BAB 17: Terungkap

15 3 0
                                    

"Salahkah aku mencintainu seperti ini, kak? Apa aku yang bodoh bisa memiliki perasaan seperti ini? Tapi apa yang bisa aku lakukan..."

- Felix Nicolas Purnama

---------

Kavaya masuk ke rumah dengan langkah cepat, tidak peduli lagi dengan salam atau basa-basi. Pikirannya penuh dengan pertanyaan yang terus mengusik sejak Nana memberitahu soal Felix. Setelah melewati lorong-lorong rumah, dia langsung menuju kamar Felix. Tanpa mengetuk, dia membuka pintu dan menemukan Felix yang tengah duduk di kasurnya, membaca buku dengan tenang. Tapi kali ini, tidak ada waktu untuk basa-basi.

"Felix," ucapnya denganr serius, langsung menatap Felix yang tersentak kaget dan menutup bukunya cepat.

"Kak... ada apa?" jawab Felix dengan mencoba bersikap biasa saja meski jantungnya mulai berdegup lebih cepat. 

Namun, ekspresi Kavaya kali ini membuatnya tak bisa menebak apa yang terjadi. Kavaya menatap Felix tajam, tanpa mengalihkan pandangannya sedikit pun. 

"Jawab aku, Felix... Kamu suka sama aku?"

Felix terdiam sejenak, kaget dengan pertanyaan yang dilontarkan langsung tanpa peringatan. Matanya melebar, dan tangan yang memegang buku gemetar sedikit. Dia mencoba tersenyum, meski terlihat gugup. 

"Aku... Aku sayang sama Kakak, kok."

Kavaya tidak membalas senyuman itu. Justru dia semakin mendekat, kini jarak mereka hanya beberapa langkah. Suara Kavaya semakin tegas, nada bicara berubah drastis. 

"Sayang?... sayang kayak gimana, Felix?"

Felix tersentak mendengar perubahan nada suara itu, lebih tegas dan keras daripada yang pernah didengar sebelumnya. 

"Maksud Kakak apa?" tanyanya, berusaha mengulur waktu, meskipun jauh di dalam hatinya, dia tahu apa yang dimaksud Kavaya.

Tapi Kavaya tidak membiarkan Felix menghindar. Dia meraih bahu Felix, mengguncangnya dengan keras, membuat Felix semakin kebingungan. Kali ini bahasa Kavaya ke Felix berubah.

"Jawab, Felix! Sayang lo ke gue itu... rasa sayang saudara atau rasa sayang antar lawan jenis?"

Felix tidak menjawab. Diamnya membuat Kavaya semakin kehilangan kesabaran, dan dia kembali mengguncang bahu Felix. 

"Jangan diem aja, jawab gue, Felix!"

Felix menatap Kavaya, kali ini matanya berubah. Ada kemarahan dan rasa sakit yang berbaur dalam pandangannya. 

"Jadi, Nana yang bilang semuanya ke Kakak?" gumamnya dengan suara yang lebih dingin.

Kavaya menghela napas keras, mencoba tetap fokus pada inti pembicaraan. 

"Jangan ganti topik, Felix! Mau Nana atau gue sendiri yang sadar, ini pasti bakal tetap terjadi kan. Jawab gue, sejak kapan perasaan lo ada buat gue?"

Felix akhirnya menarik napas dalam, lalu mengalihkan pandangannya. Suaranya terdengar getir, seolah ada beban yang terlepas dari dadanya. 

"Sejak kita masih kecil... Perasaan itu sudah ada, dan semakin kuat sejak kita SMA."

Kavaya terdiam, menatap Felix dengan keterkejutan yang tak bisa disembunyikan. 

"Kenapa? Kita kan saudara..."

Sebuah senyum sinis muncul di sudut bibir Felix, sesuatu yang tidak pernah dilihat Kavya sebelumnya. 

"Kita gak sedarah, Kak. Aku nggak pernah anggap Kakak sebagai saudara, itu hanya Kakak aja yang selalu menganggap aku seperti adik kecil."

Kavaya merasa seperti ditampar dengan kenyataan yang baru saja ia dengar. Suaranya hampir tidak terdengar saat dia bertanya lagi.

LOVE YOU, VAYA!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang