DCL - Part 28

364 88 15
                                    

Pagi itu, ruang musik tampak lengang. Hanya ada suara lembut dari pendingin ruangan dan sesekali derit kecil dari lantai. Di dalamnya, Revan dan teman-temannya memilih bersantai, menjauh dari keramaian kantin.

Ollan duduk di sofa panjang dekat jendela, memainkan gitar dengan gerakan malas tanpa benar-benar memetik senarnya. Daniel berbaring di lantai dengan kedua tangan di belakang kepala, matanya setengah terpejam seolah sedang menikmati suasana. Di sisi lain, Ferrel sibuk memainkan stik drum, mengetuk meja kecil di depannya dengan ritme acak. Sementara itu, Tian, yang duduk di atas meja, mengunyah keripik sambil memandangi langit biru dari jendela.

Zean duduk di bangku piano, memperhatikan Revan yang sedang memutar-mutar kursi di depan alat musik itu. Matanya menyipit, lalu tiba-tiba bersuara, memecah keheningan.

"Eh, Van, lo hutang cerita sama gw" ucap Zean. 

Revan menghentikan gerakan kursinya dan menatap Zean dengan alis terangkat. 

"Cerita apaan?" tanya Revan.

"Bibir lo kenapa? Habis berantem sama siapa?" jawab Zean mencondongkan tubuh ke depan, menyipitkan matanya lebih tajam.

Seketika, perhatian semua orang tertuju pada Revan. Daniel, yang tadinya hampir tertidur, langsung bangkit dan duduk bersila.

"Eh, lo beneran berantem? Sama siapa?" tanyanya.

Revan menghela napas, mencoba mengabaikan tatapan penasaran mereka. 

"Gak ada apa-apa, cuma kecelakaan kecil" jawabnya santai, meskipun jelas Revan mencoba menghindar.

"Cuma kecelakaan kecil apaan? Gw tau muka orang habis berantem kalo gw liat. Gausah ngelak" ucap Zean mendengus, tidak puas.

Tian ikut bersuara sambil menutup bungkus keripiknya. 

"Udahlah, cerita aja, Van. Gw penasaran, apalagi kalau ada drama" sahut Tian.

Revan akhirnya tertawa kecil dan bersandar ke piano, menyerah pada tekanan teman-temannya. 

"Oke, oke. Tapi lo semua jangan heboh, ya" balas Revan.

"Iya, buruan" kata Ferrel sambil mengetuk stik drumnya ke meja, membuat suara kecil yang nyaris tidak terdengar.

Revan memainkan ujung jaketnya sejenak sebelum mulai bercerita. 

"Tadi malam, gw sama Bang Aran pulang dari sirkuit. Sampai di tengah jalan tiba-tiba kita dicegat" ucap Revan.

"Dicegat? Sama siapa?" tanya Ollan, yang tadinya terlihat santai, langsung duduk tegak. 

"Dion" jawab Revan pendek.

Ruangan mendadak hening. Nama itu membawa atmosfer berbeda di antara mereka.

"Dion, mantannya Gita?" ulang Ollan, memastikan.

Revan mengangguk pelan. 

"Iya, dia. Dia langsung nyamperin gw dan sok ngajak ngobrol. Tapi lo tau 'kan Dion, gaya ngajaknya tuh udah nggak enak. Nggak lama, dia mulai emosi. Dia bilang gw ngerebut Gita, gw ngalangin dia buat ngobrol sama Gita, apalah. Lo tau sendiri, gw gak pernah ada niat buat bikin ribut" jawab Revan.

"Terus lo gimana?" tanya Ferrel, stik drumnya berhenti bergerak.

Revan mendesah, mengangkat bahu. 

"Gw coba jelasin, tapi Dion itu keras kepala. Nggak mau dengerin. Ujung-ujungnya, ya ribut" jawabnya.

"Lo bales?" tanya Daniel dengan nada antusias.

"Gw nggak punya pilihan lain. Bang Aran sempat bantu ngelindungin gue, tapi Dion tetap maksa. Salah satu anak buahnya nyerang duluan, terus ya... lo bisa tebak akhirnya gimana" balas Revan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: a day ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Diary : Called Love? (DelGit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang