bab 3

0 0 0
                                    

Kantor polisi

Mata coklat tertatap serius menghadap kertas kertas yang berserakan di meja kayu panjang, di sinari lampu meja menghadap beberapa foto foto korban yang meninggal dengan naasnya, Belum menemukan si pelaku dari semua ini terror yang dia buat.

Jangan kan pelaku, tanda tanda yang tertinggal pun semua bersih tanpa jejak dan bekas, hanya meninggalkan tulisan darah pada setiap tempat, beberapa yang dia ingat, tulisan pada dinding, lantai kaca bahkan tubuh korban di sayat seakan kertas yang tertulis meninggalkan teka teki dari terror.

Apa motif dari sang pembunuh? Apakah dia melakukan ini karena balas dendam atau hal lainnya? Ataukah hanya untuk menunjukkan perasaanya? Atau hanya bersenang-senang?

Merasa frustasi, Brian meninju tangan yang terkepal ke arah mading yang di penuhi kertas, foto dan tali merah. Tangannya menepis semua kertas yang berserakan di meja jatuh ke lantai dengan sekali tepisan darinya.

"Sialan!", lidahnya mengeluarkan cepat kata serapah akan semua kasus kasus sulit yang dia temukan.

Meninju kembali meja kayu panjang yang berantakan karena perasaan frustasinya, nafasnya berat merasakan amarah yang mengepul dan rasa lelah menatap korban yang tidak bersalah meninggal dengan cara tidak manusiawi. Merasa semua korban dijadikan mainan sang terror yang entah siapa sang pembunuh tersebut.

Suara pintu memecahkan keheningan ruangan walau terasa jelas amarah dan frustasi dalam ruangan yang terpenuhi kertas, foto dan juga map.
Brian menoleh cepat, melihat lelaki berambut coklat sepundak terikat kebelakang, janggut tipis di sekitar pipi dan dagu, lengan kekar terpenuhi tatto.

"Oh Bram, sorry aku hanya-"

Bram menepuk pundak Brian pelan, mengerti apa yang tengah temannya rasakan, rasa sakit, frustasi, amarah, lelah. Polisi lain banyak yang angkat tangan dalam kasus ini, tapi lelaki di hadapannya berbeda tetap menangani kasus agar tidak ada korban pembunuhan selanjutnya.

"I understand. Kamu manusia pasti merasakan lelah dan frustasi, itu hal yang lumrah"

Bram melepaskan tangannya pada pundak Brian, menyodorkan sebantang rokok dari kantung celananya, menyeringai seraya menghisap rokok pada bibir tebalnya.

"Mungkin ini bisa membantu"

Mata Brian melebar dan tidak lama tersenyum, menghela nafas melihat lelaki yang tidak lelah bersamanya saat berada di tengah kasus kasus yang melelahkan. Ia membalas mengambil lalu di letakkan pada bibir tipisnya, pemantik api milik Bram di arahkan ke batang rokok yang Brian simpan di bibirnya.

"Hah. Thanks Bram."

Bram menyeringai miring, mengangkat pundak nya pelan.

"Sure, That's team work."

Asap rokok terkepul memenuhi ruang yang berserakan kertas kertas, duduk di lantai menikmati rokok di dalam mulut mereka masing masing, mata tajamnya menatap langit langit ruangan beratap abu-abu.

"Hey, kamu masih memikirkan gadis aneh itu?", Bram menatap Brian memecahkan keheningan yang sedari tadi hanya suara jam dan rintik hujan.

Pertanyaannya hampir membuat Brian tersedak asap rokok.

"Uhuk! Uhuk! Hah? Apa katamu barusan?", tatapannya bertanya tanya, masih agak sesak karena asap rokok yang masuk memenuhi tenggorokannya.

"Kamu tau apa maksudku Brian, tentu saja gadis yang kamu temui barusan."

Jantungnya berdegup tidak beraturan, mengingat gadis cantik yang aneh tapi membuatnya merasakan hal lain, entah apa itu. Mengingat cara senyumnya, tawanya bahkan wajah sedihnya. Dia memang baru saling mengenal tapi entah bersamanya terasa nyaman.

The Insidious heart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang