27. Opname

1 1 0
                                    

Masih si salah satu ruangan sepetak di rumah sakit. Percakapan antara dua laki-laki paruh baya, yang tak terhenti walau gelap malam sudah semakin pekat.

"Ini dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi, dan sebagian besar komplikasi tersebut berakibat fatal. Beberapa jenis komplikasi stroke yang mungkin muncul, antara lain:
- Deep Vein Thrombosis. Sebagian orang akan mengalami penggumpalan darah di tungkai yang mengalami kelumpuhan. Kondisi ini dikenal sebagai deep vein thrombosis. Kondisi ini terjadi akibat terhentinya gerakan otot tungkai yang menyebabkan aliran di dalam pembuluh darah vena tungkai terganggu. Kondisi cukup berbahaya karena bisa meningkatkan risiko untuk terjadinya penggumpalan darah.
- Hidrosefalus. Sebagian pengidap stroke hemoragik juga dapat mengalami hidrosefalus, yaitu menumpuknya cairan otak di dalam rongga jauh di dalam otak (ventrikel).
- Gangguan Refleks Menelan. Kerusakan yang disebabkan oleh stroke dapat mengganggu refleks menelan, ini kemudian menyebabkan makanan dan minuman berisiko masuk ke dalam saluran pernapasan. Masalah dalam menelan tersebut dikenal sebagai disfagia."

"Terapi stroke ringan sangat diperlukan untuk mencegah kondisi ini menjadi makin parah. Terapi ini juga bisa mencegah stroke muncul kembali di kemudian hari. Gejala stroke ringan–atay bisa TIAdisebut hampir sama dengan gejala stroke yang sebenarnya. Bedanya hanya terletak pada durasi terjadinya gejala. Meskipun akan hilang dalam hitungan menit atau jam, gejala stroke ringan, seperti mati rasa atau kelemahan di wajah, lengan, atau kaki, kesulitan bicara, wajah terkulai, dan penglihatan kabur, bisa menjadi tanda awal munculnya stroke berat."

"Kemudian kita akan melakukan pemeriksaan akan meliputi pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan tanda-tanda vital, seperti denyut jantung, frekuensi pernapasan, suhu tubuh, dan tekanan darah. Dokter juga akan melakukan pemeriksaan saraf yang terdiri dari kekuatan otot dan gerakan tubuh, gerakan mata, ucapan dan bahasa, gerakan refleks, serta sistem sensorik tubuh. Juga, pemeriksaan tambahan, seperti USG karotis, CT scan kepala, MRI, arteriografi, dan kateterisasi pembuluh darah otak, mungkin juga dilakukan."

"Ini untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat tentang kondisi Bu Anum. Terapi stroke ringan berfokus pada pengobatan untuk meningkatkan aliran darah ke otak."

"Beberapa terapi stroke ringan ialah: Perubahan gaya hidup, konsumsi makanan yang rendah lemak, rendah garam, dan tinggi serat, seperti buah-buahan, sayuran, ikan, dan daging tanpa lemak, juga kurangi konsumsi makanan yang digoreng dan mengandung gula, olahraga secara rutin minimal 30 menit sehari, dan cukupi waktu tidur minimal 7 jam setiap malam. Usahakan untuk menjaga kestabilan psikis juga, pasien tidak boleh stress. Saya juga akan meresepkan obat-obat nantinya, setelah pemeriksaan lebih lanjut.

"Kemudian, prosedur neurointervensi. Ini merupakan prosedur medis non-bedah yang bisa dilakukan untuk menangani TIA maupun stroke. Ini akan saya jelaskan di waktu lain, jika memang Bu Anum membutuhkan tindakan ini, dan, yang terakhir adalah operasi."

Ayah Daud menyimak seksama. Sampai akhirnya mendengar pilihan terapi yang terakhir, spontan membuat ia terbelalak.

"Kita usahakan yang terbaik untuk istri Bapak. Semoga semuanya Allah Ta'ala permudahkan."

"Aamiin, aamiin allahumma aamiin," lirih Ayah Daud.

"Saya sudah lama menjalankan profesi ini, Pak. Menemukan pasien dengan berbagai jenis keluhan dan penyakit, juga, dengan berbagai macam reaksi keluarga terhadap kondisi pasien. Tidak sedikit dari mereka yang menangis meraung, tak dapat menerima takdir akan penyakit yang diidap orang terkasihnya. Begitu pula, yang dapat ikhlas walaupun sedih. Namun ada reaksi keluarga yang paling langka saya temui." Pak dokter tersenyum. Melihat mata berair pada lawan bicaranya.

