DCL - Part 10

716 121 12
                                    

Tanpa mengatakan apapun, dia berdiri dan berjalan menuju pintu.

"Gw anter" ucap Gita.

Revan tersenyum tipis, merasa sedikit lega karena Gita setidaknya merespons. Ia mengikuti Gita keluar dari ruang belajar, melewati lorong panjang dengan lantai marmer yang dingin. Gita berjalan cepat tanpa banyak bicara, seakan tak ingin berlama-lama di dalam percakapan.

Ketika mereka sampai di dapur, Gita membuka pintu dan menunjuk ke dalam, di mana Kinal dan bi Irah, ART rumah mereka, sedang sibuk di sana.

Revan segera berdiri dan berjalan menuju dapur, sementara Gita hanya berdiri di pintu sejenak, lalu kembali ke ruang tamu tanpa sepatah kata lagi. Di dapur, suasananya terasa lebih hangat dan akrab. Kinal dan bi Irah, asisten rumah tangga keluarga Gita, sedang sibuk menyiapkan makan malam. Aroma rempah-rempah mulai memenuhi ruangan, memberikan kesan yang jauh lebih santai dibandingkan suasana kaku di ruang belajar tadi.

"Eh, Revan, udah selesai ngerjain tugasnya? Mau ambil minum 'kah?" tanya Kinal saat melihat Revan masuk.

"Iya tante, sekalian bantuin juga kalo boleh" jawab Revan sambil tersenyum, lalu mencuci tangannya.

Kinal tampak senang mendengar itu. bi Irah, yang sedang mengaduk sayur di panci, menoleh dan tersenyum ramah pada Revan.

"Aduh, nggak usah, kamu temenin Gita aja" ucap Kinal, namun Revan menggeleng dan tetap ingin membantunya.

"Ya sudah, kalo kamu maksa" lanjut Kinal.

"Anak muda zaman sekarang jarang yang mau masuk dapur kayak kamu. Ayo, sini bantu potong sayuran" ucap bi Irah dengan sedikit bercanda.

Revan segera mengambil pisau dan mulai membantu memotong sayuran di atas talenan. Meski dapur itu modern dan penuh dengan peralatan canggih, suasana hangat yang tercipta membuatnya merasa nyaman.

Menyaksikan bagaimana lihainya Revan dalam memotong sayuran, membuat Kinal heran dan berpikir kalau Revan sudah sering membantu orang tuanya di rumah.

"Gita jarang banget mau turun ke dapur, kalo bisa kamu ajak dia belajar masak juga, Revan. Biar bi Irah ada temennya di sini" ucap Kinal yang tengah bercanda dengan mereka.

"Kayaknya susah sih, Tante. Gita kayaknya lebih suka hitung-hitungan daripada masak" balas Revan yang tertawa kecil.

"Iya, betul juga ya. Tapi siapa tahu kalau kamu yang ngajarin, dia mau coba" ucap Kinal.

Mereka terus berbincang santai, dan tanpa mereka sadari, Gita berdiri di ambang pintu dapur, diam-diam mendengar percakapan itu. Meski wajahnya tetap datar, sorot matanya tampak sedikit terganggu. Kata-kata Revan dan Kinal tentang dirinya yang tak pernah masuk dapur membuatnya merasa seolah diremehkan.

Tanpa berkata apa-apa, Gita melangkah masuk ke dapur, mengejutkan Revan, Kinal, dan bi Irah.

"Aku bantu juga" ucap Gita dengan nada bicara yang datar.

Semua mata menoleh padanya. Terutama Kinal, yang tidak menyangka Gita akan turun ke dapur, tersenyum lebar.

"Eh, Dek, kamu mau bantu masak juga? Tumben, lho" balas Kinal.

"Kenapa nggak? Kalau Revan bisa, aku juga bisa" ucap Gita yang tampak malu dengan ibunya.

Revan menatap Gita dengan sedikit heran, namun ia tersenyum kecil melihat perubahan sikapnya. Gita dengan cepat mengambil pisau lain dan mulai membantu memotong sayuran tanpa banyak bicara. Meski gerakannya agak kaku dan canggung, jelas terlihat dia berusaha.

"Cieee... ternyata lo bisa masak juga" ucap Revan dengan nada bicara yang menggoda.

"Jangan terlalu berharap" balas Gita yang melirik Revan dengan tatapan datar.

Diary : Called Love? (DelGit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang