27 - Panik

2.4K 376 19
                                    

Di dunia ini ada banyak hal yang tidak bisa diungkapkan melalui kata-kata. Entah itu terlalu bahagia, sedih, marah atau bahkan terlalu mencintai.

Seperti halnya dengan keadaan Jeno saat ini. Pria berwajah dingin itu nampak kesulitan untuk mengungkapkan betapa ia sangat mencintai si sulung Huang yang sekarang sudah bermarga sama dengan dirinya.

Dahulu, mungkin Renjun hanya ia gunakan sebagai alat ampuh. Alat paling istimewa dan tentu saja manjur untuk menghancurkan seorang Haechan. Menenggelamkan sahabat karibnya itu ke dalam lubang kekalahan yang paling dalam.

Akan tetapi saat ini, Renjun menjadi salah satu hal yang paling berharga yang ada di dalam hidup Jeno.

Jeno mungkin terlihat dingin dan garang di luaran sana, tapi itu sama sekali tidak berlaku di kediamannya sendiri. Sedingin apapun ia memasang raut kesal di wajahnya, pada akhirnya ia akan seperti budak yang selalu patuh terhadap perintah tuannya.

Apalagi sejak Renjun sudah hamil tua, pria Lee itu juga rela tidurnya selalu diganggu. Terkadang Renjun merengek karena merasa lelah akibat kesusahan saat sedang tidur. Terkadang juga laki-laki itu tidak tidur dan hanya duduk bersandar pada kepala ranjang.


Klek

Suara knop pintu kamar mandi yang terbuka membuat Jeno segera meninggalkan meja kerja dikamarnya. Ia berlari kecil menghampiri lalu menuntun Renjun untuk duduk di tepian ranjang.

"Sakit?" Jeno bertanya setelah menatap wajah meringis Renjun.

"Tidak. Dia hanya terlalu banyak bergerak dan menendang."

Jeno mengusap perut besar Renjun. Senyumnya mengembang saat merasakan pergerakan yang sangat halus dari dalam perut istrinya. Jeno benar-benar tidak sabar menunggu kelahiran sang buah hati yang hanya tinggal hitungan hari lagi.

Beralih dari perut Renjun, kali ini manik kelamnya menatap wajah ayu sang istri, "Kau ingin makan sesuatu?" tawarnya lembut.

Renjun menggeleng pelan, ia tidak ingin makan apapun saat ini. Ia hanya butuh Jeno untuk selalu berada di dekatnya dan tidak sibuk dengan semua pekerjaan yang terlalu banyak menyita perhatian.

Jeno mengangkat tubuh Renjun untuk duduk bersandar pada kepala ranjang. Kaki laki-laki itu kemudian Jeno letakkan diatas pahanya. Dengan gerakan lembut Jeno memijit batas betis hingga telapak kaki milik Renjun.

"Kau terlihat sangat perhatian sekali padaku akhir-akhir ini, tuan Lee." Renjun terkekeh geli dengan kelakuan suaminya selama sebulan terakhir ini.

"Tidak ada salahnya perhatian pada istri sendiri kan?"

"Tentu saja tidak. Tapi kau aneh akhir-akhir ini." kata Renjun pelan. Diakhir kalimat Renjun sempat terbatuk kecil. Dan itu sanggup membuat Jeno langsung berlari keluar dari kamar hanya untuk mengambilkan air minum hangat.

Semenjak kehamilan Renjun sudah menginjak bulan ke-7, Jeno memang mengusulkan untuk pindah kamar ke bawah. Satu kamar di lantai dasar yang Jeno renovasi beberapa bulan lalu. Jadi Renjun tidak perlu repot berurusan dengan banyaknya anak tangga. Dan ia juga tidak perlu jauh-jauh hanya untuk menginjak dapur.

Tidak sampai satu menit, Jeno sudah kembali dengan membawa cangkir besar bertutup yang isinya air putih hangat.

"Minumlah." Jeno menyodorkan minuman yang ia bawa kepada Renjun.

Setelah Renjun meminum beberapa teguk, Jeno meletakkan cangkirnya di meja nakas. Ia duduk lagi dan kembali memijit kaki istrinya yang nampak bengkak.

Renjun mengambil satu bantal untuk ia pangku. Sebelah tangannya menopang pada bantal dan dagunya sendiri, "Jeno." panggilnya memecah keheningan sesaat.

VERRAT [NOREN VER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang