hati Retta, ia tahu sekarang kalau ia tidak sendirian. Dengan dukungan Aksa dan teman-teman lainnya, ia yakin bisa menghadapi masa lalu dan melangkah ke depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Welcome to Hometown (ON GOING)
RomanceRetta Agatha, aktris ternama dengan segudang penghargaan, tiba-tiba harus menghadapi kehancuran hidupnya saat ia dituduh sebagai tersangka dalam pembunuhan pacarnya. Dalam sekejap, karier gemilangnya runtuh, penggemar berbalik meninggalkannya, dan m...