"Yang ikhlas, menangis tapi tidak meraung-raung, sedih tapi tidak menyalahkan takdir, berduka tapi tidak memberontak. Pun, malah mau mendengar penjelasan panjang lebar akan kondisi penyakit dari keluarganya itu. Ini adalah yang paling langka, Pak."

Tak menjawab, Ayah Daud sibuk terisak. Ia ingin menemui istrinya segera, tapi tak mungkin dengan wajah sembab seperti ini, dan ditambah lagi dengan ucapan Pak Dokter. Ayah harus menuntaskan air matanya sebelum bertemu Bunda Anum.

"Saya salut dengan ketegaran anda, Pak. Semoga Yang Maha Memberi Penawar memberi kesehatan pada Istri Bapak."

~~~

Udara dingin menyeruak. Menembus dinding-dinding beton. Apalagi jika ditambah pendingin ruangan itu. Sudahlah. Musnah sudah ketahanan tubuh Amran.

Laki-laki ini paling tidak tahan dingin. Ia akan menggigil, butuh selimut berlapis-lapis jika sudah kedinginan. Namun, berbeda dengan malam ini.

Dingin tak berhasil menggetarkan tubuhnya. Tidak ada badan yang menggigil malam ini, padahal, tubuhnya hanya berbalut baju kaus berlengan pendek. Sempat mengenakan jaket tadi, namun sudah ia lepaskan, memilih untuk menyelimuti tubuh adiknya yang telah tertidur kedinginan di sofa kamar rumah sakit.

Mungkin, ini pertama kalinya ia tidak kedinginan di suhu serendah sekarang. Mungkin, tubuhnya sudah lelah bergetar.

"Bunda," lirihnya pelan sekali.

Amran duduk di sebelah ranjang Bunda. Ia menatap wanita terkasihnya. Wajah yang teduh itu tertidur lelah, walau dengan jarum infus di tangannya.

Tangan yang sudah mulai berkeriput itu Amran genggam pelan. Dingin.

"Bunda kedinginan." Amran memperbaiki posisi selimut Bunda yang agak tersingkap. Lalu menggenggam lagi tangan Bunda yang tidak diinfus.

"B-bunda." Laki-laki itu bergumam tanpa suara.

Sejak Kejadian tadi, Amran sudah mati-matian menahan gejolak dirinya. Ada hasrat tangis yang ingin pecah, ada sarat luka yang memberontak meraung. Tak ada yang tahu seberapa kuat Amran menahan tubuhnya yang melemah. Hanya beberapa tetes air mata yang berhasil lolos. Itu pun, ia tak berani terisak.

Ada Ayah yang harus ia dampingi, ada Filza–Adiknya–yang harus rangkul, pun ada Bunda yang sedang sakit dan tak boleh melihat putranya bereaksi tidak normal. Ada keluarga yang harus Amran jaga. Apalagi Filza. Gadis itu tidak menangis setidaknya sampai Bunda masih diperiksa tadi. Namun saat ayah kembali dan mengajak mereka ke luar kamar pasien sebentar. Menceritakan bahwa Bunda mengalami stroke ringan, detik itu juga Filza langsung terduduk lemas dan menangis sejadi-jadinya.

"Dek, kita berusaha kuat, ya. Kita gak boleh gini di depan Bunda. Ada Bunda yang harus kita jagain, dan Bunda pasti akan drop kalau tau Filza nangis gini." Begitu Amran mencoba menenangkan adik perempuannya yang ia peluk terus-menerus tadi.

Karena Filza yang tak bisa berhenti menangis, akhirnya hanya ayah yang masuk dan menemani Bunda di kamar. Bunda sudah tertidur dari tadi setelah dipasangkan infus. Sedangkan Amran tetap di depan kamar menemani Filza yang melepas tangis dalam pelukannya. Amran tak berkomentar, ia biarkan adiknya meluapkan apa yang ia rasa.

Filza tidak boleh menahan rasa seperti abangnya.

Hingga akhirnya gadis itu tertidur. Amran yang menyadari tangisan adiknya sudab berhenti, ternyata sudah berganti dengan dengkuran halus. Segera ia bopong tubuh Filza dan dibawa masuk ke dalam ruangan Bunda. Ia rebahkan pelan adiknya di sofa yang ada di situ. Amran pun sempat mencarikan kain atau sesuatu yang bisa ia gunakan untuk menyelimuti Filza, namun karena tak menemukan apa pun, jadi ia pakai saja jaket yang ada di tubuhnya.

Ayah pun lalu izin keluar. Katanya mau membeli beberapa cemilan dan buah-buahan.

Kini hanya ada Amran yang terbuka matanya di kamar ini. Menangis tanpa suara, sambil menggenggam pelan tangan wanita yang telah melahirkannya.

"Bunda gak boleh ke mana-mana. Amran gak mau kehilangan Bunda."

Mawar LayuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang