Rey tidak menyangka kalau rumah yang ditempati Sindy bersama Jumantara, ada tepat di hadapannya saat ini. Sebulan belakangan dia dibuat penasaran ke mana pindahnya Sindy setelah menikah, karena rumah peninggalan kedua orang tuanya tidak dijual malah makin terawat, tapi tidak ditinggali.
“Enggak boleh, ya?” Rey tersenyum bermakna penuh arti. Senang kalau ternyata semudah ini menemukan Sindy kembali tanpa perlu repot menggali informasi dari mana pun.
Rumah yang berada di pinggir jalan lintas. Tidak terbayangkan sedikit pun kalau Sindy akan menetap di wilayah seperti itu bersama Jumantara. Rey pikir, Jumantara yang berprofesi sebagai karyawan kantoran pastilah suka tinggal di perumahan yang tenang, asri dengan tamannya dan bertetangga cukup dekat satu sama lain.
Yang saat ini terlihat, justru samping kiri kanannya berjarak cukup jauh untuk bisa disebut tetangga. Berselang puluhan meter, bahkan ada yang ratusan meter.
“Sin? Kenapa tamunya enggak diajak masuk?”
Dari pintu pagar yang terbuka bersamaan terdengar suara, muncul sosok pria yang kini telah menggantikan posisi Rey sebagai suaminya Sindy—Jumantara.
Baru sekaranglah wujud asli Jumantara jelas di mata Rey. Sebelumnya dia mengetahui sosok pria dari cinta masa lalu Sindy itu cuma lewat foto. Rey tidak sengaja melihat ketika Titi mengunggah kebersamaan mereka di pelaminan. Seluruh keluarga Harnanta diundang, apalagi dia. Kalian pasti punya jawabannya kenapa Rey memilih tidak hadir.
Sindy gelagapan. Rasa tidak nyaman makin kuat terasa, karena kemunculan dadakan Jumantara di antara mereka. Mantan suami dan suami baru. “Oh, ini, Mas. Emm ... Mas Rey kebetulan lewat sini kayaknya. Dia ... dia tadi hampir keserempet sama sepeda motor.”
Jumantara tersenyum hangat sambil menatap Sindy lekat-lekat. Menandakan kecintaan si pria terhadap wanitanya. Rey tahu, terlihat jelas. Asli, tidak palsu seperti yang sering dia lakoni di depan mendiang ibunya dulu. Menunjukkan pada Ratna bahwa betapa Rey mencintai Sindy sebagai istri penuh bakti. Agar ibunya bahagia.
Sekedar informasi, Ratna begitu terobsesi terhadap kebahagiaan pernikahan ketiga anaknya. Seperti para ibu yang bekerja di luar rumah pada umumnya, Ratna merasa bersalah karena kurang berperan selama usia tumbuh kembang putra putrinya. Apalagi setelah kepergian Radi Harnanta, Ratna kehilangan sosok pemimpin dan sandaran sekaligus.
Meski Ratna adalah wanita mandiri, tetap saja membutuhkan sosok suami yang seperti Radi. Dulu mereka sama sibuknya, sehingga setelah Radi meninggalkan keluarganya, Ratna butuh mengisi ruang-ruang kosong dalam hatinya dengan kebahagiaan lewat cara melihat kehidupan rumah tangga ketiga anaknya yang setidaknya dipenuhi oleh limpahan kasih sayang.
“Keserempet motor? Sama anak-anak remaja yang biasanya itu?” Jumantara spontan terkejut, seperti baru sadar kalau ada yang lebih penting, daripada menatap istrinya dengan penuh cinta di situasi saat ini. Ditatapnya Rey lekat-lekat. “Ada yang luka?”
“Enggak ada. Aman.” Rey berbohong. Cengeng namanya kalau mengaku terluka kedua lutut yang tidak seberapa itu pada lawannya.
“Mereka itu anak-anak dari daerah sebelah sana. Emang hampir tiap sore mereka begitu. Udah dilaporin sama warga sini masih aja dilakuin.” Sambil menjelaskan, Jumantara merapat ke Sindy.
Seharusnya kan, aku yang di situ. Apa bisa waktu diulang? Aku pengen balik lagi di waktu ibu masih ada. Rey berdeham. “Wah, pantes aja mereka keliatan terbiasa. Rutinitas rupanya.”
Jumantara mengangguk setuju. “Iya, bener. Kebiasaan enggak baik yang terus diulang.”
Mengulurkan tangan kanan ke hadapan Jumantara yang sekarang sudah fokus padanya, Rey mulai bertingkah cari perhatian. “Kenalin, aku Rey.”
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐭𝐫𝐞𝐲𝐮
Romans❝𝐊𝐚𝐝𝐚𝐧𝐠 𝐚𝐩𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐤𝐢𝐭𝐚 𝐢𝐧𝐠𝐢𝐧𝐤𝐚𝐧, 𝐡𝐚𝐫𝐮𝐬 𝐣𝐚𝐝𝐢 𝐦𝐢𝐥𝐢𝐤 𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐥𝐚𝐢𝐧 𝐝𝐮𝐥𝐮 𝐬𝐞𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐚𝐤𝐡𝐢𝐫𝐧𝐲𝐚 𝐣𝐚𝐝𝐢 𝐤𝐞𝐩𝐮𝐧𝐲𝐚𝐚𝐧 𝐤𝐢𝐭𝐚. 𝐌𝐚𝐤𝐚𝐧𝐲𝐚, 𝐛𝐞𝐫𝐣𝐮𝐚𝐧𝐠 𝐚𝐣𝐚 𝐭𝐞𝐫𝐮𝐬. 𝐌𝐚𝐬𝐢𝐡...