17. Tidak Berubah, tapi Berkembang

5 1 0
                                    

"Hidup itu tak harus sempurna, hanya harus bergerak maju

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hidup itu tak harus sempurna, hanya harus bergerak maju. Karena kesempurnaan adalah kemustahilan yang nyata bagi manusia."

༄࿐ ༄࿐ ༄࿐

Detik menit terus berjalan. Dunia yang tak pernah berhenti berputar, akan meninggalkan mereka yang berhenti tanpa adanya usaha pergerakan, dan akan mendukung para pejuang optimalisasi kehidupan.

Ada yang berdiam di sudut kamar, sambil menghayal perencanaan untuk mencapai kesempurnaan, dan terus mengoreksi rencananya yang bahkan dibentuk tanpa riset. Sayangnya, itu tak akan ada gunanya. Sedangkan mereka para perintis, pejuang capaian dan harapan, terus memulai perubahan walau sedikit demi sedikit, tak berpatok pada rencana, terus memperbaiki langkah sambil memantau pasar dunia, mengikuti arus tanpa mengubah prinsip diri.

Dunia dengan zamannya, secara spontanitas akan memberi perubahan, namun akan terus ada manusia-manusia kaki lemah yang terus terlena dalam zona nyaman.

Amran mengakui kekuatannya sudah tak sama lagi dengan yang dulu. Karena sekarang, kekuatan itu sudah semakin bertumbuh pesat. Dulu dia hidup dalam kedamaian, kesempurnaan yang ia temui dalam segala aspek. Satu-satunya tekanan yang ia miliki adalah hasrat ambisi kesuksesan. Itu pun, ambisi yang ia pupuk dengan ketenangan. Berbeda dengan hari ini. Sudah ada sisi diri lain yang harus Amran jaga, dalam dirinya.

Setelah pertemuan konseling pertama dengan Bu Lina waktu itu, dan Amran langsung dirujuk untuk cek kesehatan di sebuah rumah sakit. Hasil pemeriksaan mendiagnosis bahwa Amran menderita hipertensi dan anemia. Diduga hal ini dipicu karena tekanan psikis yang ia alami. Ia lalu mendapat resep obat untuk ditebus.

Kemudian barulah Bu Lina menyatakan diagnosisnya. Amran dinyatakan mengalai PTSD (Post Traumatic Stress Disorder). Amran diam saja waktu mendengar nama penyakit itu, karena pun, dia tidak mengerti apa itu. Sampai setelah Bu Lina menjelaskan keadaannya.

"Bu, maaf. Ap... apakah, itu, sesuatu yang parah?"

"Kamu tidak perlu memikirkan itu, ya, Amran. Itu cukup saya yang atasi. Kamu hanya harus mengikuti instruksi dan jadwal tahapan terapi yang akan saya beri nanti, dan terus berdoa pada Yang Maha Mengobati. Kita usahakan saja, semoga kamu tidak perlu sampai konsumsi obat pereda kecemasan."

"Iya, Bu. Saya gak mau ketergantungan obat. Mohon bantuannya, Bu, untuk penyembuhan saya."

"Pasti, Amran. Pasti."

Apakah semua orang setulus Bu Lina.

Hari-hari berikutnya Amran pun mulai melakukan tahapan konseling. Beberapa kali Bu Lina juga menawarkan bahkan membujuk Amran untuk bercerita jujur pada keluarga tentang kondisinya ini. Namun, Amran tetaplah seorang Muhammad Amran. Ia teguh pada keputusannya sejak awal.

"Tidak, Bu. Saya yakin bisa melewati ini sendiri. Biar saya ikhtiar berobat saja pada Bu Lina, dan terus berdoa pada Allah. Saya tidak mau, Bu, kalau keluarga juga ikut khawatir karena ini."

Mawar LayuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang