Bantuan yang diminta Bima pada Sindy akhirnya berbuah heboh. Media sosial dipenuhi dengan foto Bima dan Sindy yang tengah berciuman di sebuah bar.
Tidak ada orang-orang yang mau peduli asal muasal kenapa bisa terjadi begitu. Yang mereka lihat itulah faktanya. Apa yang mereka dengar, itulah kebenarannya.
Berita buruk bergulir cepat, sangat kacau sampai-sampai perusahaan turun tangan. Kehebohan yang sudah terlanjur menyebar, tidak seluruhnya bisa dihentikan.
Mungkin kalian bertanya kenapa bisa segempar itu? Karena Bima adalah mantan menantu dari keluarga Mahatma, sekaligus sosok pria yang diperhitungkan dalam profesinya di perusahaan ternama.
Sebab kemarin malam Bima menghadiri pesta ulang tahun mantan adik iparnya—Prita Mahatma, yang kedua puluh dua. Gadis muda itu memang sudah tergila-gila pada Bima sejak Praya memulai hubungan dengan Bima.
Bibit-bibit pelakor sudah ada dalam diri Prita, sehingga agar rumah tangga Praya tidak terguncang, kedua orang tua mereka mengirimkan Prita keluar negeri.
Tapi, tapi ... Prita akhirnya kembali. Mulai mengganggu Bima sejak sepekan lalu. Bahkan dengan nekat tanpa tahu malunya, dia menyusul Bima keluar kota saat sedang perjalanan bisnis.
Bagaimana bisa perempuan nakal itu tahu keberadaan Bima, padahal Bima sendiri tidak memberitahu? Ah, jawabannya mudah saja. Karena dia adalah Prita Mahatma, maka semua terlalu gampang untuknya.
Mengadukan hal itu pada ayahnya Prita sama saja artinya Bima memperlihatkan ketidakbecusannya dalam menghadapi Prita. Harusnya, dia pria dewasa tentu bukan masalah mengabaikan seorang gadis muda yang terpaut usia jauh darinya. Bima tidak mau, tidak suka kalau harus diremehkan lagi. Sudah cukup dulu saat dia masih bersama Praya.
Prita tidak bisa begitu saja diabaikan. Semakin ditolak, akan makin kurang ajar. Sehingga kini cara cepatnya, Bima perlu menunjukkan bahwa dia tidak sedang sendirian. Ada Sindy bersamanya.
Alhasil, selain sukses membuat murka Prita, Bima dan Sindy mendapatkan kesialan yang mengancam keberlangsungan karir mereka. Secara tidak langsung, kemarahan Prita ada kaitannya dengan apa yang menimpa Bima serta Sindy. Seharusnya memang tidak sebesar ini. Lagi-lagi pengaruh keluarga Mahatma begitu mudah menghancurkan siapa saja yang telah menjadi target.
Bima akhirnya ditegur, tidak terkecuali Sindy. Namun pastilah Sindy yang paling disalahkan atas insiden itu, tidak peduli bagaimana cerita aslinya.
“Saya calon suaminya. Sebenarnya kami memang mau menikah dalam waktu dekat.” Bima, tidak mau tinggal diam membiarkan Sindy ditegur sendirian. Malah masuk saat seharusnya Sindy diberitahu sanksi dan teguran keras dari pimpinan pusat.
“Oh, ya?” Pria tua, kisaran enam puluhan tahun berperawakan kurus kecil itu melirik Bima, tajam. “Benar begitu, Sindy Alsava?” Kini beralih pada Sindy.
“Ya, Pak.” Sindy tidak merasa berat saat kepalanya terangguk mengiyakan. Padahal kemunculan Bima begitu mendadak, namun dia bisa mengimbangi kebohongan si mantan kakak ipar tanpa kesulitan. Dari sini pun Sindy makin sadar, kalau dia bisa senyaman itu dengan Bima—percaya, yakin. Padahal, walau dia pernah bekerja di tempat ini dulu sebelum menikah, tidak pernah sekalipun bertemu dengan pimpinan pusat. Harusnya dia gugup. Namun Bima memberinya perlindungan, menjadikannya tidak gentar sama sekali.
“Kalau memang begitu, ya bagus. Citra perusahaan kita tidak semakin tercoreng dengan pemberitaan tentang bos yang mengencani bawahannya. Kalian dianggap pasangan tidak bermoral. Jadinya merembet ke mana-mana.” Pria bernama Doni Arkana itu berdecak di akhir kalimat. Sengaja tidak membawa-bawa Mahatma karena nama kepala keluarga itu haram untuk disebut, kalau tidak mau karirmu hancur. Bila ada jalan lain, meski agak berbahaya, gunakan saja daripada harus berurusan dengan Mahatma.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐭𝐫𝐞𝐲𝐮
Romance❝𝐊𝐚𝐝𝐚𝐧𝐠 𝐚𝐩𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐤𝐢𝐭𝐚 𝐢𝐧𝐠𝐢𝐧𝐤𝐚𝐧, 𝐡𝐚𝐫𝐮𝐬 𝐣𝐚𝐝𝐢 𝐦𝐢𝐥𝐢𝐤 𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐥𝐚𝐢𝐧 𝐝𝐮𝐥𝐮 𝐬𝐞𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐚𝐤𝐡𝐢𝐫𝐧𝐲𝐚 𝐣𝐚𝐝𝐢 𝐤𝐞𝐩𝐮𝐧𝐲𝐚𝐚𝐧 𝐤𝐢𝐭𝐚. 𝐌𝐚𝐤𝐚𝐧𝐲𝐚, 𝐛𝐞𝐫𝐣𝐮𝐚𝐧𝐠 𝐚𝐣𝐚 𝐭𝐞𝐫𝐮𝐬. 𝐌𝐚𝐬𝐢𝐡...