"Saat tubuh terasa sakit, itu adalah sinyal bahwa kita membutuhkan penanganan. Apakah itu dalam bentuk obat, istirahat, atau bahkan pengobatan intensif. Begitu pula halnya pada kesehatan psikis. Hidup itu harus realistis. Kalau sakit, ya, berobat. Jangan bergaya sok kuat merasa bisa sembuh tiba-tiba. Kecuali, kamu mau sekolah kedokteran di semua spesialis, baru kamu bisa mendiagnosis dan memberi resep obat untuk dirimu sendiri."
༄࿐ ༄࿐ ༄࿐
Sesi konseling hari ini sudah selesai.
Pertemuan pertama antara Amran dan Bu Lina—psikolog yang akan menangani proses penyembuhan Amran ke depannya—berlangsung dengan cukup baik.
Amran tahu bahwa seorang psikolog pasti mempelajari dan mengerti tentang ilmu kejiwaan manusia. Bagaimana cara manusia berpikir, bagaimana pikiran akan berdampak pada mental, bagaimana sistem tubuh manusia berperilaku, teknik pendekatan naluri, dan lain sebagainya. Namun Amran tak menyangka bahwa seorang psikolog begitu hebatnya, yakni bisa membuat seseorang nyaman untuk bercerita padanya. Orang asing yang baru bertemu saat itu, dan dengan kehebatannya bisa membuat mereka buka mulut bercerita panjang lebar.
Canggung, ketakutan, cemas, dan berbagai respon pasien bisa mereka tangani.
Tidak tahu apakah semua ahli kejiwaan seperti itu atau tidak. Tapi Bu Lina, psikolog yang ia jumpai hari ini tersebut telah sangat berhasil membuatnya Seolah memberi ruang aman untuknya tumpah kisah.
Selepas sesi konsultasi itu Amran pun langsung pulang ke kosnya. Bercerita tentang semua tragedi malam itu sungguh menguras tenaga Amran. Tragedi yang mati-matian Amran berusaha untuk lupakan selama ini, namun berakhir sia-sia. Malah kini membawanya harus berhadapan dengan klinik jiwa.
Amran menyetir dengan sisa-sisa tenaganya. Mobil ini, masih mobil milik ayah. Amran belum membeli aset apa pun lagi setelah rumah itu. Ya, rumah itu.
"Assalaamu'alainaa wa 'ala 'ibaadillahishaalihiin."
Sudah sampai. Amran segera membuka pintu dan masuk, kemudian langsung menuju kamar mandi untuk bersih-bersih. Mengembalikan sedikit kebugaran dengan sejuknya guyuran air. Lalu berpakaian, baru ia rebahkan tubuhnya di ranjang.
Di kota ini, Amran menyewa sebuah kamar kos-kosan. Hampir sama dengan kosnya dulu, hanya saja yang ini lebih luas. Kamar kos yang hampir mirip rumah, karena terdapat kamar mandi, dapur kecil, dan ruang tamu di dalamnya. Namun tetap berjejer agak berjauhan antara satu kamar dengan kamar lain. Lebar ke belakang, memanjang. Kos-kosan elit kata orang.
"Huh."
Nyaman sekali saat punggungnya menyentuh permukaan di persegi panjang berkapas empuk.
Sebenarnya Amran berharap ia bisa langsung istirahat dan tidur. Sekujur tubuhnya terasa pegal-pegal. Namun sayangnya, mata Amran sedikit pun tak berkenan ditutup. Mungkin over tired. Jadi membuatnya mau tidur saja susah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mawar Layu
Mystery / Thriller🥀🥀🥀 Malam itu terjadi begitu saja. Kecelakaan besar yang datang dengan ganas dan merampas nyawa perempuan yang selama ini Amran cintai dalam diam. Andai kecelakaan itu tidak terjadi, maka seharusnya besok adalah hari bahagia di mana ia akhirnya a...