BAB 22: Langkah Awal Menuju Keadilan

48 36 3
                                    

( FOLLOW SEBELUM MEMBACA, JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN)  

TERIMA KASIH *HAPPY READING, SEMOGA KALIAN SUKA*  

---

Kembali ke 2024 - Jakarta

Hari kedua dimulai dengan semangat baru. Retta terbangun lebih pagi, merasakan ketegangan dan harapan yang bercampur dalam dirinya. Dalam benaknya, terbayang-bayang keputusan kemarin untuk mencari keadilan bagi Rey. Pikirannya melayang, mengingat kembali semua kenangan bersama mantan pacarnya yang kini telah tiada. Semua yang terjadi membuatnya bertekad untuk melakukan apa pun agar Rey mendapatkan keadilan.

Setelah sarapan cepat bersama Aksa, mereka bersiap-siap untuk hari yang penting. Retta mengenakan pakaian nyaman, berharap bisa berkonsentrasi penuh saat syuting proyek baru mereka. Dia melihat ke cermin, mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia bisa melalui hari ini dengan baik.

Pagi itu, mereka memulai proyek syuting di rumah Retta. Liza dan Fandi, dua staf Retta yang sudah lama bekerja bersamanya, datang lebih awal untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Liza, staf bagian wardrobe dengan rambut pendek berwarna cokelat dan gaya ceria, sedang memeriksa pakaian-pakaian yang akan digunakan. Sementara Fandi, yang bertanggung jawab untuk mempersiapkan peralatan pemotretan, mengatur semua perlengkapan dengan sikap tenang dan teliti.

“Gimana, Retta? Udah siap untuk syuting hari ini?” tanya Liza, wajahnya bersinar dengan antusiasme.

Retta mengangguk, meskipun ada sedikit keraguan di dalam hatinya. “Siap, tapi agak gugup juga. Ini semua kayak bikin film di tengah masalah besar,” jawabnya, berusaha tetap positif.

Aksa mendekat, memberikan dukungan. “Gak perlu khawatir. Kita semua ada di sini buat bantu. Yang penting, lo fokus ke syuting dan biarkan semuanya mengalir,” ucapnya sambil tersenyum, memberikan rasa tenang yang sangat dibutuhkan Retta.

Saat syuting dimulai, suasana di rumah Retta terasa hidup. Ruangan yang biasa sepi kini dipenuhi dengan suara tawa dan kebisingan peralatan syuting. Liza mempersiapkan pakaian untuk adegan-adegan yang akan direkam, sementara Fandi memastikan semua peralatan kamera dan pencahayaan siap digunakan.

Retta berperan sebagai karakter utama dalam proyek ini, menghidupkan kisah yang penuh emosi. Ia berusaha menjelaskan kepada Liza dan Fandi tentang latar belakang karakternya dan apa yang ingin dia sampaikan melalui proyek ini. Saat kamera merekam, ia merasa seolah bisa melupakan sejenak masalah yang menghantuinya. Adegan demi adegan terlewati dengan lancar, dan meskipun ada rasa takut yang selalu menyertai, dia merasa terhubung dengan rekan-rekannya.

“Retta, itu luar biasa! Lo berhasil banget ngelakuin adegan itu!” puji Liza setelah mereka selesai merekam satu adegan emosional, matanya bersinar penuh kekaguman.

Retta tersenyum lebar, merasa senang dengan pujian itu. “Thanks, Liza! Itu semua karena dukungan kalian. Tanpa kalian, gue mungkin udah nyerah,” ujarnya, merasakan rasa syukur yang mendalam.

Setelah beberapa jam syuting, mereka memutuskan untuk istirahat sejenak. Retta mengajak mereka ke teras untuk menikmati camilan yang telah disiapkannya. “Yuk, kita ambil napas sebentar! Lo semua udah kerja keras,” katanya sambil menyuguhkan makanan ringan yang dia buat sendiri.

Suasana di teras sangat ceria. Mereka mulai berbicara tentang hal-hal yang lebih ringan, bercanda, dan tertawa bersama. Momen kebersamaan ini sangat berharga bagi Retta, yang mulai merasa lebih nyaman dengan teman-temannya. Namun, meskipun suasana santai, pikiran tentang Rey kembali menghantui Retta.

“Gue senang banget bisa syuting, tapi di balik semua ini, gue masih ngerasa ada yang belum selesai,” ucapnya, tatapannya menerawang jauh ke arah taman.

Aksa, yang menyadari keraguan di hati Retta, menyentuh tangan Retta dengan lembut. “Lo nggak sendirian, Retta. Kita semua ada di sini buat lo. Setelah syuting ini, kita bisa mulai cari cara untuk menyelidiki lagi soal Rey. Kita harus bisa mengungkap kebenarannya,” ucapnya dengan penuh harapan.

