Keluarga : Jeritan Hati yang Terluka
Aku selalu menganggap keluarga sebagai pelabuhan teraman, tempat di mana aku bisa bernaung dan merasa utuh.
Namun, seiring berjalannya waktu, pelabuhan itu justru berubah menjadi badai yang menghempaskan jiwaku.
Luka demi luka menganga dalam relung hatiku, bekas sayatan dari kata-kata kasar, tatapan dingin, dan harapan-harapan yang tak pernah terpenuhi.
Keluarga, yang seharusnya menjadi akar yang kuat, malah menjadi racun yang perlahan meremukkan semangatku.
Rumahku, yang seharusnya menjadi pelabuhan ternyaman, justru terasa seperti penjara. Setiap sudut ruangan menyimpan kenangan pahit yang tak bisa kulupakan.
Aku sering merasa kesepian di tengah keramaian keluarga. Kata-kata kasar dan tatapan sinis menjadi santapan sehari-hariku. Hatiku seperti teriris-iris.
Luka batin yang kuterima di masa kecil membuatku sulit percaya pada orang lain. Aku selalu membangun tembok di sekitar hatiku, takut untuk membuka diri.
Keluarga adalah tempat kita belajar, tumbuh, dan menemukan jati diri. Jika keluarga tidak sehat, kita akan kesulitan untuk mencapai potensi maksimal.
Tetapi... aku selalu ingat saat itu, saat Ayah meninggalkanku begitu saja. Kata-katanya masih terngiang di telingaku, 'Kau merepotkan!'.
Sejak saat itu, rumah yang tadinya penuh tawa berubah menjadi kuburan.
Ibu terlalu sibuk dengan pekerjaannya untuk memperhatikan aku.
Aku merasa seperti anak yang dibuang. Luka itu seperti bekas luka bakar, selalu terasa perih ketika tersentuh.
Sampai sekarang, aku masih kesulitan untuk percaya pada orang lain.
Sabtu, 30-11-2024
YOU ARE READING
Aku, Kamu, Kita : Simfoni kehidupan
PoetryPernahkah kamu merasa ada yang kurang dalam hidupmu? Pernahkah kamu bertanya-tanya mengapa kamu merasa seperti ini atau seperti itu? Mungkin saja jawabannya terletak pada keluarga, tempat di mana kita pertama kali belajar tentang cinta, kehilangan...