Bab 3

181 21 2
                                    

Selamat membaca

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selamat membaca.

.

.

.

Sudah lima tahun berlalu sejak Yoongi hilang. Di rumah megah keluarga Kim, suasana yang dulu selalu dipenuhi canda tawa kini terasa sunyi dan hampa. Setiap sudut rumah seolah menyimpan kenangan manis tentang Yoongi, kenangan yang kini terasa jauh dan sulit diraih.

Seokjin duduk sendirian di halaman belakang, memegang sebuah foto lama. Di foto itu, terlihat dirinya yang masih kecil, tersenyum bahagia bersama Yoongi. Tetesan air mata jatuh di pipinya.

"Unggie... hyung sangat merindukanmu..." bisiknya pelan, hampir tak terdengar.

Matanya terpejam, mencoba mengingat setiap momen bersama adiknya yang kini terasa semakin memudar seiring waktu.

Di dalam rumah, Kim Aera—ibu mereka—terlihat duduk di ruang tamu dengan pandangan kosong. Meskipun ia berusaha tampil kuat di depan putra sulungnya, tangisannya yang tertahan sering kali pecah saat tidak ada Seokjin yang melihat.

Kim Woo Bin, sang ayah, tak kalah hancurnya. Ia terus bekerja keras, tidak hanya untuk mengurus bisnis keluarganya, tetapi juga mencari petunjuk tentang keberadaan Yoongi. Namun, setelah bertahun-tahun mencari, mereka masih belum menemukan apapun. Semua upaya terasa sia-sia.

Aera sering kali memandang keluar jendela, berharap ada keajaiban yang membawa putra bungsunya pulang. Tapi hari demi hari berlalu, dan harapan itu mulai memudar.

"Apa kita benar-benar nggak akan menemukan Yoongi, Woo Bin?" tanya Aera sambil mengusap air matanya yang perlahan jatuh.

Woo Bin menghela napas panjang, matanya memandang kosong ke arah lantai. "Kita sudah coba semuanya, Aera... polisi, detektif swasta... tapi tetap nggak ada jejak. Seperti Yoongi lenyap begitu saja..."

Aera terisak. "Lima tahun... sudah lima tahun berlalu... dan kita belum juga menemukannya. Bagaimana keadaannya sekarang Woo Bin? Bagaimana aku bisa hidup tanpa melihat wajahnya lagi? Aku rindu mendengar dia memanggilku 'Mama'. Aku bahkan rindu tangisannya yang dulu selalu kubujuk," suaranya bergetar, mengingat kembali saat-saat Yoongi masih ada di sampingnya.

Seokjin, yang tidak sengaja mendengar percakapan orang tuanya dari ujung ruangan, hanya bisa diam. Bocah sembilan tahun yang dulu ceria kini sudah beranjak remaja, tapi tak ada kebahagiaan dalam dirinya.

Setiap hari, dia membawa beban kesalahan yang seharusnya tidak perlu ia tanggung. Dia menyalahkan dirinya sendiri karena Yoongi hilang. Dia tidak bisa melupakan hari di taman itu—bagaimana dia memilih istirahat saat seharusnya menjaga adiknya.

Seokjin berjalan pelan ke arah orang tuanya. "Mama... Papa... Maafkan aku. Seharusnya aju jaga Yoongi waktu itu... kalau saja aku nggak menyuruhnya untuk bermain sendirian..." Seokjin tak bisa melanjutkan kata-katanya, air mata sudah menggenang di matanya.

Threads of AffectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang