“JADI,” Dalam balutan jas hitam formal yang membalut tubuh jangkungnya, Jade menghadap Cordelia yang sedang berlutut di depan laci lemari untuk mengeluarkan gaun yang akan dikenakannya. “Biar kutegaskan lagi, acara pesta ini mungkin akan menjadi ajang berkumpulnya para maniak barang antik. Mereka kaya raya, tapi terkadang sifatnya terlalu menjengkelkan. Itulah sebab mengapa aku mewanti-wantimu, Cordelia, agar berhenti mengirimkan sinyal sialanmu yang membuatku menjadi Wikipedia berjalan. Bukannya aku tidak mau menjelaskan kepadamu tentang semua hal yang kau lihat di pesta itu, tetapi aku benar-benar tidak mau menjadi pusat perhatian seperti yang pernah kau lakukan di supermarket beberapa waktu lalu. Aku juga tidak mau orang-orang menganggap cucu Walthrop Bailey adalah orang aneh yang mulutnya tidak bisa berhenti mengoceh dan juga―”
“Jade, tutup mulut sebelum aku setuju bahwa kau memang cowok aneh yang suka mengoceh.”
Rahang Jade langsung terkatup rapat. Dia menatap punggung Cordelia dan kepikiran untuk menyemburnya dengan air.
Cordelia berbalik padanya, kelihatan heran. “Sekarang apa yang kau lakukan? Cepat bantu aku untuk memilih pakaian. Kau bilang pestanya dimulai satu jam lagi?”
“A-ah, oke.”
Memilih untuk tidak protes, Jade menghampiri Cordelia dan melakukan apa yang disuruh. Dia menatap gaun-gaun klasik yang digantung di lemari tetapi merasa kehilangan ide untuk memutuskan. Seleranya tentang pakaian benar-benar nol besar. Semua model pakaian ini kelihatan sama di matanya, hanya warnanya saja yang berbeda.
“Kurasa semua pakaian ini bagus, bukan? Kau bisa pilih salah satu saja dan itu akan cocok denganmu.”
“Kau yakin?” Cordelia mendongak dari cermin. “Bagaimana kalau orang-orang di pestamu menganggapku aneh karena aku mengenakan gaun kuno?”
Jade menggaruk kepalanya yang tidak gatal, merasa ditekan dengan sindiran halus. “Uh, kau benar. Kalau mereka semua kolektor, ada kemungkinan mereka bisa membedakan umur pakaian dari bahannya.”
“Agak berlebihan. Caspian tidak berkata apa-apa saat dia pertama kali melihatku.”
“Mungkin dia hanya terdistraksi dengan wajahmu.”
Cordelia berdiri dan menghadap Jade. “Memang ada apa dengan wajahku?”
Cantik.
Jade tidak sengaja menggaungkan kata terkutuk itu dalam benaknya. Dan, dia tidak bisa menariknya lagi. Cordelia tampaknya tahu apa yang Jade pikirkan, bahkan tanpa repot-repot menyelami isi hatinya. Pujian itu tercermin jelas di wajahnya yang tiba-tiba merona merah, lalu sikapnya yang melengos cepat dari sisi Cordelia.
“Mungkin lebih baik kita mampir ke toko pakaian di perjalanan,” kata Jade, yang tahu-tahu mengubah topik pembicaraan. “Kau ingat Ruth? Sepertinya waktu itu dia menjual beberapa potong gaun modern.”
“Ruth, perempuan yang punya butik itu?”
“Mm-hm, yang memberimu potongan harga lumayan besar.”
Cordelia tidak memiliki alasan untuk menolak. Dia toh menyukai Ruth, karena wanita itu berhati-hati dengannya dan tidak menanyakan hal-hal tidak sopan seperti Joseph. Pada akhirnya gadis itu setuju, lalu dia meminta Jade untuk menunggu sementara dirinya menata rambut.
Sambil menunggu Cordelia mematut cermin dan mengepang rambut, Jade menyusuri kamar Cordelia dengan pelan. Atensinya sibuk berpindah-pindah―dari lemari, ranjang, dinding, laci-laci nakas, sampai ke meja kerja, untuk memeriksa apa yang luput dari penyelidikan tentang rahasia keluarganya. Dia membuka laci di meja kerja dan merogoh dalam-dalam―tidak menemukan apa-apa selain kertas-kertas dengan coretan tidak bermakna dan foto-foto perjalanan yang sudah menguning. Jade memeriksa meja, tergiur penasaran ketika melihat pigura-pigura foto yang tergeletak berantakan di antara buku-buku novel lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀 𝐋𝐀𝐃𝐘 𝐈𝐍 𝐓𝐇𝐄 𝐏𝐀𝐈𝐍𝐓𝐈𝐍𝐆
VampireSetelah terbebas dari penjara, Jade mendapat telepon dari seorang notaris yang mengatakan bahwa kakeknya baru-baru ini telah meninggal dan mewariskan sebuah rumah besar kepadanya. Saat Jade menyetujui menjadi ahli waris, dia datang ke rumah milik s...