Amran memperbaiki duduknya, sedikit memajukan diri. Refleks membuat lawan bicara di sana tiba-tiba jadi kikuk.
"Maksudnya?"
Setelah sekian waktu Aisyah berteman dengan Filza. Lalu entah bagaimana, pun, menjadi kenal dan akrab dengan anggota keluarga Filza, bahkan hampir seperti keluarga sendiri. Aisyah selalu nyaman berkunjung ke rumah Filza, begitu juga Filza yang betah bermain-main dan bercanda dengan umi di rumah Aisyah.
Mungkin setelah semua episode akrab itu, baru saat ini ia tiba-tiba merasa kikuk di depan Abang sahabatnya ini.
"How about's you, Aisyah?" Amran mengulang lagi pertanyaannya. "Kamu suka lama juga gak, kalau siap-siap gitu?"
Aisyah berusaha menarik napas, lalu menghembusnya perlahan. Menetralkan rasa gugup yang entah kenapa bisa muncul tiba-tiba.
"Mungkin sama aja, sih. Kan, namanya perempuan, Bang. Banyak yang harus kami pakai dan persiapkan sebelum pergi ke suatu tempat. Pakaian yang berlapis, kain jilbab yang belum tentu bisa rapi dalam sekali pasang, menyesuaikan warna dan keserasian pakaian, kaus kaki, manset tangan, dan lainnya. Belum lagi nyiapin barang-barang sekiranya butuh di perjalanan. Like? Kalau shalat di luar, kami butuh bawa pembersih dan sabun muka, biar apa pun yang ada di kulit bersih dan sah wudunya."
"Perempuan, ribet ya?"
Refleks. Seorang perempuan yang mendengar ucapan tersebut mendelik.
"B-bukan." Amran gagap, karena ditatap dengan mata berapi-api itu. "Bukan maksud aku ngatain perempuan ribet. Maksudnya, menurut kamu Aisyah, perempuan itu ribet gak?" Kali ini lebih hati-hati menyusun ucapannya.
Terlihat si perempuan itu berpikir sejenak.
"Kalau dinilai sekilas, sih, bisa dikatakan ribet. Tapi kalau diperhatikan lebih intens, sebenarnya itu bukan ribet, tapi peduli dan siap."
"Maksud?" Sontak membuat Amran mengerutkan dahinya.
"Iya, peduli dan siap. Perempuan itu peduli dengan dirinya, ada banyak hal yang ia persiapkan dengan baik untuk kenyamanan dirinya sendiri. Ia juga siap, karena perempuan seringnya bakal enggan melakukan sesuatu atau pergi ke suatu tempat jika dirinya belum siap. Perempuan itu penuh pertimbangan dan persiapan, Bang. Makanya, perempuan sering disalahartikan oleh beberapa golongan, yang bahkan mereka gak tau dan gak mau tau apa tujuan dari yang perempuan itu lakukan.
Amran mendengarkan dengan baik, bahkan, mungkin terlalu baik. Sampai tak sadar akan senyuman yang terbit saat ia mendengar gadis itu bicara.
"Selalu. As always like she answered my question."
"Kalau menurut Abang? Gimana?"
"Hmm?" Amran melepas lamunan sesaat.
"Iya, kalau menurut Abang, perempuan itu ribet?"
"Iya ribet. Tapi ..."
Aisyah siap menunggu lanjutannya.
"... itu adalah cara mereka memperlihatkan keelokan dunia. Dunia gak akan serapi ini kalau perempuan tidak sibuk mempersiapkan segalanya."
Aisyah angguk-angguk saja. Jawaban Amran masih bisa diterima akal pikirannya.
"Syah."
Suara Filza seketika mengalihkan perhatian dua insan yang sedang mengobrol di sana.
"Yuk, aku udah siap ni."
"Oke. Eh, bunda sama ayah kamu mana, Za? Aku belum salim tadi, belum ketemu mereka."
"Oh, bunda sama ayah lagi jalan-jalan berdua. Biasalah, pacaran halal."
Aisyah ber-oh agak panjang mendengar jawabannya. Hingga ia terdiam sebentar. Tiba-tiba bayangan umi dan abinya terlintas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mawar Layu
Mystery / Thriller🥀🥀🥀 Malam itu terjadi begitu saja. Kecelakaan besar yang datang dengan ganas dan merampas nyawa perempuan yang selama ini Amran cintai dalam diam. Andai kecelakaan itu tidak terjadi, maka seharusnya besok adalah hari bahagia di mana ia akhirnya a...