---

Setelah istirahat, mereka melanjutkan syuting hingga sore hari. Dengan semangat yang terbangkitkan, Retta berusaha memberikan yang terbaik di setiap adegan. Liza dan Fandi terus memberikan dukungan, membuatnya merasa lebih percaya diri. Mereka semua berkomitmen untuk menjadikan proyek ini sebagai bentuk penghormatan kepada Rey.

Selama syuting, Retta mulai merasakan perubahan dalam dirinya. Setiap kali dia berdiri di depan kamera, ia merasa ada kekuatan yang baru muncul. Retta tidak hanya bermain peran, tetapi juga menyampaikan pesan yang dalam dan berarti. Setiap adegan menjadi kesempatan baginya untuk mengekspresikan rasa sakit dan kerinduannya terhadap Rey.

Setelah syuting selesai, Retta merasa lega. Mereka berkumpul di ruang tamu untuk membahas hasil syuting. “Gue bangga sama kita semua. Ini semua bakal jadi sesuatu yang spesial,” ujar Retta dengan senyum yang lebar, rasa bangga dan haru menyelimuti hatinya.

“Yuk, kita selesaikan proyek ini dengan baik. Setelah itu, kita bisa fokus ke apa yang penting bagi lo. Kita nggak bisa berhenti sampai kita menemukan jawaban,” kata Fandi, sambil mengangguk setuju.

Setelah beberapa jam berdiskusi, mereka sepakat untuk mengedit hasil syuting dan merencanakan apa langkah selanjutnya. Retta merasa timnya sangat solid, dan itu memberikan kekuatan lebih untuknya. Mereka merencanakan untuk pergi ke kantor polisi besok, berharap bisa mendapatkan lebih banyak informasi yang bisa membantu kasus Rey.

---

Saat malam tiba, Retta merasa ada sesuatu yang berubah dalam dirinya. Ia mulai merasa lebih kuat dan berani untuk menghadapi kenyataan. Retta tahu bahwa langkah ini bukanlah hal yang mudah, tetapi ia merasa ada harapan baru untuk masa depannya. Retta melihat Aksa, Liza, dan Fandi, dan menyadari betapa berartinya mereka semua.

Ketika malam beranjak larut, Retta duduk sendirian di teras rumahnya, merenungkan semua yang telah terjadi. Ia tahu bahwa perjalanan ini baru saja dimulai, tetapi dia merasa lebih siap dari sebelumnya. Suara angin malam berbisik lembut, seolah memberikan dorongan untuk melanjutkan langkahnya.

Aksa muncul dari dalam rumah, membawa secangkir teh hangat. “Lo baik-baik aja?” tanyanya sambil duduk di samping Retta, perhatian dan khawatir terlihat di wajahnya.

“Gue pikir, ini langkah yang tepat. Tapi kadang-kadang, gue merasa takut untuk menghadapi kebenaran. Gimana kalau ternyata kebenarannya lebih pahit dari yang gue bayangkan?” jawab Retta dengan jujur, keraguan kembali menghampiri.

“Takut itu wajar. Tapi ingat, lo ngga sendirian. Kita semua di sini buat dukung lo,” ucap Aksa, menepuk punggung Retta pelan. “Kita akan menghadapi ini bersama-sama. Kita tidak akan membiarkan Rey terlupakan.”

Retta menatap Aksa dengan rasa terima kasih yang dalam. “Makasih, Aksa. Lo benar-benar teman yang luar biasa. Tanpa kalian, gue mungkin sudah terjebak dalam kesedihan gue,” ujarnya, matanya berkaca-kaca.

Malam itu, Retta merasakan ketenangan. Meskipun masa lalu masih membayangi, Retta tahu bahwa ia telah mengambil langkah pertama menuju keadilan dan pemulihan. Bersama Aksa, Liza, dan Fandi, dia tidak akan berhenti sampai dia menemukan jawaban yang dicari.

Ketika akhirnya Retta masuk ke dalam rumah, ia merasa ada energi baru dalam dirinya. Retta menyadari bahwa proyek ini bukan hanya tentang film, tetapi juga tentang mengungkap kebenaran yang tersembunyi. Ia akan berjuang untuk Rey, bukan hanya untuk mengenangnya, tetapi juga untuk memberi arti pada semua yang telah terjadi.

Proyek ini menjadi lebih dari sekadar pekerjaan; ini adalah misi yang melibatkan hati dan jiwa. Retta tidak hanya ingin menciptakan sesuatu yang indah di layar, tetapi juga untuk memberi suara kepada Rey, agar semua orang tahu betapa berartinya mantan pacarnya itu. Retta bersumpah dalam hati, tidak peduli seberapa sulit jalan yang harus dilalui, dia akan berjuang hingga akhir.

Welcome to Hometown (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang