Gyera tersenyum kecil, sedikit menahan tawa, lalu menatap Daehoon dengan tatapan penasaran. “Bukankah tadi kau bilang, gadis itu yang menyelamatkanmu? Jadi, kau bertahan hidup untuknya?” tanyanya, mencoba menyembunyikan nada cemburu di suaranya.
Daehoon menatap Gyera dengan senyum tenang namun penuh arti. “Gyera, Daeun memang menyelamatkanku dengan keberanian dan ketulusannya. Aku tak akan bisa membalas budi padanya.” Ia berhenti sejenak, lalu menambahkan dengan nada lembut namun menggoda,
“Tapi alasan kenapa aku berjuang untuk tetap hidup, mengerahkan seluruh kekuatanku... adalah agar bisa kembali dan melihatmu lagi.”
Gyera terdiam, sedikit tersentuh meskipun berusaha tetap tenang. “Kau selalu punya jawaban yang tepat, daehoon. Aku jadi ragu apakah harus mempercayaimu,” ujarnya dengan senyum sama menggoda.
Daehoon mengangguk kecil, tatapannya tak beralih dari Gyera. “Kalau begitu, percayalah pada perasaan yang kurasakan saat ini. Karena malam ini, hanya ada kau dan aku di sini.”
Gyera menatapnya dengan mata bingung, ragu-ragu memahami maksud tersembunyi dalam setiap kata yang diucapkan Daehoon. Ia hanya bisa terdiam ketika Daehoon berdiri dan melangkah mendekatinya perlahan.
Tanpa banyak kata, Daehoon meraih tangan Gyera yang tergeletak di atas meja, mengangkatnya dengan lembut mengiring gyera untuk berdiri di depannya..dekat. Ia menatapnya dalam-dalam, senyum tenang di wajahnya yang dingin berubah hangat.
“Gyera,” ucapnya lirih namun mantap. “Mungkin sulit dipercaya, tapi kehadiranmu membuatku merasa hidup... dan aku ingin kau tahu itu.”
Gyera terpaku, dadanya berdebar cepat. Dalam hatinya, ia ingin mempercayai ketulusan di balik kata-kata itu, namun ia juga tak bisa mengabaikan keraguan yang tersisa. Meski begitu, kehangatan tangannya dalam genggaman Daehoon membuatnya sulit berpikir jernih.
“daehoon...” jawabnya pelan, tidak tahu harus berkata apa lagi.
Daehoon meraih kotak kecil dari saku jubahnya, membukanya perlahan untuk mengeluarkan gelang elegan yang ia beli tadi siang. Dengan penuh perhatian, ia menggenggam tangan Gyera dengan lembut, lalu memasangkan gelang itu di pergelangannya. Senyum hangat muncul di wajahnya ketika melihat gelang itu terpasang sempurna.
Namun, entah dari mana, bayangan wajah Daeun tiba-tiba melintas sekejap di benaknya. Rasa aneh menyelinap dalam hatinya, membuatnya sedikit goyah, tapi ia segera mengembalikan fokusnya pada Gyera, tidak membiarkan perasaan asing itu mengganggunya.
“Gelang ini... adalah gelang berharga bagiku,” ujar Daehoon perlahan, suaranya terdengar hangat namun serius. “Ini satu-satunya peninggalan ibuku yang tersisa. Aku sudah lama berjanji bahwa gelang ini hanya akan kuberikan kepada orang yang benar-benar tepat.”
Matanya menatap dalam-dalam ke arah Gyera, mencoba membaca reaksinya. “Dan… apakah kau orang itu, Gyera?” tanyanya sambil tersenyum lembut, menghindari menyebutkan bahwa gelang itu sebenarnya ia beli tadi siang.
Gyera menunduk, merasakan debar di dadanya semakin kuat. Meski tersipu, ia berusaha menjaga sikapnya. Perkataan Daehoon menggetarkan hatinya, seolah-olah ada kehangatan baru yang muncul di antara mereka.
Gyera menatap gelang di pergelangan tangannya, jemarinya mengelus permukaan halusnya dengan penuh perasaan. Senyum tipis menghiasi wajahnya, tetapi matanya menyiratkan keheranan yang tulus. Ia mengangkat pandangannya ke arah Daehoon, menimbang sejenak sebelum bertanya dengan suara lembut, “Mengapa kau memberikan barang yang begitu berharga ini kepadaku, daehoon?”
Daehoon menatap balik, ekspresinya tenang namun penuh arti. Ia mendekat sedikit, seolah ingin menghilangkan jarak di antara mereka. “Karena... kau berarti bagiku, Gyera,” jawabnya perlahan, namun mantap.
KAMU SEDANG MEMBACA
DALEUN{ongoing}
Historical Fictionyang sudah di takdirkan pergi sudah seharusnya pergi. "Jangan khawatir. Semua yang kita upayakan akan berbuah manis. Usaha yang kuat, Doa juga yang kuat." Kata beberapa orang begitu, benarkah? benarkah bisa semudah itu?. "Ku harap" _____ Annyeong h...