"Orang bilang.. jatuh cinta adalah hal paling indah. Tapi kenapa hal ini tidak berlaku untukku? Kenapa saat aku jatuh cinta, malah ini membuat diriku semakin sakit? Kenapa aku nggak bisa bahagia seperti yang orang lain rasakan?"
- Felix Nicolas Purnama
-------
Felix memandangi sarung tangan tinju di tangannya, lalu menatap samsak yang tergantung di depannya. Perlahan, dia mulai memukulnya pelan, lalu pukulannya semakin cepat dan kuat. Dia mengeluarkan semua beban yang selama ini dipendamnya.
Di luar, Nana mendengar suara pukulan dari dalam ruangan itu dan tersenyum tipis. "Felix, keluarin semua emosi yang lo punya. Keluarin aja, Felix." Tidak lama, Nana langsung duduk bangku karena kepalanya yang masih sedikit pusing akibat luka di kepalanya itu.
Felix memukul samsak itu berkali-kali, sambil bergumam terus di dalam hatinya. Kenapa, Kak? Kenapa kamu langgar janji kita? Kenapa kamu lakuin ini sama aku, kak? Kenapa juga harus sama Gavin? Kenapa kamu gak pernah lihat diriku, kak? Kenapa aku selalu aja jadi bayangan di mata kamu? Kenapa harus aku yang seperti ini, kak.. aku jadi seperti orang jahat.. Kenapa kita gak boleh bersama? Kenapa aku gak boleh punya perasaan ini ke kamu? Kenapa cintaku gak bisa terbalaskan seperti ini, kak?!
Dengan amarah yang semakin memuncak, Felix pun berteriak dengan sangat kencang sambil memberikan satu pukulan terakhir yang begitu keras hingga samsak itu terjatuh, menghantam lantai dengan suara keras.
"KENAPA, VAYA?!"
Nana yang mendengar teriakan Felix dan suara keras itu langsung masuk ke ruangan. Saat masuk, dia mendapati Felix terduduk di lantai dengan terisak tangis. Ini pertama kalinya Nana melihat Felix menangis, dan hatinya pun ikut terasa perih.
"Felix..." katanya pelan, berjalan mendekat dan menempatkan tangannya di bahu Felix. "Lo kenapa?..." Tapi Felix tak bereaksi dan masih larut dalam kesedihannya.
Nana akhirnya mengangkat tangannya, menyentuh wajah Felix dengan lembut. "Nangis aja, Felix.. nangis aja kalau itu bisa buat lo tenang," katanya lembut.
Felix menatap mata Nana, lalu tanpa bisa menahan diri, dia langsung memeluk Nana erat-erat, membiarkan semua emosinya tumpah.
Nana terkejut dengan pelukan itu, tapi akhirnya membalas pelukan Felix, mengelus punggungnya dengan lembut, membiarkannya meluapkan perasaan. Felix tersedu-sedu di bahunya. "Kenapa harus begini, Na? Apa gue salah punya perasaan ini ke Kak Vaya? Kenapa dia nggak bisa lihat gue sebagai laki-laki? Kenapa hanya sebagai adiknya, Na?"
Nana hanya bisa mengelus punggungnya, tanpa berkata apa-apa, membiarkan Felix meluapkan semuanya.
"Kenapa gue harus jadi orang jahat kayak gini? Kenapa? Kenapa takdir gue sama Kak Vaya harus begini? Kenapa gue harus jatuh cinta sama dia? Perasaan ini sangat sakit, Na.. sakit.. gue merasa semuanya hancur. Kenapa cinta gue nggak bisa terbalaskan? Kenapa Tuhan seperti ini sama gue, Na? Kenapa harus gue?"
Mendengar itu, Nana merasa hatinya ikut berat, dan tanpa sadar air mata juga mulai menggenang di matanya. Di satu sisi, dia tahu perasaan Felix ini salah, tapi melihat Felix rapuh seperti ini, membuatnya merasakan sesuatu mendalam terhadapnya.
Felix semakin memeluk erat Nana. Dia meluapkan semua emosinya dengan menangis dipelukan Nana. Setelah beberapa waktu, Felix perlahan melepaskan pelukannya, mengusap matanya yang basah. "Sorry.. sorry gue peluk lo kayak gini," katanya pelan.
Nana tersenyum, lalu tanpa sadar menyentuh wajah Felix lagi. "Gak apa-apa... yang penting lo sekarang udah lebih tenang kan?" jawabnya sambil menatapnya lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE YOU, VAYA!
Teen FictionBagaimana rasanya kalau ternyata orang-orang yang dekat denganku, memiliki perasaan terhadapku? Apa yang harus aku lakukan? Bagaimana caranya agar tidak menyakiti salah satu dari perasaan mereka? Tapi apakah perasaanku juga sama? Namun, tiba-tiba se...