Chapter 20. Bantu Saya

12 1 1
                                    

Bagi Rey, meski telah lama bersama tapi kalau alasan berpisah karena dia dikhianati, maka semudah membalik telapak tangan untuk melupakan seseorang yang pernah dicintai.

“Tian di sana?”

“Iya kayaknya.” Rey tidak yakin betul, tapi siapa lagi memangnya yang disembunyikan Lula di apartemennya?

“Tian asisten-nya Bima. Kamu tau, ‘kan?” Airlangga berhenti memainkan ponselnya. Serius menatap Rey.

“Tau. Cuma aku nggak tau kalo keduanya orang yang sama.” Meluruskan kaki, Rey meraih sebotol air mineral di sisi kanan. Begitu pulang dari bertemu Lula, dia meminta Airlangga datang ke rumahnya.

“Kalo kebetulan itu ada, berarti Tian asisten-nya Bima, juga kebetulan temen tidurnya Lula.”

“Ah, bisa-bisanya Bima aja itu.” Rey sudah selesai minum. Gerakan memutar yang dilakukannya pada tutup botol, nyaris membuat benda itu teremas.

“Punya bukti, Bro?”

Rey geleng kepala. “Emang enggak ada, tapi ini firasat aja. Mungkin Bima sengaja nyuruh Tian buat deketin Lula.”

“Apa untungnya buat Bima?”

“Kalo soal itu, ya dia sendirilah yang tau. Seseorang kayak Bima itu enggak terduga-duga, Air.”

“Bener juga sih.” Airlangga angguk-angguk. Entah apa yang akan terjadi nantinya, dia sungguh tidak mau ambil bagian. “Mana lengan yang luka?”

Rey memberikan lengan kanannya tepat ke hadapan Airlangga. “Roni udah lakuin yang terbaik.”

“Tetap aja harus kuperiksa lagi. Karena kayaknya kemarin agak berlebihan.” Airlangga membolak-balik lengan Rey seperti daging panggang di atas bara api.

“Lain kali kalo mau nyayat pake perasaan, Bro.” Rey bersungut. Yang mestinya cuma sayatan ala kadar, malah jadi panjang sampai-sampai dia harus merasakan sakit betulan.

“Sorry, sorry. Semangat soalnya. Kapan lagi bisa sayat lengannya seorang Atreyu Harnanta.” Airlangga terkekeh. Tidak ada raut kebanggaan, justru dia suka mengejek Rey.

“Bro, aku bisa minta tolong, enggak?”

“Apaan?”

“Ambilin paket biji sama bubuk kopi di rumahnya kenalan aku di jalan Kenanga Kuning. Tinggal ambil aja. Bisa?”

“Sekarang?” Dilihatnya Rey mengangguk. “Sebenarnya aku udah harus balik karena si Irwan bawel minta ditemenin nonton balapan jam tiga nanti. Tapi kalo kamu punya bayaran setimpal, aku enggak bakal nolak.”

Kekehan Airlangga dibalas tinju kuat main-main oleh Rey. Meski menggunakan tangan kiri, dia mampu melakukannya.

“Maumu apa?”

Airlangga langsung tahu apa yang dia inginkan dari Rey. “Pinjami aku jas.”

Tidak masalah, cuma jas. Rey mengiyakan. “Jas yang mana?”

Seringaian Airlangga memberi firasat buruk pada Rey. “Yang merk Pruda.”

Jas dengan merk itu adalah jas termahal dan jarang digunakan oleh si empunya. Selain mahal, Rey merasa sayang untuk mengenakannya kalau bukan di acara yang menurutnya tidak ‘wah’ sama sekali.

“Boleh, enggak? Kalo boleh, aku langsung tancap gas ke rumah kenalanmu sekarang.”

Roni sedang tidak bisa diharap di jam sibuk begini. Sementara Rey tidak punya karyawan lain yang bisa dipercaya, selain laki-laki itu. Memang cuma mengambil biji dan bubuk kopi, tapi Rey tetap butuh seseorang yang bisa dipercaya.

𝐀𝐭𝐫𝐞𝐲𝐮Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang