Setelah pertandingan selesai dan mereka kembali ke sekolah, suasana di dalam bus sekolah dipenuhi dengan canda tawa dan sorak kemenangan. Revan bersama tim inti duduk di barisan depan, masih larut dalam euforia kemenangan. Malik dan Zean saling menggoda satu sama lain tentang momen-momen menegangkan dalam pertandingan tadi, sementara Revan duduk tenang, sesekali tersenyum mendengar celotehan teman-temannya. Bus sekolah membawa mereka kembali ke SMA Garuda, sementara yang lain, Ferrel, Tian, Daniel, Ollan, Chika, Eli, Muthe, Marsha, Ashel, dan Kathrin mengikuti dengan kendaraan masing-masing.
Setibanya di sekolah, langit sudah mulai gelap, tapi semangat tim basket SMA Garuda belum juga surut. Semua pemain berkumpul di gedung olahraga untuk mendengarkan arahan terakhir dari pelatih mereka, Pak Andrea. Setelah memastikan tidak ada cedera serius dan memberi beberapa catatan penting untuk pertandingan berikutnya, Pak Andrea akhirnya membubarkan mereka.
Zean, yang sudah terlihat lelah, langsung mengambil tasnya dan bersiap mengganti pakaian. Dia melirik Marsha yang menunggu di pinggir lapangan, lalu tersenyum.
"Aku ganti baju dulu, sayang. Bentar lagi kita pulang," kata Zean sebelum bergegas ke ruang ganti.
Marsha mengangguk dan menunggu sambil berbicara dengan Chika yang tampak iseng, memandang ke arah Gita dengan senyum nakal. Gita, yang berdiri sedikit jauh dari mereka, sedang bersiap-siap memasukkan barang-barangnya ke dalam tas.
"Eh, Git, gimana? Lo mau pulang bareng kita atau bareng yang lain?" tanya Chika dengan nada menggoda, jelas mengacu pada taruhan Gita dan Revan sebelumnya.
Gita menoleh sekilas ke arah Revan, lalu kembali memasukkan handuk ke dalam tasnya.
"Lo udah tau jawabannya, Chik" jawab Gita datar, meski pipinya sedikit memerah.
Chika terkekeh, puas dengan reaksi sahabatnya itu, sebelum akhirnya pamit pulang bersama Eli dan Muthe. Zean, yang sudah selesai berganti pakaian, menggandeng tangan Marsha dan mengajaknya pergi.
"Gw duluan, Git" kata Marsha dengan senyum penuh arti sebelum mereka berdua pergi meninggalkan gedung olahraga.
Indah juga pamit dengan Daniel, yang tampak menunggunya di dekat pintu.
"See you, Git, Van!" seru Indah sambil melambaikan tangan.
Kathrin dan Ashel juga bersiap pulang. Tapi sebelum pergi, Kathrin mendekat ke arah Revan dan Gita yang masih berada di pinggir lapangan.
"Selamat lagi ya, Rev! Tim lo bener-bener keren tadi" puji Kathrin sambil tersenyum.
"Thanks, Kath!" jawab Revan dengan senyum lebar.
Ashel, yang berdiri sedikit canggung di belakang Kathrin, juga ikut mengucapkan selamat meski dengan nada yang lebih pelan.
"Selamat ya, Van" katanya, sambil menyembunyikan perasaannya yang sedang galau.
Tatapannya sedikit lebih lama tertuju pada Revan, seolah dia ingin mengatakan sesuatu yang lain, namun ragu.
Revan mengangguk dan tersenyum. "Thanks, Shel. Hati-hati di jalan, ya"
Ashel mengangguk kecil. Namun, tepat sebelum Kathrin menarik tangannya untuk pergi, Ashel menghentikan langkahnya dan berbalik, memberanikan diri untuk bertanya.
"Van..." suaranya pelan, hampir tak terdengar. "Lo bisa... antar gw pulang?" tanyanya ragu, tatapannya menunduk, tak berani menatap langsung ke arah Revan.
Revan, yang sedang bersiap-siap menuju ruang ganti, terdiam sesaat, menatap Ashel dengan sedikit terkejut. Dia tidak menyangka pertanyaan itu. Namun, sebelum Revan bisa menjawab, Gita yang sejak tadi diam mengalihkan perhatian Revan dengan nada datar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary : Called Love? (DelGit)
Fanfiction[Hanya Fiksi, Jangan Dibawa Ke Real Life] Revan Fidella Angkasa, cowok populer dan jago basket di sekolah, selalu dikelilingi banyak teman. Sikapnya yang ramah sering membuat cewek-cewek salah paham, mengira dia memberi harapan lebih. Namun, di bali...