3. Malam Itu Datang

8 4 0
                                    

"Berencanalah! Susun rencanamu seindah yang kau bisa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Berencanalah! Susun rencanamu seindah yang kau bisa. Tapi, tolong jangan lupa siapkan mental untuk menerima rencana dari Sang Maha
Penyusun Rencana Kehidupan."

༄࿐ ༄࿐ ༄࿐

Sesudah dari komplek perumahan—tempat rumah yang baru ia beli—Amran langsung kembali ke kosnya. Ia menyimpan barang-barang yang sekiranya tak perlu ia bawa pulang. Juga merapikannya sedikit di sana dan di sini. Amran selalu meninggalkan kamar kos miliknya dalam keadaan rapi. Si bujang ini tak pernah suka sesuatu yang berantakan apalagi kotor.

Saat semuanya beres, barulah ia mengambil backpack yang sudah ia kemas semalam. Siap untuk perjalanan pulang kampung. Pulang ke rumah.

Tadi, saat akan keluar kos Amran sempat sedikit merasa enggan. Tiba-tiba merasa gelisah. Namun karena mengingat hari sudah makin petang. Ia tak membiarkannya itu berlama-lama.

"What's wrong?" Rasanya tidak jelas.

Akhirnya setelah mengucap istigfar beberapa kali untuk menenangkan diri, Amran lalu segera keluar meninggalkan kosnya.

Di parkiran kos ia juga bertemu Farhan dan Zaki tadi. Mereka tetanggaan. Kamar Amran berada di lantai dua, sedangkan kamar mereka di lantai satu. Kos mereka ini berbetuk mirip asrama. Terdiri dari tiga lantai, dengan tangga di kedua sisi bangunan, dan kamar yang berjejer dengan rapi, tidak ada lorong-lorong, hanya ada teras kecil sepanjang susunan kamar. Dua teman Amran itu pun sudah tahu rencananya untuk akan pulang hari ini. Jadi tadi mereka hanya cakap-cakap sedikit sebelum Amran pamit.

"Bro lo gak bawa minum buat di jalan?" tanya Zaki saat Amran akan memasuki mobilnya.

"Gak. Lupa beli tadi. Gampang lah! Tinggal beli di minimarket entar."

"Ya udah ini." Zaki menyodorkan sebotol air mineral. "Bawa buat lo dah! Tadi gue beli air beberapa botol."

"Wah, thank you, Bro." Amran lalu segera masuk ke mobil, dan melajukan mobilnya.

Ia butuh sekitar 3 atau 4 jam untuk sampai ke kotanya. Ia akan pulang ke tempat ia dilahirkan, ke rumah orangtuanya, ke rumahnya.

"Kangen bunda, ayah, adek. Amran kangen kalian."

Badan boleh tegap, tampang boleh sangar. Namun seorang anak tetaplah seorang anak, yang akan selalu butuh pelukan hangat keluarganya.

Langit mulai teduh, sudah tidak panas terik lagi. Hari sudah petang menjelang malam.

Gemuruh mesin mobil pun berderu. Sama seperti gemuruh gojalak rasa dalam benak si bujang ini. Ia sudah sangat tidak sabar untuk pulang. Sangat tidak sabar untuk bertemu hari besok. Ya. Tidak sabar untuk merealisasikan rencana besar yang sudah ia persiapkan.

Lengkungan mekar itu pun tak kunjung menyusut. Amran terus tersenyum-senyum sepanjang perjalanan. Sekujur tubuhnya tersenyum. Merespon gejolak rasa indah di dada.

Mawar LayuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang