bab 11

0 0 0
                                    

Degupan panik mendengar langkah berat di belakangnya, panik harus bagaimana? Suara sentakan sabuk kulit menghantam lantai dengan suara nyaring memekakkan telinga.

Lari tapi tidak bisa atau semakin di kejar dan mendapat luka yang lebih parah, hanya bisa panik menggigil kaku membeku, keringat semakin mengalir deras. Muak? Jelas muak sekali setiap hari harus di kontrol dan di hukum tanpa ada perasaan, layaknya hewan peliharaan dengan tuannya.

"NATHALIE!", suara amarah besar tepat pada telinganya, telinganya bisa luka tapi sudah sering ia merasakan teriakan itu tiada tidak ada teriakan setiap jam dan hari.

Gemetaran, panik, takut, marah dan putus asa bercampur padu padan, semua tubuh terasa membeku seketika melihat pamannya yang memperlakukan nya seperti hewan, di kontrol, di manfaatkan dan di hina.

"Bagus ya mulai keluyuran dengan laki-laki? Hmm.. sudah berapa kali lelaki meniduri mu? Apa kamu membawa uang hasil penjualan dirimu?", hinaan terus di lontarkan. 

menjual diri? Apa tatapannya kini memandang seperti pelacur? Atau budak?

"Pa..paman bukan seperti itu, aku-"

Sentakan mengejutkan mengenai pipi lembut Nathalie, ikat pinggang kulit terus melayangkan dengan mudah mengenai tubuh mungilnya. Erangan kesakitan memenuhi ruangan, suara yang tidak enak di dengar, suara raungan memohon belas kasih dan berhenti.

Air mata, keringat pilu dan darah membanjiri lantai berkayu tua, meringkuk takut saat ikat pinggang kulit terus mengenai kulitnya.

"Paman maafkan aku! Sakit paman sakit!", Nathalie terus berteriak meminta ampun, bahkan bersujud di depan pamannya untuk meminta berhenti tapi tetap saja kulitnya terus di cambuk tanpa henti dan semakin kuat.

"Dasar jalang! Kamu tidak beda jauh dengan ibu sialan mu itu! Anak haram! Menjijikkan!", teriak pamannya yang terus mencambuknya kasar.

Nathalie terus berteriak menangis meminta ampun, menggigil takut dan tidak kuat akan siksaan ini.

Lontaran hinaan terus di keluarkan, menghina dirinya dan ibunya sendiri sedangkan mereka berdua pamannya dan ibunya sendiri adalah saudara kandung, tapi dia menghinanya seakan begitu rendah sekali ibunya.

"Ampun, Nathalie minta ampun paman.. sakit paman sakit"

Genggaman kuat menjambak rambut pirang panjangnya, di angkat kasar hingga suara pekikan sakit yang keras.

"AAA!!"

Tamparan melayang mulus kearah pipi Nathalie yang terluka, memar merah terlihat jelas, bibir mungilnya berdarah saat di tampar. Kepalanya hampir terhempas saat di tampar kuat dan suara tamparan yang terdengar menyakitkan.

Tangan besar menangkup kasar pipinya hingga terasa akan remuk, bibir mungilnya menggigil takut akan siksaan dari pamannya yang kejam, ia ingin berteriak tapi cengkramannya terlalu kuat.

Tatapan kejam menatap lurus mata biru yang gemetaran meminta ampun kepadanya untuk berhenti, air mata terus membasahi pipi lembutnya yang memar.

"Menyedihkan!"

Tangannya mendorong kasar wajah Nathalie, membenturkan kepalanya pas di sisi runcing meja yang cukup tajam. Mengenai belakang kepalanya hingga berdarah, rambut blondenya ternodai darah segar, tatapannya juga buram setelah kepala belakangnya yang di bentur kasar.

Paman Nathalie menatapnya tanpa iba ataupun kasihan setidaknya ada rasa tanggung jawab tapi nyatanya tidak, malah menunjukkan wajah dingin tanpa rasa bersalah sama sekali. Meninggalkan Nathalie begitu saja di lantai.

Mata biru yang indah terlihat suram, tatapan datar ke lantai. Kepalanya sakit sekali dan merasa ia mencium darah di hidungnya, sakit sekali sangat sakit.

The Insidious heart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang