BAB 23: Pengalaman Pertama (21+)

18 3 0
                                    

Bab kali ini mengandung unsur mature 21+, harap dibaca dengan bijak ya! Untuk pembaca di bawah umur, tolong di skip ya bab ini. Thank You!

---------

"Apakah hal yang aku lakukan ini sudah benar? Ini pertama kalinya aku melakukan seperti itu dalam hidupku. Tapi apakah semua ini benar?"

- Kavaya Priciliani

---------

Setelah pernyataan cinta dari Gavin tersebut, Kavaya hanya tetap diam dan menatap Gavin saja. Tanganya masih memgang wajah Gavin. Namun, tiba-tiba cengkeraman Gavin pada Kavaya semakin erat di pangkuannya, membuat tubuh Kavaya menempel sempurna di pangkuannya. Ruangan itu dipenuhi ketegangan, campuran kata-kata dan emosi yang tak terucapkan yang di antara mereka. Nafas Kavaya terdengar lebih cepat, sesuai dengan ritme detak jantung Gavin yang berpacu. Dia bisa merasakan kehangatannya, kedekatannya, dan intensitas tatapannya, menyebabkan pikirannya berputar dan semakin liar. 

Tangan Kavaya yang sebelumnya ada di pipi Gavin, turun dan langsung bertumpu pada bahu Gavin. Jari-jarinya sedikit gemetar saat dia mencoba mempertahankan tekadnya. Dia menatap mata Gavin.

"Kak...apa yang kamu pikirkan? Kenapa kamu jadi diam gini setelah kamu ngomong panjang lebar tadi?" bisik Kavaya, suaranya hanya berupa helaan napas.

Gavin menelan ludahnya dengan keras, tatapannya beralih saat dia berjuang untuk mempertahankan kendali. Alkohol telah menumpulkan sebagian pengekangannya, dia berusaha dengan keras agar Kavaya bisa meninggalkannya sendiri dulu, apalagi Kavaya juga masih bekum mejawab pernyataan cintanya tadi.

"Vaya, kamu harus pergi... aku gak bisa jamin apa yang akan terjadi kalau kamu tetap di sini," kata Gavin, suaranya serak karena beban pertarungan internalnya.

Tapi Kavaya tidak terpengaruh. Dia mencondongkan tubuhnya lebih dekat, mendekatkan wajahnya hanya beberapa inci dari wajah Gavin, bibirnya menyentuh telinga Gavin.

"Aku gak akan kemana-mana, Kak. Kalau kamu lagi kesulitan, aku ingin ada di sini, sama seperti dulu kamu selalu ada buat aku," bisik Kavaya lembut.

Kata-kata itu menghantam Gavin bagaikan sambaran petir, menyeretnya kembali ke ingatan mimpi basahnya dengan Kavaya beberapa hari lalu. Sekarang, dengan Kavaya yang begitu dekat, gairah itu muncul kembali dengan kekuatan yang tidak pernah dia duga. Dia menoleh, bibir mereka nyaris bersentuhan satu sama lain, dan dia merasa tekadnya mulai runtuh.

"Kamu gak ngerti, Vaya... aku udah coba buat menjauh karena aku takut kalau aku terlalu dekat lagi, aku gak akan bisa menahan perasaanku. Kamu juga belum menjawab pernyataanku tadi. Jadi kumohon pergilah sekarang.. sebelum aku.. aku bertindak lebih jauh yang akan membuatmu jadi sakit karenaku, Vaya. Pergilah." 

Napas Kavaya tercekat, jantungnya berdetak kencang mendengar kata-kata Gavin. Kavaya terus memproses apa yang Gavin maksudkan.

Bertindak lebih jauh? Apa maksudnya?, batinnya.

Tidak lama, Kavaya memegang kembali wajah Gavin dan menatapnya. "Aku tidak mengerti kak. Kalau maksud kaka tentang perasaan kaka itu. Menurutku.. mungkin.. mungkin kita bisa mencobanya."

Gavin seidkit terkejut dan matanya melebar. "Mencobanya?"

Kavaya mengangguk. "Iya. Aku tidak mau menyakiti perasaan kakak. Jadi mungkin kita bisa mencoba untuk menjalani hubungan itu kak. Kalau itu yang kamu mau, aku-..."

Tapi sebelum Kavaya bisa menyelesaikannya, Gavin dengan cepat menutup mulut Kavaya. Pengaruh dari alkohol itu, sudah merajalela di otaknya, sehingga Gavin tidak punya pilihan lain selain melakukan itu. Bibir Gavin menyentuh bibir Kavaya dengan rasa putus asa yang tidak bisa lagi dia tahan. Ini membuat Kavaya terkejut dan berusaha mendorong Gavin. Tapi Gavin sangat kuat apalagi dia memegang leher Kavaya seperti tidak mau di lepas. Hingga beberap menit kemudian, Gavin melepaskan ciuman itu. Dia langsung menatap Kavaya.

LOVE YOU, VAYA!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang