06 - Wedding

4.6K 472 20
                                    

Lee Jeno sangat menikmati.

Bagaimana lembut dan kenyalnya bibir yang saat ini ia pagut dengan gerakan yang sangat perlahan. Kelopak matanya tertutup, seakan lupa pada keadaan yang tidak perlu dihayati. Seperti terhipnotis, telinganya merasa tuli dengan keadaan di sekitar.

Suara riuh tepuk tangan bahkan tidak ia hiraukan sama sekali. Jika saja dorongan yang Renjun lakukan tidak kuat, mungkin Jeno akan menarik tengkuknya dan memperdalam ciuman mereka.

Renjun sedikit terengah. Manik mata mereka saling bertatapan, Jeno tersenyum kearahnya —senyum palsu yang sangat rapih. Ibu jarinya bergerak untuk mengusap noda warna yang sedikit keluar dari garis bibir Renjun akibat dari ciumannya tadi.

Setelah semua prosesi sumpah setia selesai, Jeno langsung meraih lengan istrinya untuk digandeng. Mereka berjalan melewati para tamu yang menebar bunga kearah mereka. Sepasang kursi dengan hiasan mewah di depan sana adalah tujuan Jeno. Ia akan duduk disana bersama dengan Renjun.

"Selamat atas pernikahanmu, Jeno."

Itu suara Jimin. Gadis cantik itu langsung menghampiri temannya yang baru beberapa detik saja duduk di singgasananya.

Jimin sama sekali tidak memperdulikan Renjun. Dia hanya memberi senyum sekilas yang tampak tidak ikhlas pada Renjun lalu kembali sibuk mengobrol dengan Jeno.

"Terima kasih." Jeno berdiri dan memeluk tubuh Jimin cukup erat, "Mana Haechan?" tanyanya kemudian setelah tau jika gadis itu datang sendirian.

"Entahlah. Aku tidak bisa menghubunginya, di kantornya tidak ada, apartemennya juga kosong." jelas Jimin.

Renjun hanya diam memperhatikan interaksi kedua sahabat itu tanpa minat. Matanya kemudian beralih pada ruangan yang penuh dengan meja-meja bundar dan terisi dengan para tamu undangan.

Ia tidak mencari siapapun. Ia juga tidak sedang menunggu siapapun. Renjun hanya mencari kesibukan sendiri saat dirinya diabaikan oleh Jeno dan Jimin.

"Halo manis."

Renjun terkejut dan langsung menoleh pada sumber suara. Dua orang pria dewasa mendekati tua, sudah berdiri di depannya. Hanya sebentar setelah mengumbar senyum lalu melewatinya untuk memeluk Jeno.

Jimin yang keberadaannya merasa terganggu kemudian memilih pamit kepada Jeno untuk mencari tempat duduk tanpa mau menoleh ke arah Renjun.

Mungkin dia lupa, atau terlanjur risih dengan dua orang dewasa ini, begitu pikir Renjun.

"Kukira kau benar-benar tidak ingin menikah, Lee Jeno."

Renjun menoleh pada pria jabrik yang berbicara pada Jeno. Saat tatapan mata mereka bertemu sekali lagi, Renjun memberikan senyuman tipis untuk menghormati.

"Aku masih normal. Sudah sana." jawab Jeno agak kesal.

Orang itu adalah Minho, adik terakhir Donghae juga sekaligus pamannya. Duda anak satu yang tampannya susah luntur. Padahal usianya sudah kepala empat, tapi penampilannya masih terlihat seperti pria tiga puluhan.

"Istrimu cantik juga. Beli dimana?" bisik Minho. Senyum menggoda kemudian singgah diwajah nakalnya. Ia sangat suka saat bisa membuat keponakannya jadi naik darah.

"Kau pikir dia barang." geram Jeno.

"Selamat, Jeno. Semoga pernikahan kalian bisa bertahan lama." ujar Jungkook. Pria berambut perak itu kemudian memeluk Jeno dan sedikit mendorong Minho agar tidak ada perkelahian ecek-ecek yang mungkin saja terjadi antara paman dan keponakan ini.

Minho dan Jungkook adalah sahabat dekat. Tidak jauh beda dari Minho, Jungkook juga memiliki ketampanan yang seperti diawetkan dengan formalin. Tahan lama.

VERRAT [NOREN VER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang