08 - Teman

91 30 10
                                    

Jeno menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya, jarum sudah menunjukkan pukul 08.25 malam. Ia memijit pelipisnya yang tiba-tiba terasa berdenyut.

Belum ada kabar lain yang ia terima tentang keadaan Renjun hari ini. Menurut orang suruhannya, laki-laki Huang itu segera pulang setelah seorang pria dewasa keluar dari dalam mobilnya. Dan setelah itu tidak ada kegiatan lain, Renjun hanya diam di apartemen mereka.

Sejujurnya Jeno bingung. Merasa heran dengan dirinya sendiri, kenapa melakukan hal-hal aneh seperti ini demi mengetahui kehidupan Huang Renjun jika tidak bersamanya. Seperti ada yang mengganjal di dalam hatinya.

Ia memang tidak mencintai Huang Renjun, tapi setelah mengetahui jika ada orang lain yang menaruh minat lebih pada istrinya —selain Haechan, ia jadi merasa kesal.

Tidak suka jika tiba-tiba mainan yang ia incar ternyata dilirik juga oleh orang lain.

Apa yang begitu menarik dari seorang Huang Renjun?

Kenapa dia bisa memikat begitu banyak orang?

Bahkan sampai ada dua pria yang memujanya sehebat itu.

Pikiran-pikiran tanpa ada jawaban itu terus berkeliling memenuhi kepala Jeno.

Jeno akui, Renjun memang memiliki bentuk tubuh yang indah. Dirinya sudah pernah menjelajah tubuh itu sekali. Bahkan suara desahan yang keluar dari belah bibir ranum laki-laki Huang itu juga terdengar sangat indah di telinga Jeno.

Tapi untuk urusan wajah, ya Renjun memang cantik. Tapi masih banyak yang lebih cantik dari dia. Tidak mungkin mereka mengagumi Renjun hanya sebatas kecantikan semata 'kan?

Atau mungkin karena tatapan matanya. Manik mata Renjun memang indah, perpaduan antara warna coklat dan hijau terang. Manik mata yang selalu ingin Jeno lihat dari jarak dekat, karena ada ketenangan tersendiri baginya saat menatap tepat pada manik mata itu.

"Jangan terlalu mendalami peranmu, Jeno. Aku tidak membelanya, hanya saja dia memang orang yang baik. Bukan tidak mungkin jika nanti kau yang akan terjatuh lebih dulu."

Tiba-tiba Jeno mengingat perkataan Chenle waktu itu. Orang baik katanya. Keh.

Jeno memang belum mengenal Renjun secara mendetail, jadi ia tidak tahu sebaik apa hati Huang Renjun. Tapi, ada satu kesimpulan yang selalu membuatnya memandang Renjun jelek, mana ada orang baik-baik yang selalu jadi orang ketiga dalam hubungan asmara orang lain.

Benar kan?

Kecuali dia memiliki suatu alasan tertentu. Ah, tapi Jeno rasa alasan apapun tidak akan membenarkan hubungan perselingkuhan.

:
:
:
++ ╮(╯▽╰)╭ ++
:
:
:

Jeno sampai di apartemennya setelah jam menunjukkan pukul 9 malam. Ia tidak mendapati Renjun di ruang tamu dan dapur, jadi dia beranggapan jika Renjun pasti sudah tertidur di kamar mereka.

Ia kemudian melangkah masuk kedalam kamarnya. Dan benar saja, Renjun berada di atas tempat tidur, duduk bersandar di kepala ranjang dengan satu buku terbuka diatas pangkuannya.

Hanya beberapa detik sebelum Renjun sadar jika ada Jeno yang baru saja masuk kedalam kamar. Renjun menutup bukunya, meletakkan keatas meja nakas lalu turun dari ranjang untuk menghampiri Jeno.

"Sini, biar kubantu." Renjun meraih tas kerja Jeno kemudian meletakkannya di bawah meja kerja suaminya. Ia juga membantu Jeno melepas jas kerja yang Jeno kenakan sekalian dengan dasinya.

Renjun sepenuhnya sadar, tidak dibantu sekalipun pasti Jeno bisa melakukan hal itu sendirian tanpa kesusahan. Renjun hanya ingin mencoba menjadi pasangan yang baik. Itu saja.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 18 hours ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

VERRAT [NOREN VER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang