39. Grasping at Goodbye

4.6K 230 21
                                    

selamat membaca semua! KOMEN SEBANYAK-BANYAKNYA! semoga suka❤️

───

HAPPY READING

───

39. Grasping at Goodbye

•••

"Tunggu, Na!"

Teriakan Arion memecah kesunyian yang pekat, melesat melewati udara malam yang dingin. Suara deru mesin motor yang terdengar sangat familiar itu berhenti di pelataran rumah Rana. Sesaat setelah motor itu mati, langkah kaki Arion semakin berat seiring dia bergerak menuju pintu rumah Rana yang sudah mulai tertutup rapat. Hati Arion berdegup kencang, merasakan ketegangan yang semakin memuncak.

Tanpa berpikir panjang, ia menekan gagang pintu dengan tangannya yang sendiri gemetar, berusaha menahan pintu rumah berlantai dua itu yang hampir tertutup sepenuhnya.

Dari jarak beberapa langkah di depan, Rana terus berjalan tanpa menoleh. Langkahnya cepat dan terburu-buru, ingin menghindari sesuatu yang tidak ingin ia hadapi. Dia sudah berada di pertengahan tangga, separuh jalan menuju kamar yang menjadi tempat pelariannya. Wajahnya terbungkus dengan ekspresi yang kebingungan dan rasa kecewa yang mendalam.

Hanya Arion yang tahu betapa besar guncangan yang sedang dia rasakan. Tetapi, meski Arion mendekat, Rana tidak menunjukkan tanda-tanda akan menghentikan langkahnya.

"Gue mohon, dengerin gue dulu!" seru Arion putus asa, penuh permohonan, seperti orang yang terjebak di dalam kekosongan. Langkah kakinya tampak terburu-buru, memendekkan jarak di antara mereka sebelum Rana masuk ke dalam kamarnya.

Namun, tiba-tiba langkah Rana yang tadi cepat berhenti begitu saja. Pada anak tangga kelima, dengan tubuhnya sedikit membungkuk ke depan, Rana memutar tubuhnya. Wajahnya tidak lagi di sembunyikan di balik rambut yang tergerai. Tatapannya menusuk seperti jarum yang terarah tepat pada Arion. Mata itu penuh kemarahan, kekecewaan, dan mungkin-hati yang sudah terlalu banyak tersakiti.

Arion tidak bisa lagi mengabaikan itu.

"Kenapa lo ikutin gue?" tanya Rana rendah, namun ada getar kemarahan yang begitu jelas.

Pertanyaan itu menghentakkan Arion, menjadi peringatan keras bahwa dia sudah terlalu jauh melangkah. Arion terdiam sesaat, tubuhnya hanya bisa berdiri mematung di tempat, seakan terikat oleh beban yang sangat berat. Langkahnya kini terhenti, seperti ada yang mengikatnya di tanah.

Rana mengepalkan tangannya dengan keras, berusaha menahan amarah yang mengalir deras di dalam dirinya.

Arion bisa melihat bagaimana jarinya menggenggam erat. Setiap debaran jantung yang berdentum begitu keras di dalam dirinya. Napasnya terdengar berat, seperti ada yang menyumbat di tenggorokan, membuatnya semakin sesak. Sementara itu, dada Arion yang terasa sesak, seakan ingin meledak.

"Gue tau lo kecewa sama gue," Arion berkata, meredakan ketegangan yang mencekam. "Gue tau lo marah karena gue bohong. Gue punya alasan kenapa gue sembunyiin semua yang gue tau dari lo, Na."

Rana tetap terdiam, hanya matanya yang menatapnya dengan penuh kebencian. Ada keheningan yang memekakkan telinga, namun Arion tidak menyerah untuk menjelaskan, meskipun setiap kata terasa berat.

"Gue sadar kalau gue salah. Gue pikir hidup lo udah bahagia sama keluarga lo yang sekarang, makanya gue nggak mau kasih tau lo karena gue nggak mau lo hancur dan terlibat lagi sama mereka. Gue mau hidup lo aman, Na," Arion menghembuskan napas berat, melepaskan beban yang mengendap di dadanya. Kalimat itu keluar begitu tulus, meski ia tahu betul, tidak ada yang bisa mengembalikan waktu.

THE SIXTH [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang