19. The First Time

1 1 0
                                    

Filza melepas sandalnya.

"Wah! Seru banget ngobrolnya! Gabung, dong! Bahas apaan nih?"

"Random aja sih," jawab Aisyah.

"Hmm ... sebenarnya ngebahas Filza."

Kening Filza mengerut. "Kalian gosipin Filza!"

"Iya, tentang kebiasaan Filza yang suka ngadain konser tiba-tiba. Kadang di kamar, kadang di dapur, kadang di mana-mana."

"Abang!" Filza pukul pelan lengan Amran. Sedangkan Aisyah ikut tertawa melihat bersaudara di depannya.

"Eh tapi tunggu! Kok?" Aisyah dan Amran menyimak. "Kok kalian keliatan udah akrab banget? Udah saling kenal?" bingung Filza. Pasalnya, ia rasa ini adalah pertama kali Amran dan sahabatnya ini bertemu.

"Udah, tadi kami kenalan," sahut Amran, dan Aisyah jawab mengangguk.

"Siapa yang duluan ajak kenalan?" Filza penasaran.

"Kepo amat kamu, Za."

"Aisyah! Dengar, ya! Ini tu fenomena, setidaknya menurut aku. Kenapa? Karena Abang dan Sahabatku ini, dasarnya aku kenal, dan kalian sama-sama gak gampang akrab sama orang? Lah, ini malah akrab banget. Baru juga ditinggal ke warung."

Spontan, Amran dan Aisyah saling melirik beberapa detik.

"Filza benar." Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Lah? diem?"

"Filza, tadi tu abang lagi ke dapur mau makan, terus mau sekalian ajak kalian makan juga, eh, pas abang keluar Filza gak ada. Yang ada cuma Aisyah sendiri, ya udah, kami kenalan, terus ngobrol."

"Segampang itu?"

"Za. Aku bukan manusia goa yang gak bisa bersosial ya!" Filza pun tertawa mendengar keluh sahabatnya.

"Iya bercanda!"

"Dek." Filza menoleh pada asal suara. "Kalian, udah makan siang?"

"Makan! Oh iya belom! Ya ampun maaf ya Aisyah? Bisa-bisanya aku lupa ajak kamu makan."

"Ya udah si, Za, santai, aku gak mati kok karena telat makan dikit, kita kan juga makan ciki tadi. Santai, lah."

"Yeeee dasar! Temennya sendiri gak ditawarin makan. Ih, Filza parah banget!"

"Ye Abang! Kan lupa! Bukan sengaja!"

Filza menyenderkan tangannya pada lantai. "Eh?" Tak sengaja ia menyentuh plastik kresek--yang ia bawa pulang tadi. "Eh rujaknya bunda!" Buru-buru ia berlari masuk mengantar makanan pesanannya bunda.

Meninggalkan dua orang di sana, kembali berdua.

"Filza tu lucu banget. Kadang teliti sampai sarang-sarang semut dia telusuri, kadang juga ceroboh banget. Dunia adil banget buat dia." Amran spontan saja berkata, saat melihat kelakuan adiknya.

"Gak, Bang." Si bujang pun refleks menoleh pada gadis yang bersuara di depannya.

"Hidup itu, adil buat semua orang."

Sedetik, dua detik, tiga detik. Tatapan mereka kembali bertemu.

Membawa keduanya pada sesuatu yang sulit diartikan. Hal yang seolah mereka kenali, tapi juga dirasa asing. Aspek sirat yang tak kunjung temu.

Hening.

Canggung.

"Mau makan?" Amran berusaha memecah beku suasana.

"Makasih, Bang, aku sekalian Filza aja nanti."

Amran pun mengangguk. "Ya udah, duluan, ya. Entar aku bantu panggil Filza."

Mawar LayuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang