LAYAR televisi pagi itu menayangkan berita terbaru tentang penemuan seorang mayat perempuan bernama Avery Kendall, di sebuah unit mansion tua di sebelah barat Ruswer. Hasil autopsi menunjukkan adanya kesamaan kondisi mayat dengan beberapa korban yang pernah ditemukan sebelumnya, di beberapa titik lokasi berbeda.
Jade dan Joseph, yang sama-sama duduk di depan sofa ruang tengah, termangu menatap potret Avery semasa hidup yang ditampilkan di layar. Avery adalah seorang wanita cantik berusia dua puluhan yang memiliki paras latin. Rambutnya pirang kecokelatan. Senyum lebarnya memancarkan rona kebahagiaan yang dipertegas dari matanya yang menyala. Sungguh ironis membayangkan siapa atau apa yang Avery lakukan di masa lalu kini menjadi tidak begitu penting, karena mulai sekarang dan seterusnya, dia akan diidentifikasi sebagai jenazah kisut buruk rupa―korban dari para makhluk mitos yang rakus, bukan sebagai wanita cantik yang senyumnya secerah matahari.
“Korban ketiga belas.” Joseph berpaling pada Jade yang masih memperhatikan televisi dengan tampang serius. “Bagaimana pendapatmu soal ini, Bung?”
“Hanya dalam jangka waktu satu minggu, korban berikutnya sudah jatuh. Mengapa berita kematian semakin sering muncul? Alasannya menurutku ada di antara dua pilihan; yang pertama, populasi abare semakin banyak sehingga intensitas perburuan mereka sejalan dengan jumlah korban yang bertambah, dan yang kedua; si pelaku abare ini hanya semakin terang-terangan menunjukkan kebuasannya untuk membuat masyarakat takut.”
Jade menatap Joseph, lalu menelurkan spekulasinya dengan tegas, “Namun aku lebih percaya pada opsi kedua, Josh, sebab opsi pertama kelihatan meragukan. Cordelia pernah bilang padaku bahwa abare hanya dapat diturunkan dari perkawinan yang hanya terjadi setiap satu dekade sekali. Mereka tidak seperti vampir yang bisa menularkan virus monsternya lewat gigitan. Jadi, rasanya tidak mungkin bila populasi abare tiba-tiba membengkak dan mendorong lebih banyak korban.”
Joseph mengangguk seraya menggosok dagunya. “Jadi kau yakin yang membunuh tiga belas korban tidak bersalah ini adalah abare yang sama?”
“Sembilan puluh persen.”
“Apa kau mencurigai ayahnya Cordelia yang melakukan semua ini?”
“Saat pertama kali terbangun di dunia ini, Cordelia mengatakan padaku bahwa yang mengurungnya di dalam lukisan adalah ayahnya sendiri―belakangan baru kutahu nama ayahnya adalah Gustav. Sekarang aku perlu lebih banyak petunjuk masa lalu untuk menggali siapa dan di mana ayahnya sekarang. Pria itu jelas seorang leluhur abar yang agung.”
“Apa maksudnya leluhur yang agung?”
“Makhluk immortal. Usianya bisa jadi lebih tua daripada bangsa mistis apa pun yang bisa kau temukan pernah bersemayam di bumi ini.”
“Kalau begitu, Cordelia adalah keturunan makhluk agung? Apa dia juga immortal seperti ayahnya?”
“Kurasa tidak.”
“Kenapa?”
“Karena Cordelia bilang kelemahannya adalah aku. Kalau aku mati, Cordelia juga mati.”
“Apa?” Mata Joseph membelalak terkejut. “Hei, jangan bicara ngawur! Kau tidak bilang padaku kalau kalian berdua terhubung sampai ke tingkat kematian!”
“Kalau begitu jangan percaya dulu. Aku belum bisa mengonfirmasi kebenaran ini, Josh. Begitu juga Cordelia. Masih ada pertanyaan besar tentang asal-usulnya.”
“Tapi kalau sampai benar―”
“Sudahlah, daripada kau hanya mengeluh dan protes tidak jelas tentang apa yang kualami, bisakah kau melakukan sesuatu yang lain? Mungkin kau bisa membantu mencari informasi tentang dimana keberadaan kalung Evangeline. Aku sudah mendatangi kafe dan melaporkan polisi tentang kehilangan itu, tetapi sampai sekarang belum ditemukan.”
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀 𝐋𝐀𝐃𝐘 𝐈𝐍 𝐓𝐇𝐄 𝐏𝐀𝐈𝐍𝐓𝐈𝐍𝐆
VampireSetelah terbebas dari penjara, Jade mendapat telepon dari seorang notaris yang mengatakan bahwa kakeknya baru-baru ini telah meninggal dan mewariskan sebuah rumah besar kepadanya. Saat Jade menyetujui menjadi ahli waris, dia datang ke rumah milik s...