Chapter 11. Menginap di Rumah Mantan

13 1 4
                                    

Rey tidak mendengarkan lebih jauh apa yang tadi telah menarik penuh perhatiannya. Dia bahkan tidak berpamitan pada Titi dan Pandu ketika setengah berlari keluar dari ruang tengah.

Sindy! Cuma nama si mantan istri yang langsung memenuhi kepalanya. Rey sudah terburu-buru pergi meninggalkan kediaman Titi. Mengemudikan mobil ke tujuan yang pasti bisa kalian tebak sendiri.

Setelah Breaking News yang tayang di televisi usai, Titi menatap Pandu, pun sebaliknya.

“Mas ....” Tercekat rasanya kata-kata Titi. Berusaha tenang, namun tetap saja gelisah.

“Belum pasti. Kita tunggu aja.” Pandu merangkul Titi, mematikan televisi. “Kubuatin teh lemon, ya?”

Pandu selalu tahu apa yang bisa membuat Titi merasa jauh lebih baik. Dipeluk, diperhatikan dan dibuatkan teh lemon olehnya. Masih ampuh sampai detik ini.

Selagi Titi bengong, Pandu membuat teh lemon yang cuma memakan waktu beberapa menit. Selesai disajikan ke hadapan Titi, barulah dia ikut duduk di samping istrinya.

“Sekarang jam berapa, Mas?”

“Bentar.” Pandu berdiri, padahal baru duduk. Tidak apa, Pandu lebih lelah mengeluh daripada mengerjakan apa yang diminta Titi. Berjalan pelan beberapa langkah untuk melongok ke ruang keluarga. Jam dinding besar letaknya di sana. “Sembilan lewat sebelas.”

Titi mengembuskan napas dengan raut yang murung. “Kejadiannya baru aja ya, kan?”

“Empat puluh menit lalu, kira-kira.” Pandu menghitung, itu pun kalau tidak salah.

“Padahal masih pengantin baru,” gumam Titi. Gambaran di benaknya tentu tentang pesta pernikahan diliputi kegembiraan yang pernah ikut dihadirinya bersama Pandu.

“Mungkin ...” Pandu ragu, tapi bisa saja hal seperti yang tidak mungkin, dapat terjadi secara tiba-tiba. “Mungkin aja dia selamat.”

Titi menoleh, menatap suaminya lekat-lekat. “Mas, mobilnya jatuh ke sungai lho. Tenggelam sampe dasar, sedalam sepuluh meter. Apa mungkin?”

“Enggak ada yang enggak mungkin.” Pandu tersenyum.

“Iya juga ya, Mas? Apa pun bisa terjadi.”

Pandu mengusap punggung Titi. “Apa yang kamu pikirin?”

“Enggak ada,” geleng Titi, ragu.

“Sebenarnya, kamu lagi mikirin perempuan itu, kan?” Pandu tahu apa yang ada di benak istrinya.

“Iya.”

***

Yang membuka pintu rumah bukannya Sindy, melainkan Julia.

Rey tidak mengenal siapa pun teman Sindy. Meski Julia beberapa kali pernah menjemput Sindy ke rumah sewaktu masih serumah, tetap saja Rey tidak ingat. Mana mungkin ingat, Rey cuma tahu Lula dan siapa orang-orang di dekat kekasihnya itu saja. Dulu begitu. Dunia Lula, dunianya juga.

“Kenapa kamu ke sini?” Julia tipikal perempuan spontan kalau bicara. Memang Sindy tidak pernah menjelekkan Rey di hadapannya, tapi selaku teman, dia tahu ada yang tidak beres dalam hubungan antara Rey dan Sindy. Rumah tangga yang dipenuhi aura tidak sehat, menurutnya.

“Mau ketemu Sindy-lah.” Rey langsung masuk. Mana peduli pada Julia, andai perempuan itu saudara jauh Jumantara sekalipun.

“Sindy enggak mau diganggu.” Julia tidak bohong, memang Sindy sudah berpesan tadi sebelum meminta Julia membukakan pintu.

Tidak mau marah-marah yang cuma meninggalkan kesan buruk, Rey memilih duduk di kursi tamu tanpa dipersilakan.

“Kemari karena berita di tv, ‘kan?” Baiknya Julia, tidak mengusir dan malah membuatkan teh untuk Rey. Padahal Sindy tidak memintanya melakukan apa pun selain mengatakan pada si tamu kalau tidak bisa diajak bicara dulu.

𝐀𝐭𝐫𝐞𝐲𝐮Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang