26 November 2024
Ingin sekali aku mengubah nama Binar. Ya Tuhan astaga hoho.. tidak ingin ada konflik nama yang serupa, takut nantinya terjadi sesuatu. Tapi merubah dari awal juga melelahkan. Astaga pusing sekali kepalaku ini.
Kemungkinan minggu ini Jeng rajin update dikarenakan sudah mengumpulkan banyak informasi terkait terorisme. Hohoho.
Tolong jangan lupa follow Instagram Jeng ya. Supaya rajin aktif di sana.
Nadin Amizah sangat cocok dengan cerita ini. Di akhir perang bisa diputar sembari membaca bagian ini.
Apabila berkenan, bisa bantu promosikan. Sepertinya belakangan cerita ini ramai, entah siapa yang mempromosikan, Matur nuwun sanget.
***
16. Tembak saja, Denayu itu pandai.
Jeng. NPerkataan Adyatama benar adanya. Pria berusia matang itu menepati ucapannya, membawa tubuh Binar dalam sebuah kamar hotel, tubuh besar Adyatama sudah mengunci si kecil, sekedar memastikan sejauh mana batas yang dianggap wajar.
"Sudah sejauh ini, dan masih kamu anggap wajar, Binar?" Adyatama menggeleng heran ketika tubuh bagian atas Binar sudah nyaris telanjang bulat. "Apa kamu termakan dengan omongan kamu sendiri? Mana semua klausul perjanjian yang kamu torehkan di lembar kertas itu?"
Tangan Adyatama lancangnya menggerayangi kulit putih Binar. Miliknya juga ereksi di bawah sana, namun ia indahkan demi menyadarkan Denayu Binar.
Ketika tangan Adyatama menyusup masuk ke dalam lapisan pelindung terakhir dari pakaian Binar, perempuan itu tercekat, seolah tersadar. Binar secepatnya merangkak mundur seraya menatap Adyatama pias. "M-mas!"
Melihat ketakutan itu, Adyatama bergerak bangkit. Ditariknya selimut untuk melingkupi tubuh Binar yang nyaris dia jamah lebih jauh seandainya segala bekal ilmu dan agama sudah tak ia indahkan. Tak ingin mencoreng harga diri, Adyatama sadar ini terlampaui jauh.
"Setelah kita menikah, saya akan membatasi ruang gerak kamu dengan Kamajaya," tukas Adyatama.
***
Perjalanan pulang hanya dihiasi keheningan. Adyatama enggan mengajak Binar berbicara. Pun dengan Adyatama yang tak berniat membahas lebih lanjut kejadian baru saja. Ia biarkan perempuan itu merenungi kesalahannya selagi ia memberi batasan pada Denayu Binar.
"Sudah sampai." Adyatama bertutur seraya melepas sabuk pengaman. Sementara Denayu Binar masih saja melamun, menatap ke luar jendela. Sepertinya perempuan satu itu tak menyadari apabila mereka sudah sampai tujuan. "Binar?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mari Bercinta
Любовные романыKepulangan Adyatama dari pelatihan militer menjadi bencana, ketika ia dipaksa menikah dengan putri bungsu Soedibja yang tuli. Sekalipun usianya menyentuh kepala tiga, agenda pernikahan tak pernah terlintas di kepala. Sayangnya, ia pun tak kuasa meno...