Negosiasi bersama vendor berhasil mendapatkan kesepakatan seperti yang diinginkan. Baik Chava maupun Gading sama-sama senang. Hal ini pasti akan menyenangkan Sheila. Karena akhirnya pengeluaran yang She-Ya keluarkan untuk event nanti bisa digenjot.
"Skill komunikasi kamu keren juga, Va. Aku baru tau." Puji Gading sambil mengantar pulang Chava. Meeting bersama vendor event organizer memang hanya dihadiri oleh Gading dan Chava beserta dua tim dari EO itu sendiri. Makanya, mereka datang ke tempat meeting yaitu di sebuah coffee shop dan pulang bersama dengan mobil Gading.
"Kalo nggak jago, mana mungkin Sheila ngasih aku kepercayaan di divisi marketing." Chava terkekeh geli dengan pujian Gading. Gading tidak berbohong, meeting tadi memang didominasi oleh suara Chava. Chava benar-benar terampil berbicara dan pandai mengambil hati lawan bicaranya.
"Pasti kamu kayak gitu juga pas dapetin Michika ya? Aku dengar, yang berhasil bawa Michika ke She-Ya itu kan kamu."
Tawa Chava perlahan meredup. Soal itu memang sudah jadi rahasia umum di She-Ya. Semua orang di She-Ya taunya ya seperti yang Gading tau. Michika berhasil ia dapatkan karena hasil kerja keras dan manisnya. Namun kenyataannya, hanya dirinya, Michika, dan Oisin yang tau. "Iya. Kayak yang kamu tau, Ding." Chava tersenyum kaku.
"Hebat. Tapi pasti berat ya, kamu jadi ngerasa harus bertanggung jawab sama Michika karena lagi-lagi aku denger, dia belum ada manager pribadi, dia juga masih ABG, masih di umur-umur labil."
"Iya. Berat." Chava tidak menampik. Sejak awal ia berurusan dengan Michika memang semua terasa berat. Satu-satunya yang membuat beban beratnya terangkat karena keterlibatan Oisin. Tapi belakangan Chava jadi banyak berpikir, apakah melibatkan Oisin merupakan keputusan yang baik atau tidak. Sebab, masa depan hubungannya jadi pertaruhan.
"Kalo kamu ngerasa berat, kamu bisa cerita sama aku, Va. Siapa tau, aku bisa bantu kamu."
Chava segera menoleh pada cowok yang tersenyum hangat kepadanya. "Makasih." Ucap Chava sembari membalas senyuman itu.
"Oke, udah sampe apartement kamu." tanpa terasa perjalanan pulang mereka sudah tiba di tempat tujuan.
"Makasih ya, kamu udah anterin aku." kata Chava sebelum keluar dari mobil.
"Bukan apa-apa, Va."
"Ya udah, aku masuk ya."
"Va," lelaki itu menahan Chava dengan kata-kata sebelum Chava benar-benar keluar dari mobil.
"Ya, Gading?"
"Lain kali aku boleh mampir apartement kamu?"
Chava terdiam beberapa saat sebelum akhirnya tersenyum sambil menganggukkan kepala.
*
Chava kaget bukan main begitu membuka pintu apartement, sudah ada Oisin di dalamnya. Sebagai sepasang kekasih yang sering menghabiskan waktu bersama di apartement, Oisin memang sudah mengetahui password pintu Chava sehingga Oisin bisa bebas keluar masuk kapan pun ia mau. "Ka-kamu kenapa nggak bilang dulu kalo mau dateng?"
Satu alis Oisin terangkat, "Sejak kapan gue harus bilang?"
Chava langsung menipiskan bibir. Pertanyaan tadi spontan ia lontarkan karena ia khawatir kalau-kalau Oisin memergokinya tadi saat ia pulang bersama Gading. "Ada apa?" Chava langsung mengganti topik pembicaraannya sambil meletakkan tas kerjanya begitu saja di sofa.
"Lo kenapa?" Oisin balas bertanya sambil terus memperhatikan cewek yang langsung berjalan ke arah dapur, mengambil air putih dari kulkas, menuangkannya ke gelas, kemudian ia tenggak hingga habis.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Girl I Met That Day
Jugendliteratur(COMPLETE) Bagi Oisin, Jaiko sudah seperti sosok pahlawan karena telah menyelamatkannya dari perundungan yang selalu ia alami semasa SD. Sayangnya, pertemuannya dengan Jaiko hari itu, sekaligus menjadi hari terakhir mereka bertemu. Meski semasa SMP...