DCL - Part 26

572 74 10
                                    

Suasana di sirkuit malam itu benar-benar meriah, lampu-lampu neon menerangi lintasan yang dipadati suara deru mesin, dan sorakan penonton menggema di sepanjang arena. Revan dan teman-temannya telah tiba di pit kru Ollan, yang saat itu sedang mempersiapkan mobilnya bersama teknisinya. Ollan, dengan setelan balap lengkap, sedang berbincang serius dengan timnya ketika melihat kedatangan mereka.

"Woy, gas pol, Lan!" seru Tian penuh semangat, sambil menyodorkan kepalan tangan untuk adu tinju dengan Ollan.

Daniel menepuk bahu Ollan sambil berkata, "Lo pasti bisa, Lan! Tunjukin semua yang udah lo latih"

Ollan menyeringai lebar, tersenyum melihat dukungan teman-temannya. 

"Thanks, guys. Doain aja nggak ada masalah mesin" jawabnya sambil bercanda, meskipun ketegangan di wajahnya terlihat jelas.

Setelah memberikan semangat, mereka bergerak mundur ke belakang pit, mengambil posisi di tempat yang aman tapi cukup dekat untuk menyaksikan aksi Ollan. Di lintasan, Ollan mulai pemanasan dengan mantap, mengambil setiap tikungan dengan kecepatan yang cukup menakjubkan. Mereka semua menonton dengan serius, memperhatikan setiap gerakannya dengan penuh antusiasme.

Di tengah keseruan itu, Revan merasa perlu ke toilet dan menepuk bahu Daniel sebelum pergi. 

"Gw ke toilet dulu bentar. Jaga tempat buat gw" ucapnya.

Teman-temannya mengangguk tanpa mengalihkan pandangan dari lintasan, sementara Revan bergegas menuju toilet yang berada di lorong seberang. Setelah selesai, saat berjalan kembali ke pit, Revan justru terhenti melihat sosok yang tidak asing sedang berdiri di ujung lorong bersama beberapa temannya, Dion, mantan pacar Gita. Dion tampak langsung melihatnya dan memberikan tatapan yang tajam dan penuh dendam, seolah menantikan momen ini.

Revan menghela napas pendek, menyadari bahwa situasinya mungkin akan memanas. Dia tidak menghindar dan terus berjalan mendekati mereka dengan tatapan tenang namun tegas.

"Wah, Revan, gak nyangka gw bisa ketemu lo di sini" suara Dion menyapa dingin, sambil menyeringai sinis. 

"Lo beneran hobi ikut campur, ya? Gw cuma mau bicara sama Gita, tapi lo sok jago ngelarang-larang gw" lanjutnya.

Revan menatap Dion tanpa gentar, bahkan sedikit menyeringai, menunjukkan sikap yang lebih menantang daripada takut.

"Kenapa? Gw pikir lo udah punya cewek lain. Ngapain masih nyari Gita?" tanya Revan.

Ucapan Revan yang blak-blakan itu membuat ekspresi Dion berubah, amarahnya makin tersulut. Dion maju setengah langkah dan menunjuk Revan dengan kasar. 

"Gita bukan urusan lo, ngerti?! Gw nggak perlu lo buat ngatur-ngatur gw!" jawab Dion.

Revan hanya mengangkat bahu sambil tersenyum tipis, sama sekali tidak terlihat takut meski Dion dan teman-temannya jelas berjumlah lebih banyak. 

"Kalau emang bukan urusan gw, kenapa lo sampai kesel banget gini? Lagian, gw cuma nggak suka ada orang yang gangguin temen gw, apalagi kalau yang diganggu nggak nyaman" kata Revan.

Panas karena provokasi Revan, Dion tak bisa lagi menahan diri. Tanpa aba-aba, dia melayangkan pukulan cepat ke arah Revan. Namun Revan, yang sudah bersiap, dengan gesit menghindar ke samping, dan dalam satu gerakan cepat, dia menangkap pergelangan tangan Dion, menghentikan pukulan itu tepat di udara.

"Lo mau cari masalah di sini? Ada CCTV, bro. Beneran mau berurusan sama security karena masalah nggak penting?" tanya Revan dengan nada rendah dan tajam, pandangannya mengarah ke CCTV yang tergantung di sudut lorong.

Dion mendadak menyadari CCTV itu, dan untuk sesaat, dia tampak ragu, lalu marah bercampur frustasi karena tidak bisa melakukan apa-apa. Teman-temannya, yang tadinya tampak siap membantu, juga mundur perlahan setelah menyadari keberadaan kamera.

Diary : Called Love? (DelGit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang