bab 9

0 0 0
                                    

Langit gelap tak menyisakan ruang cahaya bahkan bulan itu tersendiri, pepohonan yang lebat hampir menutupi langit malam, tak ada suara sangat sunyi hanya seberapa kali suara gemericik jangkrik dan kukukan burung hantu yang tersembunyi.

Langkah kaki melangkah santai di tanah coklat lembab, sesekali tongkat yang ia genggam di putar mulus di udara, tidak merasa takut ataupun curiga di tengah hutan rimbun yang gelap.

Sudah sewajarnya lelaki bertopeng senyum lebar yang terus terpasang tidak memiliki rasa takut, justru ialah sang predator. Siapapun yang melihat nya bahkan namanya saja semua orang akan lari terbirit -birit mencari tempat aman.

Tapi tetap saja, predator tetap lah predator instingnya akan kuat saat melihat mangsa bersembunyi sekalipun di lubang kelinci yang terpencil, akan ia lalui. Mengetahui kepemilikannya yang tidak boleh di bantahkan.

Smile mask hanya berjalan santai di jalan penuh pepohonan rimbun dan hawa malam dingin, tangan yang tersarung kain hitam pekat terdapat noda darah segar, tidak hanya sarung tangannya tongkat, baju dan topeng nya saja terdapat cipratan darah segar.

'smile mask'

Suara lirih yang menakutkan memanggil julukannya, langkahnya terhenti tapi tidak goyah ataupun mundur sekalipun saja kaki panjangnya tidak gemetaran. Ia sudah tau seseorang mengikutinya dari tadi.

Tangan yang memegang belati kecil di balik mantelnya di lempar cepat kebelakang, penggerakan yang tiba-tiba dan tidak terbaca.

Mengenai makhluk buruk rupa dengan tubuh membungkuk.

Craaat!

Suara sayatan logam yang mengenai kulit terdengar jelas, kulit terbuka menganga dengan darah mengalir deras.

Smile mask hanya diam menatap makhluk buruk rupa yang sedari tadi mengikutinya di balik bayangan, kini terjatuh di hadapannya.

"Tidak usah sok drama, kamu masih hidup walau kepalamu terbelah", tukasnya dingin tidak peduli akan makhluk di hadapannya.

Benar saja apa yang ia katakan, makhluk buruk rupa dengan tubuh bungkuk masih bangkit seakan tidak terjadi apa-apa, bahkan tangan berkuku runcing panjang mengambil kepalanya yang tergeletak mengenaskan ia pasang lagi dengan mudah, kembali terekat.

Smile mask hanya diam menatapnya dan kembali berbalik badan enggan berbicara ataupun menyapa.

"Kamu tidak bisa selamanya lari seperti ini, semakin tinggi kekuatan dan jabatanmu di antara kita, semakin kuat juga keberadaan mu", ujar makhluk buruk rupa dengan wajah seram, mata picik sebelah bahkan buta, punggung yang bungkuk terlihat jelas tulang di balik kulit rapuhnya.

Tak ada jawaban darinya, terus berjalan tidak peduli.

"Aku memperingati mu, Sha-"

Dengan gerakan cepat bak angin, belati di busungkan kearah leher makhluk buruk rupa yang hampir memanggil namanya. Tatapan dingin tak menyisakan ruang walau tertutup topeng dengan sempurna. Mata tajam belati mulai menancap kedalam kulit hingga dalam.

"Jika kamu masih ingin bernafas, Don't call my name!", smile mask memperingatinya serius, tidak ada ruang untuk berbicara, nadanya dingin dan mengancam tidak menerima pemberontakan.

Ia siap menebas kepala makhluk itu sekali lagi, suara lemparan bak angin mengarah kepada mereka berdua dan yang lebih tertuju kepada lelaki bertopeng senyum.

Gerakannya cepat saat menghindar, dua pisau kecil tertancap di tanah basah yang tadinya harus mengenai smile mask.

"Hahaha, sayang sekali padahal sedikit lagi kamu akan kena", suara kekehan serak bernada geli dan erogan. Seseorang berjas putih panjang, wajah yang tertutup masker di area mulut menutupi sesosok dirinya.

The Insidious heart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang