02 - Pertemuan

178 37 7
                                    

Bugh

Satu pukulan cukup keras Jeno layangkan ke rahang seorang pria yang menjadi lawannya berkelahi. Pria itu langsung ambruk setelah mengalami pusing yang tiba-tiba. Jeno hanya menatapnya dengan sinis.

Jas kerja yang mulanya sangat rapi, kini sudah berantakan sampai-sampai satu kancingnya terpelanting entah kemana setelah mendapat tekanan paksa. Wajah tampannya juga tidak kalah kusut, di sudut bibirnya mengalir darah segar akibat luka yang tercipta karena pukulan Jeno.

Tidak ada perlawanan, pria itu hanya diam sampai satu pukulan lagi mendarat di perutnya, "Aku sudah rela melepaskannya untukmu. Tapi kau malah menyakitinya dengan tidak tahu malu. Kau pikir kau siapa, brengsek." Jeno memakinya dengan lantang.

Hanya jeda beberapa saat untuk mengatur napas, Jeno menarik kerah kemeja lawannya, "Dengar, jika aku bisa mengambilnya darimu, aku pastikan kau tidak akan bisa mengambilnya lagi dariku."

"Aku memang melepasnya untukmu, bodoh. Sekarang terserah, jika kau mau langsung menikahinya juga tidak apa-apa. Aku sama sekali tidak peduli." Ia terkekeh sambil menahan ngilu.

"Ah, kau benar-benar brengsek. Aku tidak pernah menyangka jika kau ternyata semenjijikkan ini kawan."

"Aku memang menjijikkan, jadi tidak pantas untuk orang baik sepertinya."

Bugh

Jeno semakin geram dan kembali memukul lawannya hingga tersungkur lagi di lantai yang kotor. Ia jongkok mendekati sahabat karibnya yang ternyata seorang penghianat, "Lalu kenapa dulu kau mengambilnya dariku?"

"Itu karena kau terlalu lama bertindak, Jeno."

Jeno berdecih, "Ingat. Kalau dia tersakiti, aku juga tidak akan membiarkan dirimu bahagia, bangsat. Kau sudah keterlaluan, dan kau pikir aku akan diam saja. Jangan mimpi." katanya sebelum berlalu pergi meninggalkan manusia yang sudah hampir pingsan itu.

:
:
:
++ ╮(╯▽╰)╭ ++
:
:
:

Renjun meregangkan otot-ototnya yang kaku karena terlalu lama duduk di kursi kerjanya. Sebentar lagi waktunya makan siang, jadi ia harus mengingatkan atasannya tentang agenda apa saja yang harus pimpinannya lakukan di jam berikutnya.

Ini sudah dua bulan sejak perpisahannya dengan Jaehyun. Ia tidak lagi pernah mendengar kabar dari pria itu lagi, apakah baik-baik saja, atau masih sama sakitnya dengan Renjun saat ini.

Renjun sengaja tidak mengganti nomor ponselnya setelah mengundurkan diri dari Jung Company. Kadang terbesit sedikit harapan agar Jaehyun menghubunginya, tapi kenyataannya tidak ada sama sekali.

Mungkinkah pria itu sudah benar-benar melupakannya?

Mengingat itu membuat dada Renjun kembali didera rasa sesak yang menyakitkan. Ia masih mencintai si pria Jung itu walaupun sudah disakiti dengan sangat dalam.

Menghela napas ringan, Renjun beranjak dari tempat duduknya. Ia mengambil tablet khusus untuk catatan agenda kerja atasannya. Ia berjalan keluar dari balik meja kerjanya lalu melangkah menuju ruangan sang atasan.

Renjun mengetuk pintu beberapa kali, dan setelah mendapat sahutan, ia mendorong pintu itu lalu masuk kedalamnya.

"Jam tiga nanti anda ada pertemuan dengan direktur dari Noren Retail, tuan Lee." sambil berdiri menghadap atasannya, Renjun menyebut salah satu agenda penting yang harus di hadiri pengusaha muda tersebut.

Haechan tersenyum. Ia menghentikan kegiatannya sejenak, lalu keluar dari balik meja kerja untuk menghampiri Renjun. Merebut tablet yang laki-laki itu pegang lalu meletakkan diatas meja.

VERRAT [NOREN VER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang